Pdt. Weinata Sairin: Nasihat-nasihat Memperkuat Perjalanan Singkat

0
961

“Nobody can give you wiser advice than yourself” (Cicero)

 

Manusia dipanggil dan diberi mandat oleh Tuhan YME untuk hidup dan menghidupi bumi ciptaanNya. Itulah amanat yang diberikan kepada manusia sejak awal sejarah. Manusia mengelola bumi dengan bertanggungjawab, manusia mesti berpeluh melakukan tugas besar itu. Itulah sebabnya manusia disebut *imago dei* (segambar dengan Allah) bahkan ia diberi predikat “khalifah Allah” sebuah julukan yang punya makna dan dampak signifikan bagi peradaban manusia di masa depan. “Mission sacre” itu dijalankan oleh manusia tidak dalam kesendiriannya. Ia membutuhkan seorang penolong yang sepadan dengan dia. Menurut kesaksian Alkitab, Allah kemudian mengambil tulang rusuk Adam-manusia pertama- dan menciptakan perempuan bernama Hawa, untuk mengelola bumi sebagai mitra Adam. Penciptaan seorang perempuan dengan mengambil salah satu rusuk Adam tidak berarti bahwa perempuan itu adalah ‘sub’ atau ‘bawahan’ laki-laki. Realitas itu ingin menunjukkan tentang adanya kemitraan, kesatuan relasional, ada kesatuan tubuh, “kesatutubuhan” antara laki-laki dan perempuan.

 

Ketidaktunggalan manusia pada awal sejarah itu memberikan kepada kita sebuah konsep berfikir tentang begitu banyak aspek. Misalnya tentang pola kepemimpinan yang tidak boleh “one man show”, tentang dimensi keagungan seksualitas; tentang perlunya ‘second opinion’; tentang perlunya ‘supporting person’; tentang pentingnya seorang penasihat yang bisa memberikan wisdom; dan banyak aspek lagi yang bisa digali dan dielaborasi. Keduaan, “dualitas” tak bisa lagi difahami sebagai sebuah kemubaziran, tapi sesuatu yang tetap produktif dan bahkan bisa amat bermakna.

 

Berangkat dari pemaknaan pemaknaan itu maka kemudian manusia disebut makhluk sosial, “homo socius” dan tidak sama sekali dalam alur pikir ‘homo homini lupus’. Manusia yang mengemban makna ‘makhluk mulia’ yang diciptakan Allah, memang tak bisa lagi hidup sendiri, hidup menyendiri, menutup diri dan atau mengisolasi diri. Manusia memerlukan manusia lainnya. Manusia hidup dalam interaksi dengan manusia lainnya; manusia hidup dalam komunitas, manusia memasyarakat dan membangsa. Manusia mengmbangkan akses, mengembangkan kerjasama, manusia berjejaring dan bersinergi.

 

Menbangun kerjasama, bersinergi, mengembangkan “kesalingan” memiliki makna yang amat signifikan dalam membangun kehidupan. Dalam sebuah kerjasama, ada “kesetaraan”, tak ada pihak yang menonjolkan diri sehingga terwujud kesatuan tubuh, kesatuan visi. Ibarat suara yang menyatu dalam sebuah Paduan Suara demikianlah kualitas kesatuan (suara, pemikiran dan tindakan) dalam sebuah komunitas. Suara Sopran, Alto, Tenor dan Bas dalam sebuah Paduan Suara berada dalam posisi yang seimbang/balans. Jika ada salah satu suara dari antara SATB itu yang keras dan kuat sendiri, maka suara dalam paduan suara itu tidak lagi berpadu dengan baik, dan hakikat kedirian sebuah paduan suara kehilangan maknanya.

 

Ada kisah bagus tentang ‘kerjasama’ dari khazanah kelampauan. Adalah sebuah patung yang diberi nama “Honore de Balzac” karya pematung Auguste Rodin, yang tidak memiliki tangan. Pada awalnya waktu patung itu dikerjakan Rodin sejatinya patung itu memiliki tangan. Sesudah patung itu selesai dibuat Rodin memanggil murid-muridnya dan para sahabatnya untuk menyaksikan patung itu. “Tangan itu, tangan itu!” kata seseorang sambil berdecak kagum “Guru belum pernah aku melihat tangan (patung) demikian hidup. Hanya Tuhan yang mampu memahatnya” kata yang lain. “Tangan itu, tangan itu. Wow luar biasa!” kata murid yang lain. Rodin merasa tak enak mendengar komentar para muridnya. Ia seakan mendapat “nasihat bijak” dari murid-muridnya. Ia lalu mengambil sebilah kapak dan memotong tangan patung itu. Murid-muridnya berusaha menahannya namun gagal karena Rodin dengan kekuatan luar biasa menghabisi tangan-tangan indah yang ada pada patung itu. “Aku mesti menghancurkan “tangan-tangan” itu karena tangan-tangan itu bisa hidup sendiri. Ketika itu terjadi maka tangan-tangan itu tidak lagi merasa menjadi bagian dari seluruh kehidupan patung itu. Ingat baik-baik, tak ada satu bagianpun yang lebih penting dari keseluruhan bagian!”

 

Auguste Rodin, sang pematung tidak ingin menampilkan pikiran-pikiran asosiatif tentang ketidakseimbangan bagian-bagian dalam komponen patung itu, tatkala seseorang melihat patung karyamya itu menampilkan tangan yang lebih “hidup” ketimbang bagian-bagian lainnya. Ia respek terhadap komentar 3 orang muridnya, dan ia pun kemudian meniadakan tangan-tangan pada patung itu. Idealisme, pemikiran dan gagasan bernas tentang sebuah *keutuhan* tak boleh terkoyak atau terbinasakan hanya karena ‘tangan-tangan yang hidup’ itu agaknya yang hadir dalam pikiran Rodin kala itu.

 

Pikiran Cicero yang dikutip dibagian awal artikel tidak dimaksudkan menafikan apalagi meniadakan nasihat yang datang dari banyak orang disekitar kita. Nasihat itu tetap punya arti namun bagaimanapun pikiran jernih dari diri kita sendiri akan tetap bermakna tatkala kita berhadapan dengan begitu banyak masalah, agenda, PR didepan kita. Sebagai umat beragama, kita yakin dan percaya kita tetap survive dihadang dan didera berbagai derita, jika kita tetap beriman kepada Tuhan, memohon wisdom dariNya dan memperoleh nasihat dari rekan-rekan kita. Tetap semangat, konsisten dengan resolusi 2018 dan teruslah tegap melangkah!

 

Selamat berjuang. God bless.

 

*Weinata Sairin*

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here