Pdt. Weinata Sairin: Menjadikan Mimpi Hadir di tengah Realitas

0
1385

“A dream is just a dream. A goal is a dream with a plan and a deadline.” (Harvey Mackay)

 

Setiap orang pasti pernah bermimpi dalam hidupnya. Mimpi dalam arti “biasa” atau mimpi dalam arti “cita-cita” atau “angan-angan”. Mimpi pada malam hari atau mimpi pada siang hari. Menurut Edgar Allan Poe, mereka yang mimpi pada siang hari menyadari bahwa ada banyak hal yang hilang saat mereka bermimpi pada malam hari. Kata “mimpi” juga terkadang punya konotasi “sesuatu yang tak mungkin terjadi”. Misalnya pada waktu awal kuliah, kita meminta kepada orangtua kita agar dibelikan sepeda motor agar program kuliah kita bisa lebih terbantu. Dan orangtua kita menjawab : “Mimpi, uang dari mana untuk beli sepeda motor?” Mungkin orang tua zaman sekarang akan menjawab: “Uang dari “Hongkong” untuk beli sepeda motor, untuk sewa apartemen saja belum ada uang!”

 

Mimpi memiliki keterkaitan dengan kondisi psikologis kita. Kondisi kita yang enjoy, sedang diamuk derita, kondisi yang kurang fit secara fisik acap kali menghadirkan mimpi-mimpi yang terkadang mengangkat kondisi yang tengah menekan kita. Ian Wallace pernah menginterpretasikan sekitar 150 ribu mimpi dari pengalaman 30 tahun berpraktik sebagai psikolog. Misalnya mimpi tentang “Tak mampu Mengendalikan Kendaraan”. Dalam mimpi, kendaraan andalah simbol kemampuan kita dalam mengejar kemajuan dalam hidup. Artinya dalam kehidupan nyata kita mungkin merasa tidak memiliki cukup kendali dalam menuju jalan kepada kesuksesan. Realitas itu harus disiasati dengan mengikuti naluri dasar yang kita miliki lalu arahkan diri kita pada jalan yang terbaik.

 

Mimpi adalah bagian dari kehidupan seorang manusia. Siapapun dia, apapun kapasitasnya. Mimpi yang dialami seseorang dalam tidurnya bagi banyak orang, terutama generasi masa lalu, bukan generasi milenial, dianggap sebagai penanda terjadinya suatu peristiwa yang akan menimpa orang itu dan atau keluarganya, baik peristiwa sukacita maupun peristiwa buruk. Itulah sebabnya “orang dulu” acap memberi tafsir terhadap mimpi

 

Mimpi, dalam arti tertentu bisa berarti cita-cita, angan-angan sesuatu yang “muluk” dan “tinggi” yang untuk mencapainya dibutuhkan waktu yang lama, ketekunan, kesabaran, komitmen tinggi. Kita perlu punya mimpi. Dan kita bersyukur bahwa banyak orang-orang kita yang memiliki mimpi besar untuk membangun bangsa ini. Tak pernah kita bayangkan ada Taman Mini Indonesia Indah, ada Taman Buah Mekarsari, ada Taman Impian Jaya Ancol, ada “kota-kota baru” Meikarta, Jababeka, proyek LRT, MRT dan sebagainya tanpa ada orang yang punya mimpi panjang tentang itu, siapapun dia. Tanpa mau bermimpi, tanpa punya angan-angan, tanpa ada kerja keras, tanpa ada ‘diplomasi tinggi’, tanpa ada dedikasi tinggi bagi sebuah NKRI masa depan, tak mungkin kesemua itu terwujud.

 

Semua ‘orang besar’ dengan gayanya masing-masing punya mimpi-mimpi besar, punya angan-angan, punya cita-cita. Gandhi merumuskan dengan padat cita-citanya : “berusaha, mencari, menemukan dan tidak menyerah”. Napoleon pernah menegaskan ” satu-satunya penaklukan yang kekal dan tidak meninggalkan penyesalan adalah “penaklukan atas diri kita sendiri”. Tatkala Ibu Ramdulari Devi yang berusia 80 tahun mendengar anaknya terpilih sebagai Perdana Menteri India ia meresponsnya dengan menyatakan : “Aku berharap Lal Bahadur menjamin kemakmuran bangsa ini bahkan meskipun ia harus mengorbankan hidupnya sendiri”.

 

Mimpi, cita-cita, angan-angan menjadi bagian integral dari kehidupan seorang manusia. Setiap orang memiliki mimpinya sendiri-sendiri. Agama-agama mendorong dan memotivasi setiap umat beragama untuk memiliki cita-cita, mengembangkan dirinya, berkarya dengan bertanggungjawab sesuai dengan hakikat kedirian mereka yaitu sebagai “imago dei” dan sebagai  “khalifah Allah”. Berdasarkan kompetensi, kapasitas, talenta yang di anugerahkan Allah maka manusia menorehkan karya besar dalam hidupnya demi kemaslahatan orang banyak.

 

Pepatah yang dikutip diawal bagian ini menegaskan bahwa mimpi hanyalah sebuah mimpi, namun untuk mewujudkan tujuan dalam mimpi itu, maka mimpi mesti diikuti dengan perencanaan dan tenggat waktu. Kita sudah dan akan terus punya mimpi sesuai dengan tahap dan episode kehidupan kita. Mari kita tetapkan plan dan deadline dari mimpi kita sesuai dengan pikiran Harvey Mackay.

 

Selamat Berjuang. God Bless.

 

Weinata Sairin.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here