Oleh: Nikodemus Rindin
Ketika orang majus melihat bintang di Timur maka datanglah mereka dari Timur ke Yerusalem untuk mencari data tentang, “Dimana Dia, raja orang Yahudi yang baru dilahirkan itu? Kehadiran Sang Natal ke dalam dunia membuat pihak istana geger, dalam hal ini Herodes gagal memahami dan memaknai tentang Sang Natal itu sehingga dia meresponi dengan suatu kepanikan dan kegeraman sebab baginya tidak boleh ada raja tandingan karena itu bisa mengancam wibawanya, statusnya dan kerajaannya. Itu sebab sebelum semuanya terlambat maka dia berencana mengantisipasi semuanya sedini mungkin. Karena itu ketika orang majus bertanya tentang dimana keberadaan raja orang Yahudi yang baru lahir itu berdasarkan tanda bintang-Nya di Timur maka Herodes terkejut dan berespon lalu kabar tentang kelahiran Anak itu meluas dan menggemparkan Yerusalem (Matius 2:2-3). Tidak cukup sampai disitu , maka Herodes lalu memanggil semua imam kepala dan ahli Taurat bangsa Yahudi, lalu dimintanya keterangan dari mereka. Dan ia pun ingin mengetahui, “dimana Mesias akan dilahirkan” (2:4).
Kelahiran Yesus begitu menarik perhatian, bahkan berita tentang kelahiran-Nya menembus ke ruang istana. Ada suatu respon yang indah dari Herodes bahwa mendengar bahwa Yesus Lahir, ia tidak diam saja. Namun berespon dengan sangat cepat dan penuh semangat. Karenanya istana menjadi geger dan tersentak. Dimanakah Mesias dilahirkan? Pertanyaan ini menjadi suatu pertanyaan yang sangat besar dalam sejarah umat manusia dan didalamnya tersimpan suatu semangat yang besar untuk ingin mengetahuinya. Tak sekedar bertanya namun ia mengumpulkan ahli-ahli kitab, yaitu semua imam kepala dan ahli Taurat bangsa Yahudi. Dan dalam waktu yang tidak terlalu lama maka segera ditemukanlah suatu informasi yang sangat tepat dan akurat sesuai dengan petunjuk kitab para nabi. Bahwa Mesias dilahirkan di Betlehem di tanah Yudea (2:5). Perjuangan Herodes dalam berespon menemukan hasil, dan kini dia tahu bahwa raja Yahudi itu ternyata dilahirkan di Betlehem tanah Yudea (2:5-6). Karena itu, ia berpesan kepada orang majus agar mereka “Pergi dan menyelidiki dengan seksama hal-hal mengenai Anak itu, dan segera setelah Anak itu ditemukan,kabarkanlah kepadaku supaya aku pun datang menyembah Dia” (2:8).
Hasilnya sangat mengagumkan para ahli kitab dan imam kepala begitu piawai dalam mengetahui dan menunjuk berita itu tetapi mereka sendiri tetap berada di istana. Herodes pun sama, ia menemukan petunjuk tentang Anak itu dan sangat berespon dengan cepat namun lagi-lagi ia pun tetap berada di istana. Elit rohani dan elit politik ternyata terlalu sibuk dengan urusannya dan tak terlalu bersemangat untuk keluar dari istananya demi menjumpai dan menyambut kelahiran Anak itu. Ahli kitab dan imam kepala terlalu pintar berkhotbah dan terlalu mampu untuk menjelaskan Alkitab serta isinya dan mampu menunjukan jalan kebenaran itu, namun mereka sendiri tidak memiliki hubungan secara pribadi dengan sang kebenaran itu. Herodes memiliki kekuasaan, memiliki informasi yang sangat akurat namun responnya tidak tulus. Ia tidak sungguh mau menerima dan menyambut Anak itu, apalagi menyembah-Nya. Hatinya busuk dan penuh kejahatan serta tipu daya. Maka surga pun tidak berkenan kepadanya. Ia terlalu sibuk dengan jabatan, kekuasaan, kenyamanan istana. Ia tidak punya waktu untuk Sang Natal itu. Namun ia sangat terganggu dengan kehadiran Mesias itu. Itu sebab tidak heran, informasi yang akuratpun tidak terlalu luar biasa tanpa hati dan aksi yang benar. Begitu banyak orang Kristen seperti ahli Taurat dan imam kepala, tetapi hati mereka kering meski dalam kelimpahan pengetahuan akan Firman Tuhan.
