Oleh: Pdt. Weinata Sairin
Dari pengalaman empirik kita selalu cenderung memberi perhatian terhadap sesuatu yang di anggap *besar*. Kita selalu berupaya dekat atau bahkan mengejar ‘yang besar’. Kita anggap dengan punya kedekatan dengan ‘yang besar’, ‘yang mayoritas’, ‘yang memiliki pengaruh’, maka semuanya akan aman dan baik-baik saja. Dengan lebih memberi perhatian kepada ‘yang besar’ maka ‘yang kecil’ tidak menjadi agenda kita. Oleh karena itu ada banyak tokoh yang mengingatkan bahwa jangan kita melupakan ‘yang kecil’. Kecil itu indah, kata sang tokoh; setialah terhadap hal-hal yang kecil, jika kamu setia maka kamu akan diberi hal-hal yang besar.
Mereka yang dianggap kecil, selalu ada dalam setiap komunitas. Tragisnya yang kecil ini selalu menjadi pelengkap penderita bahkan menjadi obyek yang selalu dan bahkan dianggap wajib mengalami penderitaan. Yang kecil bahkan sering disebut “minoritas” harus selalu menjadi tumbal, yang kecil selalu dicatut namanya, dijadikan ‘atas nama’ demi kepentingan yang besar, yang mayoritas.
Kita semua dalam kapasitas apapun sering secara tak sadar hidup dalam belenggu ‘kecil besar’ dalam skema ‘minoritas mayoritas’. Kondisi ini tentu tidak sehat karena baik kecil maupun besar memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk berkontribusi. Sebaiknya kita semua meninggalkan skema berfikir minoritas-mayoritas atau pola pikir “mayority complex” atau “minority complex”. Istilah itu tidak dikenal dalam ketentuan peraturan perundangan kita. Istilah itu amat relatif jika dihubungkan dengan konteks, locus. Di suatu wilayah kita bisa “mayoritas” namun di wilayah lain kita bisa “minoritas”.
Pepatah yang dikutip di awal bagian ini mengingatkan bahwa kisah besar bisa muncul dari sesuatu yang bukan apa-apa, yang kecil dan sederhana. Kita yang berada dalam posisi kecil, tak bermakna, yang bukan apa-apa harus tetap optimis bhwa kita dan siapapun mampu membuat sejarah besar. Karya kita, pemikiran kita, kontribusi yang diberikan diberbagai bidang akan membuat sejarah dalam ruang-ruang kehidupan kita.
Mari jangan pikirkan realitas kita, berikan yang terbaik bagi masyarakat bangsa dan negara kita. Ukir karya terbaik selama hari masih siang, selama nadi masih berdenyut.
Selamat berjuang. God bless.