Pdt. Weinata Sairin: Doa dan Harapan Menyongsong Akhir Tahun

0
4079

 

“Deus meliora det. Semoga Allah memberi yang lebih baik”.

 

Sebagai umat yang beragama dan berkepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kita patut bersyukur kepada Tuhan oleh karena dalam menapaki hari-hari menuju akhir tahun 2017 ini, kita berada dalam suasana aman, damai dan sejahtera. Secara khusus umat beragama, utamanya umat Kristiani Indonesia menyampaikan apresiasi dan penghargaan kepada Pemerintah dan jajaran Polri dibawah kepemimpinan Bapak Kapolri yang telah bekerja keras, sehingga perayaan Natal/aktivitas Natal telah dapat berlangsung dengan aman, lancar tanpa gangguan sehingga umat dapat melaksanakannya dengan khusuk dan penuh sukacita. Hal yang amat membanggakan dalam konteks perayaan Natal adalah kesediaan dari beberapa lembaga, non kristiani, yang ikut membantu menjaga agar perayaan Natal dapat berlangsung dengan lancar. Sikap seperti ini adalah bukti nyata bahwa dalam sebuah NKRI yang majemuk relasi, interaksi dan saling membantu diantara warga bangsa yang berbeda agama adalah sesuatu yang sejatinya harus terwujud.

 

Hari-hari raya keagamaan harus mendorong kita untuk melakukan dua permenungan mendasar.

Pertama, apa makna fundamental hari raya keagamaan itu bagi diri pribadi.

Kedua, apa lesson learn hari raya itu bagi kehidupan kita membangsa?

 

Hari raya keagamaan, tidak boleh hanya terfokus sebatas selebrasi atau hal-hal ritual disekitarnya. Bahwa dalam merayakan hari Natal ada ornamen, ada pohon natal, ada drama, paduan suara, bahkan stand up comedy dan sebagainya, tapi hakikat Natal tidak hanya berada disitu. Pesan utama Natal adalah bahwa Allah mendatangkan damai sejahtera itu memasuki sejarah umat manusia, yang didalamnya damai dan sejahtera tidak lagi mendapat tempat.

 

Bagi diri pribadi hari raya keagamaan harus makin memperdalam kualitas spiritual kita sehingga kita makin mengalami kekuatan dan keberanian dalam menghadapi berbagai persoalan dalam kehidupan ini. Hari raya itu meninggalkan kesan mendalam dalam kehidupan pribadi, bahkan mengubah dan membaharui kedirian kita.

 

Hari raya keagamaan dalam sebuah NKRI yang majemuk semestinya juga memiliki makna bagi penguatan wawasan keagamaan, sekaligus wawasan kebangsaan sehingga bisa ikut memantapkan relasi dan tali silaturahim antar warga bangsa.

 

Dalam sebuah Indonesia yang masyarakatnya menganut berbagai agama: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Khonghucu; dan berkepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa maka kedepan kita akan mengalami secara kontinyu dan berulang-ulang berbagai hari raya keagamaan yang selalu dengan sukacita dan penuh syukur oleh seluruh umat beragama.

 

Kita semua berharap agar pelaksanaan hari raya keagamaan dan aktivitas keagamaan dapat berjalan aman, tertib, lancar, khusuk bahkan tanpa harus mendapatkan penjagaan yang ketat dari aparat keamanan. Model penjagaan seperti itu untuk pelaksanaan ibadah agama yang disertai dengan “sterilisasi” ruangan ibadah acap dirasakan cukup mengganggu suasana peribadahan, sebagai sebuah aktivitas relasional antara sang makhluk dengan kuasa Transenden.

 

Di masa depan kita semua berharap agar pelaksanaan ibadah agama benar-benar terwujud secara khidmat, khusuk sehingga ekspresi religius umat kepada kuasa Yang Diatas benar-benar mengalir deras, penuh kuasa dan energi spiritual dan menimbulkan kepuasan psikologis bagi umat.

 

Kita bersyukur bahwa Pemerintah melalui Kementerian Agama telah memberikan pelayanan yang makin baik bagi agama-agama. Pengaturan hari raya keagamaan, penggunaan istilah keagamaan dalam konteks hari raya itu harus sangat “pruden” agar sejalan dengan faham teologi setiap agama dan dilakukan dalam kordinasi dengan Majelis Agama di tingkat nasional. Tupoksi/tusi pemerintah dalam melayani agama-agama harus dijaga agar tidak memasuki ranah Majelis-majelis agama, sehingga semuanya berjalan dengan baik dan tertib. Pemunduran hari raya keagamaan oleh pemerintah seperti yang pernah terjadi tahun 2003 tidak boleh terjadi lagi atas alasan apapun, kecuali atas pertimbangan teologis dari agama terkait.Hal yang amat fundamental berkaitan dengan rumah ibadah, peran pemerintah adalah berupaya optimal agar setiap umat beragama dapat membangun rumah ibadah dan beribadah di rumah ibadah mereka. Dalam hal masih terdapat hambatan dalam pembangunan itu, tidak berarti umat kehilangan haknya untuk melaksanakan ibadah sesuai dengan ketentuan UUD NRI 1945.

 

Pepatah yang dikutip di awal bagian ini adalah rumusan *doa*, semoga Allah memberi yang lebih baik. Ya yang lebih baik bagi kita sebagai pribadi, komunitas dan bangsa, dalam segala hal. Dalam kehidupan agama, politik, ekonomi, hukum, kebudayaan dan bidang-bidang lain yang menyangkut hajat hidup orang banyak, kita berdoa kiranya Allah memberi yang lebih baik. Doa seperti itu layak kita panjatkan menyongsong akhir tahun, dan harus di ikuti dengan kerja keras, komitmen serta pertobatan!

 

Selamat berjuang. God bless

 

*Weinata Sairin.*

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here