Kebaikan Membungkam Kejahatan

0
3396

 

Oleh:Herry Oktavianus

 

 

Umumnya seseorang akan berbuat baik terhadap orang lain apa bila orang tersebut pernah berbuat baik atau paling tidak kepada seseorang yang dianggapnya tidak jahat. Kebaikan dibalas dengan kebaikan dan perbuatan jahat dibalas dengan  kejahatan sepertinya  sudah menjadi “wajah” dunia, akan tetapi membalas kejahatan dengan kebaikan itu perbuatan luar biasa.

*Kemuliaan, keagungan jiwa* bersumber dari hati mulia dan agung yang terpancar melalui sikap dan tindakannya. Hati yang tulus dan baik melahirkan hal-hal bersifat tulus dan baik melalui pikiran, perkataan dan perbuatan.

*”Orang yang baik mengeluarkan barang yang baik dari perbendaharaan hatinya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan barang yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat. Karena yang diucapkan mulutnya, meluap dari hatinya.”*(Lukas 6:45)

*”sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan,”*(Markus 7:21)

 

Seorang abdi Allah bernama Elisa berhasil mengatasi dan  membungkam kejahatan dengan perbuatan baik(2 Raja-raja6:8-23), suatu tindakkan yang cenderung tidak menjadi pilihan manusia saat menghadapi orang yang dibenci atau yang menjadi musuhnya apa lagi terhadap orang yang terbukti sudah berbuat jahat dan merugikannya:

“Lalu bertanyalah raja Israel kepada Elisa, tatkala melihat mereka:”Kubunuhkah mereka, bapak?”

“Tetapi jawabnya: “Jangan! Biasakah kaubunuh yang kautawan dengan pedangmu dan dengan panahmu?* Tetapi hidangkanlah makanan dan minuman di depan mereka, supaya mereka makan dan minum, lalu pulang kepada tuan mereka.”

“Disediakannyalah bagi mereka jamuan yang besar, maka makan dan minumlah mereka. Sesudah itu dibiarkannyalah mereka pulang kepada tuan mereka. Sejak itu tidak ada lagi gerombolan-gerombolan Aram memasuki negeri Israel.” (2 Raja-raja 6:21-23).

Sikap dan keputusan Elisa abdi Allah mendeskripsikan,  bahwa *kekerasan tidak akan pernah menghasilkan kebaikan akan tetapi kebaikan senantiasa membuka pintu selebar-lebarnya kepada kesadaran hati untuk berbalik berbuat kebaikan bahkan terhadap musuh sekalipun dapat diubah menjadi orang yang baik*.

Kebaikan didasari takut akan Tuhan melahirkan belas kasih yang mulia dan yang membaharui jiwa.

Demikian juga Kristus Tuhan menyatakan:

*”Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu.”*

*”Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu.”*

*’Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.”*

*”Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar.”*(Matius 5:39,43-45)

 

Kepribadian seseorang juga sangat dipengaruhi oleh tabiat-tabiat serta kebiasaan-kebiasaan yang sering dilakukannya, misalkan kebiasaan berucap kata-kata yang kasar atau bersikap kasar akan membentuk kepribadiannya. Demikian juga yang dikemukakan oleh Elisa, abdi Allah itu kepada raja Israel: “biasakah kau bunuh yang kau tawan dengan pedangmu dan dengan panahmu”, hal ini menggambarkan sesuatu bersifat psikologis yang dapat mempengaruhi terhadap terbentuknya kepribadian seseorang.

 

“Sangatlah sulit untuk mengasihi orang yang telah berlaku jahat kepada kita, tapi orang yang mampu mengasihi musuhnya adalah “anak-anak Allah”.

 

Berdasarkan Alkitab bahwa perbuatan baik maupun kebaikan bukan dikarenakan pada kemampuan dan kesempatan melakukannya atau perbuatan membalas kebaikan dengan kebaikan. Perbuatan baik maupun kebaikan merupakan *”buah iman”* yang dihasilkan dari sikap hidup takut akan Tuhan, dimana Injil menterjemahkan sebagai wujud dari sikap hati seseorang yang mengasihi Allah dan mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri.

“Jawab Yesus kepadanya: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.”

“Itulah hukum yang terutama dan yang pertama.”

“Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”

Sikap dan perbuatan mengasihi Allah dan manusia diimplementasikan Elisa abdi Allah itu.

 

Pintu Gerbang Tahun 2018 telah terbuka bagi semua orang dan bagaimana keberadaan setiap orang menjalaninya itu tergantung dari sikap apa dan bagaimana orang tersebut mengawalinya.

Tiada pandangan, filosofi, dan sikap hidup yang terbaik dari yang baik selain pandangan, filosofi dan sikap hidup *”mengasihi Allah dan sesamanya manusia seperti diri sendiri”* untuk menjadi pilihan mengawali dan menjalani tahun-tahun hidup ke depan, prinsip hidup seperti ini akan menuntun seseorang melangkah dari satu kemenangan kepada kemenangan hidup lainnya sebab Tuhan berjanji:

*”Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai?”*

*”Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu.tapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.”*

*”Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.”*(Matius 6:31-34)

Dan Tuhan senantiasa menyertainya sampai kepada akhir zaman. (Matius 28:20)

Tiada satupun kebaikan atau perbuatan baik yang sempurna selain berdasarkan sikap hati dan pandangan hidup mengasihi Allah dan mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here