Pdt. Weinata Sairin:”Kindness in words creates confidence. Kindness in thingking creates profoundness. Kindness in giving creates love “. (Lao-Tzu)

0
1441

Sebagai seorang yang beragama kita terus menerus terpanggil untuk mewujudkan ‘kebaikan’ dalam kehidupan kita. Kebaikan itu mewujud dalam begitu banyak bentuk baik perkataan maupun perbuatan. Sejak kecil ayah dan ibu kita memperkenalkan sekaligus mengajarkan perbuatan baik kepada kita. Bahkan ayah dan ibu memberi contoh konkret bagaimana berbuat baik terhadap orang orang yang ada disekitar kita.

Orangtua kita mengajarkan bahwa berbuat baik itu mesti dimulai dari dalam kehidupan rumah tangga lalu mengalir ke tetangga, kawan-kawan dan lingkup yang lebih luas. Perbuatan baik dinyatakan dalam kata-kata, misalnya berkata-kata yang sopan terutama kepada orang yang lebih tua. Bersikap sopan kepada mereka yang lebih tua dan mengucapkan salam “selamat pagi”, “selamat siang” dan sebagainya selalu diingatkan berulang-ulang oleh orang tua pada setiap kesempatan.

Kebaikan, berbuat baik adalah hal-hal standar yang mestinya diwujudkan secara kontinyu dalam kehidupan manusia, apalagi manusia beragama yang referensi teologisnya amat kuat dan luas. Namun dalam kenyataan praktis selalu saja ada kendala bagi seseorang untuk melakukan perbuatan baik.

Kisah-kisah kebaikan yang terjadi mengisi ruang-ruang sejarah di zaman baheula, selalu menghadirkan inspirasi segar untuk menggapai hari hari baru yang mekar bersama embun pagi. Kebaikan hati, perbuatan baik bisa lahir dimanapun dalam suasana apapun. Adalah Philip Sidney yang dijuluki “ksatria paling berjasa yang pernah hidup”. Pada tahun 1586 Philip Sidney terbaring sekarat di medan perang Zuthpen. Seseorang memegangnya untuk meminumkan air kepadanya. Namun air itu ternyata tidak ia minum; Philip memberikan air itu kepada prajurit lain yang tidak ia kenal, dan terbaring luka disampingnya. Philip Sidney berucap : “Ia lebih membutuhkan air minum itu ketimbang diriku”

Kebaikan hati seseorang terkadang meniadakan dan mematikan kepentingan diri sendiri. Kebaikan hati kepada orang lain, apalagi kepada orang yang memang sangat membutuhkan tidak pernah melakukan kalkulasi.

Dalam kisah tadi, seorang Sidney memberi inspirasi dan referensi kuat bahwa kebaikan hati, perbuatan baik itu adalah sesuatu yang amat esensial dalam membangun relasi antar manusia.

Dalam sebuah masyarakat majemuk seperti Indonesia, yang masyarakatnya amat beragama, nilai-nilai kebaikan seharusnya mewarnai dan menjadi roh dari kehidupan seluruh warga bangsa. Keberagamaan bangsa ini harus mengatasi keberagamaan yang formalistik, kosmetik, dan simbolik. Keberagamaan warga bangsa dari sebuah entitas NKRI seharusnya keberagamaan yang utuh penuh, jauh dari ambivalensi dan hipokrisi.

Lao Tzu menyatakan bahwa kebaikan dalam kata, dalam pemikiran, dalam memberi akan melahirkan hal-hal positif dalam kehidupan. Adalah sesuatu yang positif jika kita menyimak ungkapan Lao Tzu itu dan mengimplementasikannya dalam kehidupan konkret.

Selamat berjuang. God bless.

Weinata Sairin.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here