“De nihilo nihil, in nihilum nil posse reverti. Dari yang tidak ada tidak akan dihasilkan apa-apa, dari yang kosong tidak akan ada yang hilang”.
Nihil itu sesuatu yang tak bermakna. Jika orang berupaya kesana kemari melamar pekerjaan dan hasilnya “nihil” artinya ia tidak berhasil dalam upayanya itu. Seseorang bisa sangat kecewa jika upayanya berujung pada “nihil”. Ia bisa stress, depresi, sangat emosional; apalagi jika semua upaya itu sudah menghabiskan biaya yang besar. Namun jika dalam hubungan dengan pajak status kita “nihil” maka kita boleh bergembira oleh karena kita tidak memiliki kewajiban untuk membayar pajak. Artinya semua kewajiban kita dalam hal pajak sudah selesai. Nihil artinya nol, zero, tidak ada isinya, tidak memiliki apa-apa. Tatkala Tuhan Yang Maha Esa pada awal pertama _mencipta_ maka Ia sebagai Khalik Semesta Alam mencipta itu dari ketiadaan. Biasanya dinyatakan bahwa Tuhan Yang Mah Esa itu menciptakan segala sesuatu itu dengan *creatio ex nihilo*.
Creatio ex nihilo, mencipta dari ketiadaan adalah rumusan yang menegaskan bahwa Tuhan Yang Maha Esa itu benar-benar kuasa Transenden, Kuasa Yang Diatas yang menciptakan sesuatu tanpa ada bahan-bahan awalnya. Mencipta berbeda dengan membuat. Membuat gado-gado, artinya sang pembuat itu menggunakan bahan-bahan yang ada : kacang tanah, kangkung, tahu, tauge, dan sebagainya, sehingga terwujudlah benda/menu yang disebut gado-gado.
Itulah sebabnya kata “mencipta” agak jarang digunakan ketimbang kata “membuat”. Biasanya kata “mencipta” digunakan dalam kalimat misalnya “menciptakan lagu”, “menciptakan desain”.
Dalam perspektif agama-agama manusia diberi mandat untuk bekerja, mengelola bumi yang telah diciptakan Allah, dengan penuh tanggung jawab. Manusia harus berkeringat, berjerih payah untuk menghasilkan sesuatu. Dengan akal budi, intelektualitas dan fisik yang Allah anugerahkan manusia harus berkarya. Ia tidak bisa berdiam diri, ia harus mengubah yang nihil itu menjadi ada. Ia tak boleh membiarkan yang nihil itu tetap nihil.
Manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa tak boleh dihinggapi pesimisme dan rasa putus asa. Manusia Indonesia yang berPancasila adalah manusia yang berketuhanan Yang Maha Esa; manusia yang beragama yang berharap kepada Tuhannya.
Ajaran agama mendorong umat manusia untuk berupaya, berikhtiar, berupaya agar segala sesuatu menjadi baik dan bermakna. Manusia adalah figur sentral dalam penciptaan Allah dan manusia adalah juga tokoh utama dalam sejarah dan peradaban. Manusia adalah sosok pembuat dan pekarya. Ia mengubah yang nihil menjadi sesuatu yang ada, yang nampak. Mari kita terus berkarya, menabur yang baik selama hari masih siang. Akan datang malam dimana tak ada seorangpun yang mampu bekerja. Bekerjalah bagi bangsa, bukan hanya untuk diri sendiri.
Selamat berjuang. God bless.
Weinata Sairin.