Oleh: Pdt. Pinehas Djendjengi
Roma 12:9-21
(9) Hendaklah kasih itu jangan pura-pura! Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik.
12:10 Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat. (11) Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan. (12) Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa! (13) Bantulah dalam kekurangan orang-orang kudus dan usahakanlah dirimu untuk selalu memberikan tumpangan! (14) Berkatilah siapa yang menganiaya kamu, berkatilah dan jangan mengutuk! (15) Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis! (16) Hendaklah kamu sehati sepikir dalam hidupmu bersama; janganlah kamu memikirkan perkara-perkara yang tinggi, tetapi arahkanlah dirimu kepada perkara-perkara yang sederhana. Janganlah menganggap dirimu pandai! (17) Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang! (18) Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang! (19) Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan. (20) Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya. (21) Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!
Iman melampaui pengalaman empirik. Tanpa iman pengalaman rohani kita selalu berkisar pada hal-hal logis.
Ada sebuah cerita menghebohkan bahwa telah ditemukan rapor sekolah Tuhan Yesus. Tentu saja ini cerita fiktif. Dalam buku rapor itu dituliskan bahwa nilai agama Yesus C. Kenapa bisa rendah sekali? Karena ketika guru agama bertanya, “Siapakah yang menciptakan dunia?” Yesus menjawab, “Bapa-Ku”. Nilai olah raga-Nya D. Pasalnya, ketika Yesus disuruh lomba berenang, eh Dia malah berjalan di atas air. Nilai berhitung-Nya lebih rendah lagi, yaitu E. Karena ketika di suruh menjumlahkan 2 ikan dan 5 roti, Dia menyimpulkan 12 bakul. Tapi anehnya nilai pelajaran kimia-Nya sangat bagus. Dia meraih A plus. Kenapa? Karena Dia berhasil menjadikan air menjadi anggur. Dia dianggap jago melakukan fermentasi zat kimia.
Tanpa iman, Alkitab akan kita nilai menurut pengalaman empirik dan kemampuan otak kita. Ya, seperti guru menilai Yesus dalam kisah di atas. Hal-hal di luar yang biasa dianggap aneh dan tidak bernilai. Hanya iman yang memungkinkan kita melampaui pengalaman empirik.
Jika dikatakan bahwa kita harus berdamai dengan semua orang, mungkinkah ini terjadi? Menurut akal manusia ini adalah mustahil! Tapi dalam iman itu mungkin terjadi.
Tentang damai, kita harus mulai dari diri sendiri. Pertama-tama kita harus berdamai dengan diri sendiri. Persoalannya, kita sering tidak berdamai dengan diri sendiri. Berapa banyak perempuan yang merasa dirinya kurang bahkan jauh dari cantik? Berapa banyak laki-laki yang menilai dirinya tidak layak dan tidak sepadan untuk bidang-bidang yang semestinya mereka geluti? Anak-anak muda juga banyak yang demikian. Merasa bodoh dan tidak sanggup.
Kebanyakan dari kita belum berdamai dengan diri kita, karena tubuh kita masih “kurang dan lemah” menurut pandangan kita sendiri. Akibatnya kita selalu menyesali diri. Kita menyesali nasib, karena merasa tidak sempurna seperti orang lain.
Berdamailah dengan diri sendiri. Lihatlah bahwa kekurangan, kesulitan dan penderitaan adalah karunia untuk kita bangkit dari pesimisme, agar kita bangun dari tidur.
Damai juga berhubungan dengan orang lain. Tetapi persoalan terbesar ketika kita berhadapan dengan orang lain, kita mungkin pernah dan bahkan selalu dikecewakan. Kita kecewa kepada suami atau istri, bahkan anak-anak dan saudara-saudara, karena mereka melakukan hal-hal yang menyakiti hati kita. Yesus hadir untuk membuka mata rohani kita dan mengerti bahwa mengatasi rasa sakit hati dan kekecewaan bukanlah dengan membenci “musuh” tapi dengan mendoakan mereka. Dia berkata, “Kasihilah sesamamu manusia dan doakanlah musuhmu.” Dia mengajarkan nilai damai yang luas dan tak berbatas.
Berdamailah dengan diri sendiri. Selanjutnya berdamailah dengan sebanyak-banyaknya orang yang ada di sekitar kita.