Oleh: Pdt. Pinehas Djendjengi
Yosua 24:14-15
(14) Oleh sebab itu, takutlah akan TUHAN dan beribadahlah kepada-Nya dengan tulus ikhlas dan setia. Jauhkanlah allah yang kepadanya nenek moyangmu telah beribadah di seberang sungai Efrat dan di Mesir, dan beribadahlah kepada TUHAN. (15) Tetapi jika kamu anggap tidak baik untuk beribadah kepada TUHAN, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah; allah yang kepadanya nenek moyangmu beribadah di seberang sungai Efrat, atau allah orang Amori yang negerinya kamu diami ini. Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!”
Apakah hidup ini mempunyai tujuan yang pasti? Ataukah bergerak secara acak, liar dan tanpa tujuan? Ada sebagian orang berpandangan bahwa hidup ini (termasuk alam semesta) bergerak tanpa tujuan. Ia ada begitu saja lalu kemudian lenyap. Bila pandangan ini kita pilih, maka dapat dibayangkan, hidup kita pun akan kita jalani tanpa tujuan. Kita akan berjalan tanpa arah yang jelas.
Ternyata tidak begitu. Hidup ini punya tujuan! Tujuannya bukan sebatas kefanaan dunia ini. Kalau tujuan kita cuma sebatas kefanaan dunia ini, maka kata Paulus, kita adalah orang paling malang di dunia ini. Begitu hidup di dunia berakhir, kita tidak punya apa-apa lagi (bnd. 1 Korintus 15:19).
Tujuan hidup kita melampaui dunia ini. Allahlah sumber, isi dan arah tujuan hidup kita. Dialah tujuan hidup kita yang sejati. Tanpa Dia kita tidak mungkin dapat bertahan dalam hidup ini. Karena itu pilihlah: Anda akan beribadah kepada Allah atau kepada yang lain. Namun, Yosua telah memberikan contoh yang tepat. Di hadapan bangsanya ia dengan tandas berkata: “Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada Tuhan!”
Mengapa Yosua perlu menyatakan sikap imannya ini? Latar belakangnya ada. Pada waktu Yosua masuk tanah Kanaan, Tuhan Allah masih membiarkan bangsa-bangsa Kanaan ada di situ. Artinya, umat Tuhan, termasuk gereja sekarang ini, perlu bergaul dengan orang lain. Kita perlu belajar hidup bersama walau berbeda. Namun ada bahayanya ketika kita masuk dan hidup dalam masyarakat luas. Bahayanya kalau kita larut dan terhanyut. Adalah mustahil kalau kita bergaul dan hidup bersama tanpa terpengaruh. Pasti ada pengaruhnya. Apakah Tuhan marah kalau kita terpengaruh? Tentu saja tidak, kalau pengaruhnya positif. Yang Tuhan marah adalah kalau kita berbalik dan berpaut kepada allah lain (bnd. Yosua 23:12-13). Kondisi dan keadaan sekitar kita jelas akan memengaruhi kita. Tapi, kata Yosua, kamu harus berpaut pada Tuhan Allahmu (23:8) dan Demi nyawamu, bertekunlah mengasihi Tuhan Allahmu (23:11).
Supaya tidak mudah terpengaruh, maka kita harus memiliki iman yang kuat, komitmen beribadah yang teguh dan prinsip iman yang jelas. Itulah yang ditandaskan Yosua di depan bangsanya, bahwa ia dan seisi rumahnya hanya akan beribadah kepada Tuhan. Camkan baik-baik, Yosua membangun komitmen bukan hanya untuk dirinya, tapi juga dengan keluarganya. Ia bertanggung jawab atas pembangunan iman keluarganya.
Pilihan beribadah kepada Allah kini kita jalani secara konkret dalam kepercayaan kita kepada Yesus. Kenapa lewat Yesus? Karena di dalam dan melalui Kristuslah kita menjadi dekat dengan Allah. Di dalam Kristus kita merasakan Allah secara nyata. Allah yang mau menyapa dan mengerti kita. Melalui Kristus jugalah kita mengenal Allah yang peduli dan mau menanggung penderitaan kita. Di dalam Yesus kehidupan bersama Allah menjadi makin terang dan makin nyata. Jangan tunggu lagi, tentukanlah pilihanmu sekarang!