Herodes limpah dengan jabatan, kenyamanan, kekuasaan namun dirinya pun tidak diperkenan surga untuk berjumpa dengan bayi Kristus karena motivasi hatinya jahat. Meski sebetulnya jarak tempuh Yerusalem ke Betlehem tidak terlalu jauh, tetapi karena hatinya kering maka ia kehilangan kesempatan dan sukacita yang besar itu. Dan tidak heran bila sukacita natal itu pun jauh daripadanya. Para Majussecara jarak tempuh jauh dari tempat kelahiran Sang Natal, namun anehnya justru mereka yang menikmati sukacita Natal itu. Ternyata jauh dan dekat bukan menjadi penyebab kita dapat menerima sukacita itu, karena sejatinya berkenanan dengan sikap hati. Dekorasi, acara, pengkhotbah, dan pakaian baru bukanlah menjadi penyebabnya tetapi sikap hati.
Namun yang menarik adalah meski orang majus tidak tahu Anak itu dilahirkan dimana, petunjuk yang mereka miliki sangat terbatas namun karena hati mereka bersungguh-sungguh dan bersemangat maka mereka rela berjalan dari jauh dari Timur ke Yerusalem. Di tangan mereka tidak ada kitab dan mereka pun bukan ahli kitab, mereka pun bukanlah iman kepala dan mereka juga bukanlah orang lingkar dalam istana. Tetapi ketika melihat bintang itu, maka bagi mereka ini adalah suatu pertanda bahwa “Ada seorang raja Yahudi, yang baru dilahirkan.” Maka mereka memiliki hati yang sangat besar, hati yang penuh gairah dan sukacita untuk menjumpai Anak itu agar mereka dapat menyembah Dia (2:2). Itu sebab Natal harusnya adalah datangnya orang-orang yang memiliki semangat, sukacita dan kerinduan yang besar akan ke hadiran Allah dalam dunia. Kata menyembah yang digunakan oleh orang Majus dengan kata menyembah yang digunakan oleh Herodes sama persis, namun dimanakah letak perbedaannya? Letaknya adalah di dalam motivasi hati.
Sebetulnya saya tidak mau terlalu dalam membahas bagian ini namun ada suatu pesan yang sangat kuat yang saya dapatkan yaitu bahwa semua orang bisa merayakan natal, bisa melayani, bisa berkhotbah namun darimanakah anda tahu bahwa orang itu betul-betul merayakan natal, betul-betul melayani dan berkotbah dengan murni? Dari motivasi yang tersingkap di dalam hati maka tahulah kita kesejatian itu. Namun tidaklah perlu bagi kita untuk mencari-cari manakah orang yang betul-betul murni hatinya, tetapi kiranya ini membuat masing-masing kita introspeksi diri agar kita terus berbenah dalam hidup ber-Tuhan. Tak perlu kita mengkafir-kafirkan orang lain apalagi menganiaya orang lain yang berseberangan pemahaman dengan kita. Karena bagi saya kekristenan yang ber-Tuhan dan berajaran yang benar pasti bersifat elegan. Biarkan yang hanya nyaman menjadi ahli Taurat dan imam kepala tetap menjadi imam kepala dan ahli Taurat, kalau mereka tidak mau berubah apa dikata bukan kita yang rugi. Dan biarkan Herodes tetap menjadi Herodes yang keras kepala dan berhati batu, karena motivasinya yang jahat maka dia dilewatkan dari kesempatan untuk berjumpa dengan-Nya. Namun menjadi urusan bagi kita untuk menentukan sikap dan menunjukan kepada mereka yang belum percaya tentang keberadaan kebenaran sejati itu, Sang Natal. Tetapi kalau mereka tetap nyaman dengan istananya maka kita sajalah yang berangkat, walau seorang diri. Karena ternyata mereka yang berjumpa secara langsung lebih berbahagia ketimbang mereka yang hanya puas dengan kitab tebal dan undangan khotbah. Mereka yang berjumpa langsung memiliki sukacita yang tak terkata itu melampaui sukacita istana dan kerajaan dunia.
