Arti Kemerdekaan Di Dalam Kristus

0
26050

Oleh: Pdt. Pinehas Djendjengi

Galatia 5:1-14
(1) Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan. (2) Sesungguhnya, aku, Paulus, berkata kepadamu: jikalau kamu menyunatkan dirimu, Kristus sama sekali tidak akan berguna bagimu. (3) Sekali lagi aku katakan kepada setiap orang yang menyunatkan dirinya, bahwa ia wajib melakukan seluruh hukum Taurat. (4) Kamu lepas dari Kristus, jikalau kamu mengharapkan kebenaran oleh hukum Taurat; kamu hidup di luar kasih karunia. (5) Sebab oleh Roh, dan karena iman, kita menantikan kebenaran yang kita harapkan. (6) Sebab bagi orang-orang yang ada di dalam Kristus Yesus hal bersunat atau tidak bersunat tidak mempunyai sesuatu arti, hanya iman yang bekerja oleh kasih. (7) Dahulu kamu berlomba dengan baik. Siapakah yang menghalang-halangi kamu, sehingga kamu tidak menuruti kebenaran lagi? (8) Ajakan untuk tidak menurutinya lagi bukan datang dari Dia, yang memanggil kamu. (9) Sedikit ragi sudah mengkhamirkan seluruh adonan. (10) Dalam Tuhan aku yakin tentang kamu, bahwa kamu tidak mempunyai pendirian lain dari pada pendirian ini. Tetapi barangsiapa yang mengacaukan kamu, ia akan menanggung hukumannya, siapa pun juga dia. (11) Dan lagi aku ini, saudara-saudara, jikalau aku masih memberitakan sunat, mengapakah aku masih dianiaya juga? Sebab kalau demikian, salib bukan batu sandungan lagi. (12) Baiklah mereka yang menghasut kamu itu mengebirikan saja dirinya! (13) Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih. (14) Sebab seluruh hukum Taurat tercakup dalam satu firman ini, yaitu: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!”

Sebagai orang Kristen kita adalah warga Kerajaan Allah dan sekaligus juga kita adalah warga kerajaan dunia (warga negara). Kita harus tunduk pada aturan Tuhan, tapi juga tunduk pada aturan negara. Bagaimana kita mewujudkan sikap kita dalam dua ‘dunia’ itu. Sikap kita adalah: kita harus siap menderita di dalam dunia ini demi ketaatan kita kepada Tuhan.

Kita adalah orang merdeka tetapi tidak terikat kepada dunia ini. Kita juga tidak terikat pada manusia yang ada dalam dunia. Tetapi ini tidak berarti kita tidak perlu lagi patuh kepada sesama. Dalam 1 Korintis 9:19 Paulus berkata: “Sungguhpun aku bebas terhadap semua orang, aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang.”

Bagi Paulus, orang Kristen adalah orang yang bebas, orang yang sudah dimerdekakan oleh Tuhan. Kita sudah dimerdekakan (dibebaskan), benar. Tetapi, sekalipun demikian, masih banyak orang Kristen yang merasa lebih nyaman dengan kehidupannya yang lama. Karena itu dalam Galatia 5:1 Paulus berkata: “…berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan!”

Nah, kembali kepada kehidupan lama tidak pantas lagi kita lakukan. Tapi itu bukan berarti kita bebas dari tanggung jawab di dunia ini. Sebagai warga negara kita masih punya tanggung jawab terhadap sesama. Kita juga mesti tunduk pada pemerintah. Kita masih hidup di bawah peraturan-peraturan yang penting untuk kita junjung dan jalankan demi kebaikan bersama.

Akan tetapi perlu diingat, ketundukan kita pada hal-hal itu didasarkan pada prinsip: Segala sesuatu ini aku lakukan karena Yesus. Dialah patron bagi kita dalam mewujudkan makna kemerdekaan kita. Kenapa? Karerna dalam dirinya ada contoh-contoh kehidupan manusia baru. Diri kita tidak dapat melahirkan contoh itu. Kita hanya dapat mengikuti itu dari Yesus.

Pertama, keterbukaan kepada Allah. Yesus hidup dalam ketergantungan yang penuh kepada Allah. Dia menolak godaan dari ‘si pencoba’ untuk meningkatkan posisinya karena Yesus menekankan firman Allah sebagai sumber kehidupan, dan ketaatan kepada firman ini sebagai sumber kebahagiaan (bnd. Mat. 4:1-11). Dalam jawaban ini kita lihat bahwa untuk Yesus ketaatan kepada Allah menjamin kemanusiaan yang wajar.

Kedua, Yesus memenuhi hukum kasih sepenuhnya. Kasih ini membuat Yesus mendobrak banyak prasangka dan wasangka. Kasih ini dinyatakan dalam bentuk simpati, setia kawan, atau ibah. Kasih ini juga ada untuk orang yang menyerahkan Dia ke dalam tangan musuh-Nya dan orang-orang yang menyalibkan Dia.

Ketiga, kebebasan. Yesus tidak berasal dari dunia ini, walaupun Dia ada dalam dunia. Karena itu Dia bebas menghadapi lembaga-lembaga dunia.

Keempat, kritis. Yesus, berdasarkan kebebasan terhadap segala sesuatu tetap kritis. Ia kritis terutama terhadap manusia yang ‘sok religius’ (Yesus mengecam ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang telah berkarat dalam keangkuhan rohani). Yesus selalu membongkar kemunafikan dan pemberhalaan ‘ideologi’ yang tersembunyi yang ada di balik suatu penampilan religius.
Kelima, orisinil. Kemanusiaan Yesus adalah kemanusiaan yang penuh dengan orisinalitas. Dia ingin mengembalikan manusia pada ‘keasliannya’ sebagai gambar Allah.
Keenam, wujud ciptaan baru. Yesus memperlihatkan kemanusiaan yang wajar dan baru. Dia menentang segala kuasa yang mengancam manusia dan menciptakan keselarasan antara manusia dan lingkungannya. Dia rela menjadikan diri-Nya ‘korban’ demi keselarasan itu.
Sungguh, Yesus adalah jalan bagi kita untuk mengalami kemerdekaan sejati tanpa takluk pada dunia ini.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here