Oleh: Pdt. Pinehas Djendjengi
Mazmur 9:12-21
(12) Bermazmurlah bagi TUHAN, yang bersemayam di Sion, beritakanlah perbuatan-Nya di antara bangsa-bangsa, (13) sebab Dia, yang membalas penumpahan darah, ingat kepada orang yang tertindas; teriak mereka tidaklah dilupakan-Nya. (14) Kasihanilah aku, ya TUHAN; lihatlah sengsaraku, disebabkan oleh orang-orang yang membenci aku, ya Engkau, yang mengangkat aku dari pintu gerbang maut, (15) supaya aku menceritakan segala perbuatan-Mu yang terpuji dan bersorak-sorak di pintu gerbang puteri Sion karena keselamatan yang dari pada-Mu. (16) Bangsa-bangsa terbenam dalam pelubang yang dibuatnya, kakinya tertangkap dalam jaring yang dipasangnya sendiri. (17) TUHAN telah memperkenalkan diri-Nya, Ia menjalankan penghakiman; orang fasik terjerat dalam perbuatan tangannya sendiri. H i g a y o n. S e l a (18) Orang-orang fasik akan kembali ke dunia orang mati, ya, segala bangsa yang melupakan Allah. (19) Sebab bukan untuk seterusnya orang miskin dilupakan, bukan untuk selamanya hilang harapan orang sengsara. (20) Bangkitlah, TUHAN, janganlah manusia merajalela; biarlah bangsa-bangsa dihakimi di hadapan-Mu! (21) Biarlah mereka menjadi takut, ya TUHAN, sehingga bangsa-bangsa itu mengakui, bahwa mereka manusia saja.
Pengalaman-pengalaman Israel dan pemazmur yang penuh dengan pertolongan Tuhan menjiwai syair-syair lagu (mazmur) dalam bacaan ini. Israel bukan saja hanya menerima pertolongan Tuhan, tetapi juga menghimpun mereka di Sion (bagian kota tertua di Yerusalem) dan akan memelihara mereka “secara khusus” di situ. Sebagai Hakim, Allah akan membela perkara-perkara mereka: jikalau darah orang kecil tertumpah, maka Dialah yang bertindak sebagai Penolong, Penebus dan Pembalas mereka (ay. 13).
Bagaimana pertolongan Tuhan itu dinyatakan kepada umat-Nya, digambarkan oleh pemazmur melalui pengalaman dirinya. Bahwa dari kesengsaraannya yang amat berat (dikiaskan dengan kata: ‘di pintu gerbang maut’) Allah telah mengangkatnya dan menyelamatkannya. Ia diselamatkan dari ‘pintu gerbang maut’ ke ‘pintu gerbang Sion’. Pengalaman Israel dan pengalaman pemazmur ini telah menjadi pengalaman yang bermakna di mana jiwa dan hati mereka dibentuk secara baru. Oleh jiwa dan hati baru itu, kini mereka harus beribadah kepada Tuhan dan bersaksi tentang perbuatan-perbuatan-Nya yang besar. Mereka harus bersaksi supaya bangsa-bangsa lain tahu apa yang telah diperbuat Allah atas mereka.
Berbeda dengan Israel, bangsa-bangsa yang tetap hidup dalam kejahatannya akan tersandung oleh kejahatannya sendiri. “Mereka terbenam dalam pelubang yang dibuatnya, kakinya terperangkap dalam dalam jaring yang dipasangnya sendiri” (ay. 15). Atas kerjahatannya itu Allah akan bertindak dan menghakimi mereka.
Sebagai umat yang diselamatkan Allah, Israel dan pemazmur tidak ingin ‘enak sendiri’. Mereka bermohon kepada Tuhan agar bangsa-bangsa yang jahat disekitar mereka beroleh keselamatan juga. Mewakili bangsanya, pemazmur bedoa: “Biarlah mereka menjadi takut, ya Tuhan, sehingga bangsa itu mengakui, bahwa mereka manusia saja” (ay. 21). Dengan demikian mereka dapat menjadi manusia yang bertanggung jawab dan berhenti bertindak sewenang-wenang.
Pengalaman Isarel (dan pemazmur) sangat kontras dengan pengalaman bangsa-bangsa di sekitar mereka. Israel, karena pertobatannya, diselamatkan oleh Tuhan, sedangkan bangsa-bangsa di sekitarnya, karena kejahatannya, dihakimi Allah dan mendapat hukuman. Dari dua sudut yang kontras ini, Allah mau menunjukkan bahwa yang diingini dari manusia adalah kesetiaan, sementara kejahatan akan ditumpas. Allah akan terus memperlihatkan kepada manusia cara kerja-Nya yang adil atas dua hal yang kontras itu. Dengan demikian manusia diberi pilihan: mau hidup setia di hadapan Tuhan dan beroleh selamat atau hidup dalam kejahatan dan menerima penghukuman?
Bagi umat Israel yang diselamatkan dan dihimpun di Sion, dipanggil untuk memberitahukan perbuatan-perbuatan Allah bagi bangsa-bangsa lain. Bagaimana caranya? Ya, seperti dikehendaki Allah, mereka harus terus beribadah kepada-Nya. dalam kehidupan yang beribadah Allah akan menjamin hidup mereka dan memeliharanya. Kehidupan mereka yang beribadah dan pemeliharaan Tuhan atas mereka akan menjadi ‘kesaksian’ nyata bagi dunia (bangsa-bangsa).
Gereja-gereja sebagai wujud baru dari kehidupan di Sion adalah kumpulan umat Tuhan yang beribadah. Padanya keselamatan Tuhan telah dinyatakan melalui pengorbanan Yesus Kristus. Untuk itu gereja-gereja di manapun harus terus hidup menggereja (mewujudkan dirinya sebagai persekutuan yang benar dalam Tuhan) dan menampakkan ibadah-ibadahnya sebagai ‘kesaksian’ nyata bagi dunia sekarang ini. Dalam kehidupan seperti ini Tuhan akan memimpin dan memelihara mereka. Camkanlah, bahwa melalui kehidupan menggereja, dunia (bangsa-bangsa) diperkenalkan kepada Tuhan. Bukankah melalui kehidupan menggereja banyak bangsa telah datang kepada Tuhan? Tentu, kita harus sadar bahwa dalam hal ini kita (gereja) hanyalah ‘wadah’ yang dipakai oleh Allah untuk penyelamatan bangsa-bangsa.
Bagaimana dengan kehidupan kita selaku gereja-gereja di Indonesia? Kita harus tetap bersaksi! Kenyataan memang memperlihatkan bahwa kehidupan kita di negeri ini menghadapi tekanan dan ancaman yang berat. Tapi pertolongan Tuhan tidak akan berakhir. Mungkin situasi sulit yang kita hadapi memang harus tercipta di mana Allah akan memperlihatkan lagi cara kerja-Nya yang dahsyat. Tetaplah hidup menggereja dan teruslah bersaksi tentang Tuhan dan perbuatan-Nya. Itulah sikap kita untuk negeri yang kita cintai ini. Dan, itulah komitmen kita untuk bangsa yang kita cintai bersama.