Oleh: Pdt. Weinata Sairin
Salah satu hari raya Gerejawi yang menjadi hari libur nasional di Indonesia adalah Hari Kenaikan Yesus ke surga. Kita patut bersyukur karena sejak tahun 2003 Hari Raya Kristiani ini tidak mengalami *pemunduran* atau *pemajuan* oleh pejabat Pemerintah. Pada tahun 2003 Pemerintah melalui Menko Kesra menetapkan bahwa hari raya keagamaan itu memiliki dua kategori. Kesatu, ritual dan Kedua seremonial. Kategori seremonial bisa dimundurkan atau dimajukan sedangkan yang ritual tidak bisa diubah. Hari Raya Kenaikan Yesus termasuk kategori seremonial sehingga dimundurkan dari hari Kamis 29 Mei 2003 menjadi hari Jumat.30 Mei 2003.
Pemunduran itu penting sehingga program long weekend yang diberlakukan Pemerintah sesudah peristiwa Bom Bali bisa dipenuhi. Program itu dimaksudkan agar wisatawan ke Bali yang sempat menurun jumlahnya bisa normal kembali.
Pada saat itu Majelis Pendidikan Kristen bersama Majelis Nasional Pendidikan Katolik memberikan catatan-catatan kritis terhadap kebijakan itu. Beberapa hal mendasar yang dipertanyatakan meliputi hal-hal berikut. Atas wewenang siapa pejabat pemerintah menetapkan kategori hari raya keagamaan itu; apakah pemerintah memiliki kewenangan itu, bukankah hal seperti itu menjadi ranah lembaga agama? MPK dan MNPK pada saat itu menyatakan tetap meliburkan sekolah-sekolah mereka dan meminta agar kebijakan itu tidak diulangi lagi.
Secara teologis umat Kristen percaya bahwa Yesus Kristus naik ke surga sesudah Ia bangkit pada peristiwa Paskah. Ia naik ke surga untuk menyiapkan tempat bagi setiap orang yang percaya kepadaNya. Menurut literatur, pada abad pertama Hari Kenaikan Yesus belum dirayakan secara khusus tetapi masih dilihat dalam rangkaian hari raya Paskah. Ada sumber yang menyebutkan bahwa pada awal abad ke-2 dan ke-3 perayaan Hari Kenaikan Yesus sudah mulai dikenal. Teolog Dr Abineno dalam bukunya menyatakan bahwa di Indonesia Hari Raya Kenaikan Yesus baru dikenal pada akhir abad ke-7.
Pesan utama Hari Kenaikan Yesus adalah bagaimana agar Gereja dan umat Kristiani tidak hanya menatap ke langit, bersikap vertikalistik tetapi tetap berakar di bumi, di konteksnya, berorientasi kepada pergumulan umat manusia di dunia. Gereja tidak boleh terjebak untuk berbicara dan concern pada hal-hal yang berada “diatas” tetapi harus berjuang agar “dibawah” ada keadilan, pemajuan HAM, tak ada diskriminasi dan ada penghormatan terhadap kemajemukan.
Gereja perlu mengedukasi warganya untuk tidak melarikan diri dari kenyataan dunia yang penuh dengan duka, luka, airmata, bom teroris dan berbagai kejahatan serta tindak pidana lainnya. Gereja mesti bergelut dengan dunia, menghadapi kenyataan pahit yang ada dikekinian dunia. Gereja menunjukkan kepeduliannya kepada manusia yang dililit derita dan merawat mereka dengan kasih yang diterima dari Allah.
Mari kita tidak lagi menatap ke langit. Kita berjuang terus mendatangkan damai sejahtera, mewujudkan Kerajaan Allah diruang sejarah.
Selamat Hari Kenaikan Yesus. God bless.