Orang Benar Memberi dengan Benar

0
4814

Pdt. Pinehas Djendjengi

 

 

Maleakhi 3:6-12

(6) Bahwasanya Aku, TUHAN, tidak berubah, dan kamu, bani Yakub, tidak akan lenyap. (7) Sejak zaman nenek moyangmu kamu telah menyimpang dari ketetapan-Ku dan tidak memeliharanya. Kembalilah kepada-Ku, maka Aku akan kembali kepadamu, firman TUHAN semesta alam. Tetapi kamu berkata: “Dengan cara bagaimanakah kami harus kembali?” (8) Bolehkah manusia menipu Allah? Namun kamu menipu Aku. Tetapi kamu berkata: “Dengan cara bagaimanakah kami menipu Engkau?” Mengenai persembahan persepuluhan dan persembahan khusus! (9) Kamu telah kena kutuk, tetapi kamu masih menipu Aku, ya kamu seluruh bangsa! (10) Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan. (11) Aku akan menghardik bagimu belalang pelahap, supaya jangan dihabisinya hasil tanahmu dan supaya jangan pohon anggur di padang tidak berbuah bagimu, firman TUHAN semesta alam. (12) Maka segala bangsa akan menyebut kamu berbahagia, sebab kamu ini akan menjadi negeri kesukaan, firman TUHAN semesta alam.

 

“Orang benar memberi dengan benar!” Tema ini mau menyoroti kehidupan umat Tuhan dalam kaitan dengan persembahannya kepada Tuhan. Kegiatan memberi persembahan adalah bagian penting dalam kehidupan beriman, bahkan erat hubungannya dengan keselamatan kita. Yang terutama di sini adalah bukan apa yang kita berikan melainkan bagaimana kita memberikannya.

Sebagai umat Tuhan, bagaimanakah seharusnya kita memberikan sesuatu (sebagai persembahan) kepada Tuhan?

Untuk menjawab pertanyaan ini, pertama-tama mari kita belajar dari kisah umat Tuhan dalam pembacaan di atas. Bacaan tersebut menceritakan mengenai umat Israel pada zaman Maleakhi. Seperti kita tahu, umat Israel menjalani kehidupan berimannya di bawah Hukum Taurat, yaitu Hukum Tuhan yang diberikan melalui Musa lalu kemudian dijabarkan oleh Musa. Salah satu peraturan dalam Hukum ini adalah persembahan persepuluhan. Persembahan Persepuluhan adalah hitungan sepuluh persen dari hasil usaha seseorang. Contohnya, jika saya beternak sapi, maka dari sepuluh ekor sapi yang dipelihara, saya harus mengambil 1 ekor untuk dipersembahkan kepada Tuhan. Hal ini berlaku juga untuk usaha lain, seperti bercocok tanam, berdagang dan lain sebagainya. Jika seluruh hasil usaha itu diuangkan, maka tetap diambil sepuluh persen untuk dipersembahkan. Sepuluh persen yang diambil dari hasil usaha itu haruslah yang terbaik. Tuhan menuntutnya demikian.

Pada zaman Maleakhi, banyak umat Tuhan tidak mengindahkan tuntutan Tuhan ini. Mereka memang tetap memberikan persembahan persepuluhannya, tetapi sepuluh persen yang mereka berikan itu bukanlah yang terbaik. Sepuluh persen yang mereka berikan adalah ternak yang bernoda, cacat atau yang sudah rusak. Atas hal ini Tuhan marah dan mengatakan bahwa, kamu telah menipu Aku!

Pada saat-saat tertentu umat Tuhan tidak rela memberikan yang terbaik kepada Tuhan karena mereka musim paceklik. Pikir mereka, kalau yang terbaik diberikan kepada Tuhan, lalu kami bagaimana? Melihat gelagat ini Tuhan menantang mereka: “Apakah Aku tidak dapat membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan? Apakah Aku tidak dapat memelihara tanaman-Mu?

Dari kisah kita dapat simpulkan bahwa memberi dengan benar adalah memberikan yang terbaik bagian yang sudah ditentukan untuk Tuhan. Memberi seperti ini adalah memberi dalam keyakinan bahwa Tuhan dapat menjamin kita dalam kondisi sulit sekalipun.

Memberikan persembahan persepuluhan pada masa itu adalah cara orang-orang Israel hidup dalam keselamatan Tuhan. Dengan mengikuti peraturan Tuhan mereka selamat. Jika tidak, mereka tetap hidup dalam kutuk. Menipu Tuhan lewat persepuluhan mernutup jalan mereka untuk mengalamim keselamatan Tuhan (ay 9).

Sekarang ini bagaimana caranya kita memberikan persembahan yang benar? Apakah kita masih harus memberikan persepuluhan seperti dilakukan oleh orang-orang Israel dulu?

Sebelum menjawab hal ini maka saya ingin menjelaskan sesuatu hal. Pada waktu dulu keselamatan manusia ditentukan oleh Hukum Taurat (termasuk peraturan persepuluhan). Dengan mentaati Hukum Taurat mereka hidup dalam keselamatan.

Tetapi, setelah Yesus datang ke dunia, keselamatan bukan lagi ditentukan oleh Hukum Taurat, tetapi oleh Yesus. Pola hidup beriman sekarang mengacu pada Yesus. Dalam hal memberi persembahan pun kita mengacu pada Yesus, bukan lagi pada Hukum Taurat. Ketika Paulus mengatakan: “Adalah lebih berbahagia memberi daripada menerima”, ia mengacu pada Tuhan Yesus.

Kalau dasar keselamatan kita sekarang adalah Tuhan Yesus, dan Yesus sendiri menghendaki agar kita tetap memberikan persembahan, lalu bagaimana kita memberikan persembahan itu dengan benar? Persembahan yang benar dihadapan Tuhan adalah seperti dikatakan oleh Paulus dalam Roma 12:1: “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itulah ibadahmu yang sejati.

Yang pertama dan terutama diinginkan Tuhan dari kita bukan lagi bagian-bagian terkecil dari hidup kita melainkan hidup kita. Atas dasar ini, jika kita datang memberikan persembahan kepada Tuhan, pada saat yang sama kita sedang membawa diri kita kepada Tuhan. Itulah sebabnya Tuhan memuji persembahan seorang janda yang hanya berjumlah satu perak saja, karena dia memberikan itu dengan mempertaruhkan hidupnya.

Bukan berarti bahwa persembahan orang kaya tidak akan diterima Tuhan. O tentu akan diterima Tuhan bila disertai dengan penyerahan diri yang sungguh-sungguh. Bukan memberi dengan alasan agar dipuji.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here