Batu Sentuhan dan Batu Sandungan

0
7494

Oleh: Pdt. Andreas Loanka

 

BGA dari Yesaya 8:11-22

 

 

Ahas dan penasihat-penasihatnya takut terhadap persepakatan, baik internal maupun eksternal.  Ada kecurigaan  terhadap permufakatan dalam negri untuk menjatuhkannya dan ketakutan terhadap permufakatan Israel dan Damaskus untuk menyerangnya. Dengan kata lain, Ahas takut kepada manusia dan kekuatan manusia, namun ia tidak takut akan Allah. Dampaknya, ia lebih bersandar kepada manusia dan menghimpun manusia untuk menjadi sumber kekuatannya.  Hal ini membuatnya tetap mengeraskan hati dan tidak mau mendengarkan firman Allah.

 

Kekerasan hati raja Ahas dipakai Yesaya untuk mengingatkan para muridnya akan firman Tuhan. Pertama-tama, ia memberikan peringatan secara negatip kepada para murid:  “Jangan sebut persepakatan segala apa yang disebut bangsa ini persepakatan, dan apa yang mereka takuti janganlah kamu takuti dan janganlah gentar melihatnya” (Yes. 8:12).  Kemudian ia memberikan peringatan yang bersifat positif, yaitu agar mereka mengakui TUHAN semesta alam sebagai Yang Kudus serta hidup takut akan Tuhan (Yes. 8:13).

 

Tuhan akan menjadi tempat kudus, tetapi juga menjadi batu sentuhan dan batu sandungan bagi kedua kaum Israel (Yes. 8:14), yaitu Kerajaan Selatan (Kerajaan Yehuda) dan Kerajaan Utara (Keraajaan Israel).  Tuhan adalah kasih dan senantiasa menganugerahkan kebaikan dan kasih setia kepada umat-Nya. Namun Tuhan adalah kudus, sehingga umat tidak dapat menyepelekan kasih karunia-Nya serta hidup di dalam dosa.  Bagi orang-orang berdosa Ia adalah batu sentuhan dan batu sandungan, yaitu “Ehben negeph” (batu yang memukul) dan “tsoor mikshol” (karang yang membuat tersandung). Banyak di antara mereka yang akan tersandung, jatuh dan luka parah, tertangkap dan tertawan (Yes. 8:15).

 

Di dalam Perjanjian Baru dengan tegas dinyatakan bahwa “batu” itu adalah Tuhan Yesus.  Ia adalah adalah “batu penjuru” (1Pet. 2:7; Mzm. 118:22), tetapi juga “batu sentuhan dan batu sandungan” (1Pet. 2:8; Yes. 8:14-15).  Bagi orang-orang yang percaya, Ia mahal. Ia adalah batu penjuru yang menjadi fondasi, patokan, dan pengikat batu-batu lain di dalam suatu bangunan.  Tetapi bagi mereka yang tidak percaya, Ia tidak berharga. Ia bagaikan batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan dan telah menjadi batu sandungan.

 

Di dunia ini ada orang-orang lebih takut kepada manusia dari pada takut akan Allah.   Karena takut akan manusia, maka mereka pun lebih bersandar kepada manusia.  Lebih celaka lagi, ada yang bersandar kepada manusia yang sudah mati, dan mencari petunjuk kepada arwah orang mati dan roh-roh peramal (Yes. 8:19). Hal ini tentu sangat tidak berkenan di hati Allah.

 

Tuhan menghendaki agar kita percaya kepada-Nya dan bersandar kepada-Nya.  Bukannya takut kepada manusia dan bersandar kepada kekuatan manusia, tetapi hidup takut akan Allah dan senantiasa mengandalkan-Nya.  Dia adalah Tuhan semesta alam, yang mencipta, memelihara dan menjadi Juruselamat kita.

 

Salam dan doa

Dari  Pdt. Andreas Loanka

GKI Gading Serpong

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here