Oleh: Pdt. Pinehas Djendjengi
Ibrani 10:19-25
(19) Jadi, saudara-saudara, oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus, (20) karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diri-Nya sendiri, (21) dan kita mempunyai seorang Imam Besar sebagai kepala Rumah Allah. (22) Karena itu marilah kita menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh, oleh karena hati kita telah dibersihkan dari hati nurani yang jahat dan tubuh kita telah dibasuh dengan air yang murni. (23) Marilah kita teguh berpegang pada pengakuan tentang pengharapan kita, sebab Ia, yang menjanjikannya, setia. (24) Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik. (25) Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.
Kata ibadah untuk komunitas Kristen bukanlah kata asing untuk didengar. Kata yang identik dengan aktifitas rohani kekristenan ini sudah berakar dari generasi ke generasi. Akan tetapi amat disayangkan karena dalam kenyataannya kita sering hanya bisa mengatakan, apakah di hadapan Tuhan ataukah di hadapan manusia, bahwa kita adalah orang-orang yang beribadah. Namun dalam prakteknya refleksi teologis dan pemaknaan konkret ibadah itu seringkali tidak sesuai dengan apa yang Allah inginkan. Bahkan, ada yang memiliki konsep yang keliru terhadap cara beribadah, yaitu tidak perlu ke rumah ibadah (gereja), cukup dengan menonton tayangan rohani di televisi, rekaman video atau media visual lainnya. Lewat media itu mereka sudah bisa mendengar khotbah dan membentuk ibadah sendiri di rumah. Kita bersyukur bahwa kita boleh menikmati berkat Tuhan dari media itu, tetapi jangan sampai hal itu menyebabkan kita menjauh dari pertemuan-pertemuan ibadah.
Atau, sering orang beralasan tidak bisa mengikuti ibadah karena tidak ada waktu, terlalu sibuk, janji pertemuan banyak dan perlu menyalurkan hobi, sehingga ibadah pada hari minggu atau pertemuan ibadah lainnya tidak bisa dihadiri. Camkanlah bahwa pertemuan ibadah itu penting karena di dalamnya kita mau memusatkan perhatian pada Allah yang menjadi dasar peribadahan. Kita tidak mungkin hidup hanya dengan memusatkan diri pada kemanusiaan dan kesibukkan semata. Kita beribadah untuk menghampiri Allah dalam kebersamaan lalu bersyukur atas apa yang telah dilakukan-Nya bagi kita melalui anak-Nya Yesus Kristus dan Roh-Nya yang Kudus.
Ibadah menuntut komitmen iman dan pengakuan bahwa Dialah Allah dan Tuhan kita yang layak dipuji dan disembah. Kenapa kita dianjurkan untuk tidak menjauhi pertemuan-pertemuan ibadah? Sebab adalah:
Kita beribadah karena ibadah itu mengandung janji keselamatan. Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, mengandung janji baik untuk hidup kini maupun untuk hidup yang akan datang (1 Timotius 4:8).
Membuat kita terhindar dari dosa dan tetap hidup dalam pengetahuan tentang kebenaran (Ibrani 10:26).
Ibadah menjadi dasar kita untuk merefleksikan hidup yang mau memperhatikan sesama. Marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam pekerjaan kasih dan dalam pekerjaan yang baik (Ibrani 10:24).
Bagaimana dengan ibadah kita saat ini? Adakah kita semakin tekun menghadiri pertemuan-pertemuan ibadah atau justru sebaliknya? Adakah kita mulai menjauhkan diri dari pertemuan Ibadah? Jika itu sedang kita alami, renungkanlah kembali: ibadah itu mengandung janji keselamatan kita. Atau adakah kita mulai mundur dari pertemuan ibadah karena sikap hati yang tidak benar? Mintalah kepada Tuhan supaya kuasa kedagingan yang ada di hati kita terpatahkan oleh pedang Roh dan Firman Tuhan. Selanjutnya dorong dan bawa diri dalam ibadah, karena hanya lewat ibadah kita akan semakin memiliki persekutuan yang kuat dengan Tuhan.