Namun lagi-lagi pertanyaannya adalah siapakah yang bersukacita penuh? Yaitu orang majus yang mau berlelah-lelah, yang mau bersungguh – mereka mau datang dari jauh dan tidak berhitung untung rugi. Mereka tidak hanya mengetahui adanya Juruselamat yang lahir tetapi mereka “pergi” atau “berangkat” atau “beranjak” dari daerah mereka menuju kepada tempat “sukacita itu.” Sebagai ahli perbintangan maka mereka adalah orang yang pintar, namun mereka mau menundukan kepintarannya di dalam tuntunan cara “bintang” yang bersinar. Tadinya mereka hanya melihat sinarnya dari jauh tetapi kini mereka bukan hanya dekat namun berjumpa dengan sumber sinar itu sendiri. Yerusalem yang dekat dengan sinar itu justru tidak mengalami cahaya terang sinar itu, hati mereka tetap gelap dan puncaknya disanalah Kristus dihukum mati. Apa yang menjadi sukacita orang majus adalah sukacita yang penuh. Perjalanan yang sangat jauh tidak melelahkan hati mereka. Sukacita mereka telalu kuat sehingga Alkitab pun mencatat bahwa ketika mereka tiba di tempat itu maka masuklah mereka ke dalam rumah, dan melihat Anak itu lalu sujud menyembah Dia. Kisah Natal adalah kitab sukacita bagi mereka yang percaya. Namun kisah natal juga bisa menjadi sukacita yang besar bagi mereka yang baru mengalami perjumpaan dengan-Nya. Perjumpaan yang sejati tidak bisa lepas dari rasa syukur, dan sujud sembah kepada-Nya. Akibatnya sangat jelas, sujud penyembahan adalah ekspresi dari kerendahan dan ketulusan hati, sebagai tanda bahwa seseorang mau menundukan diri dan berkenan kepada Tuannya. Lalu dilanjutkan dengan suatu persembahan yang mengungkapkan bahwa bukan hanya diri, namun harta yang dimilikipun tidak ditahannya melainkan diberikan dengan sukacita. Banyak orang terlalu berani berkata aku cinta Yesus namun tidak mengijinkan harta bendanya bahkan dirinya menjadi alat ditangan Tuhan. Namun tidaklah demikian dengan para majus dari Timur. Maukah engkau bahagia yang dimiliki orang majus? Doa saya kiranya kitalah orang yang berbahagia, sama seperti bahagia yang dimiliki orang majus. Tiap kali Natal tak sekedar acara yang mewah dan gelamor tetapi sungguh mempertajam pemahaman dan menumbuhkan iman bahkan membawa kita untuk hidup dengan sikap yang benar dihadapan Tuhan.
Natal tahun ini saya sangat berbahagia bukan karena saya mendapatkan harta warisan atau amplop tebal namun karena di natal tahun ini saya boleh berbagi dengan rekan sepelayanan melalui pengiriman buku rohani yang mungkin bagi orang tidak seberapa tetapi bagi saya dan berharap bagi penerimanya juga bahwa buku tersebut bermanfaat dan menolong dia dalam pelayanan. Tahun ini saya baru mengirimkan satu paket buku dan berharap tahun depan bisa dua atau tiga paket yang bisa membuatnya dan jemaatnya terus bertumbuh di dalam Tuhan. Tentu bagi saya bukan karena saya bisa membantu Tuhan dalam hal ini, namun saya mengucapkan syukur dan memuji Tuhan karena tangan ini bisa berbuat seturut dengan yang bisa saya lakukan. Saya yakin bila kita bertanya apakah emas, kemenyan dan mur adalah hadiah yang paling cocok untuk Yesus? Saya berkata tentu tidak. Namun karena orang majus ingin menunjukan sikap sukacitanya karena telah menerima Yesus dan berjumpa dengan-Nya maka mereka pun mau melepaskan secara rela dan sukacita dari apa yang mereka punya.
Dan saya juga bersyukur natal tahun ini saya diberikan Tuhan kesempatan untuk bisa kembali ke kampung halaman. Ini tentu sesuatu yang sangat membahagiakan juga buat keluarga di sana karena sudah enam tahun saya belum pulang ke kampung halaman. Entah bagaimana bentuk wajah mereka sekarang ini, orang tua tentu sudah semakin menua, dan ponakan yang dulunya masih kecil kini badannya sudah besar, abang dan adik saya pun mungkin ada yang gemuk dan mungkin kurus kering. Namun tahukah anda apa bahagiaku, yaitu saat saya bisa datang membahagiakan mereka. Itu sebab tak lupa kubelikan mereka satu persatu baju dan sepatu. Saya tidak tahu respon mereka namun responku adalah aku sangat bersyukur dan bersukacita. Belum kuinjakan kaki di kalimantan sudah ada tiga gereja lokal yang akan mengundang berkhotbah, itu artinya berkesempatan bagiku untuk menjadi berkat bagi orang-orang di sana. Artinya juga saya pun harus menyiapkan khotbah-khotbah itu. Apakah mereka akan senang mendengarkan khotbah saya? Saya pun tidak tahu tetapi saya mau memilih untuk memberitakan Firman Tuhan dengan sukacita, sama seperti suakcita yang pernah saya terima dari Tuhanku. Terlalu banyak hal yang bisa kita lakukan sebagai respon sukacita dari Tuhan kalau kita mau. Jika kita telah mengalami sukacita itu, maka kita pun akan terus mau belajar menjadi alat di tangan-Nya. Akhirnya selamat Natal bagi semua pembaca yang terkasih, Tuhan Yesus memberkati.
Sumber: http://rumahpemuridan.com/