Oleh: Pdt. Pinehas Djendjengi
Yesaya 58:1-7
(1) Serukanlah kuat-kuat, janganlah tahan-tahan! Nyaringkanlah suaramu bagaikan sangkakala, beritahukanlah kepada umat-Ku pelanggaran mereka dan kepada kaum keturunan Yakub dosa mereka! (2) Memang setiap hari mereka mencari Aku dan suka untuk mengenal segala jalan-Ku. Seperti bangsa yang melakukan yang benar dan yang tidak meninggalkan hukum Allahnya mereka menanyakan Aku tentang hukum-hukum yang benar, mereka suka mendekat menghadap Allah, tanyanya: (3) “Mengapa kami berpuasa dan Engkau tidak memperhatikannya juga? Mengapa kami merendahkan diri dan Engkau tidak mengindahkannya juga?” Sesungguhnya, pada hari puasamu engkau masih tetap mengurus urusanmu, dan kamu mendesak-desak semua buruhmu. (4) Sesungguhnya, kamu berpuasa sambil berbantah dan berkelahi serta memukul dengan tinju dengan tidak semena-mena. Dengan caramu berpuasa seperti sekarang ini suaramu tidak akan didengar di tempat tinggi. (5) Sungguh-sungguh inikah berpuasa yang Kukehendaki, dan mengadakan hari merendahkan diri, jika engkau menundukkan kepala seperti gelagah dan membentangkan kain karung dan abu sebagai lapik tidur? Sungguh-sungguh itukah yang kausebutkan berpuasa, mengadakan hari yang berkenan pada TUHAN? (6) Bukan! Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, (7) supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri!
Selain dipanggil untuk melawan kejahatan yang ada di sekitar kita, kita juga dipanggil untuk melakukan perang terhadap diri sendiri. Hal apa yang perlu kita perangi terhadap diri kita? Banyak. Tapi salah satunya adalah sikap saleh yang palsu.
Kesalehan palsu dapat membuat orang Kristen merasa lebih dari yang lain. Mereka bangga disebut sebagai orang yang taat beragama. Mereka senang dipuji sebagai orang penuh doa dan rajin berpuasa. Ya, mereka dipuja oleh manusia, tetapi sebenarnya dibenci oleh Allah.
Kepada orang-orang seperti itu, Allah menegaskan: “Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri! (ay. 6-7).
Allah mengecam orang-orang yang tampaknya taat beragama namun tidak memperhatikan orang-orang miskin dan menderita. Jadi Allah menuntut kita untuk taat beribadah, tetapi pada saat yang sama Ia inginkan wujud nyata dari ketaatan itu lewat kepedulian terhadap sesama.
Kita harus memberi. Kita harus membantu orang susah. Itu yang dituntut Allah dari kita. Namun, di sini, kita juga harus berhati-hati. Jangan sampai langkah memberi ini menggiring kita pada kesalehan palsu yang baru. Orang Kristen banyak yang bangga karena ia dapat beramal dan rajin memberi sedekah. Tapi sebenarnya dia sedang mengharapkan imbalan yang lebih besar dari Tuhan. Keliru. Kalau kita memberi kita harus tulus. Tidak ada udang di balik batu.
Pemberian kita haruslah berlandaskan kasih. Kasih tidak pernah menjadikan orang yang dibantu sebagai batu loncatan untuk kepentingan kita. Camkanlah: kalau kita memberi dan membantu orang lain, sesungguhnya kita sedang membenamkan diri dalam rencana Tuhan. Kita sedang menjadi alat-Nya untuk menegakkan keadilan.