Oleh: Pdt. Weinata Sairin
Manusia, makhluk Allah yang fana adalah sosok yang dibalut kelemahan yang amat mendasar. Lemah dalam arti tak mampu mewujudkan kaidah-kaidah kehidupan yang standar. Tak memiliki kekuatan, kemauan dan kemampuan untuk memberlakukan perintah Allah sebagaimana yang diamanatkan Kitab Suci. Sisi lemah itu yang acapkali diungkap tatkala manusia berhadapan dengan permasalahan, dan dirumuskan sebagai execuse dari manusia.
Manusia memang jatuh bangun dalam menapaki jalan-jalan Allah. Ia kadang begitu setia dan berserah kepada Allah namun kadang ia jatuh terkapar, terempas dan terkandas ditengah lembah kehidupan yang ganas itu. Kitab Hakim-hakim dalam Perjanjian Lama memotret dengan cukup jelas realitas manusia dizaman itu yang kadang setia, dan pada saat yang lain melawan kuasa transenden. Tetapi Allah yang kesetiaan dan kesabaranNya tidak pernah berubah tetap mengampuni umat manusia dan merangkulNya dalam kasih yang utuh dan sejati.
Allah dalam kesabaran dan kasihNya terus menerus mengingatkan manusia, siapa dirinya, apa ‘tupoksi’nya, apa perintah Tuhan yang mesti dilakukan oleh manusia. Pengingatan ini amat penting agar manusia tidak terbelenggu pada konteks keduniaannya sehingga melupakan aspek vertikal-transental yang menjadi perspektif keakanannya.
Dalam Alkitab, Kitab Mazmur 8 memberi perspektif yang lain tentang manusia. Disitu kita tidak membaca narasi tentang manusia yang lemah, berlumur dosa, yang kehilangan potensi, tak punya energi tetapi sosok manusia yang “diciptakan hampir sama seperti Allah”. Hanya dalam Kitab Mazmur inilah sosok manusia dirumuskan dalam kekuatan seperti itu. Sosok dan figur seperti ini menampilkan manusia dalam wajah yang sama sekali lain.
Narasi manusia dalam Mazmur 8 ini memiliki keterhubungan dengan konsep “manusia sebagai imago dei” sebagai rumusan yang cukup prospektif tentang manusia. Andai kata rumusan-rumusan imago dei dan Mazmur 8 lebih dikedepankan dalam ruang-ruang kehidupan agaknya bisa menolong dalam upaya menghadirkan sosok manusia yang baru yang bisa berperan lebih signifikan dalam kehidupan nyata.
Narasi dari Kitab Yunus yang dikutip dibagian awal ini menampilkan sosok manusia yang secara frontal melawan perintah Allah. Kitab Yunus mendaftarkan beberapa perbuatan jahat yaitu praktek suap, memberi putusan tanpa dasar, memutarbalikkan hukum, tokoh yang menuntut. Jenis perbuatan jahat seperti ini bisa muncul disetiap zaman, sejak zaman baheula bahkan hingga zaman modern sekarang ini. Sosok manusia yang melawan perintah Tuhan telah menjadi wujud penampilan manusia yang terus berulang dalam beberapa tahun terakhir. Kedepan, manusia sebagai *imago dei* dan manusia yang _diciptakan hampir sama seperti Allah_ harus lebih dikedepankan dihari-hari mendatang, demi hidup dan peradaban yang lebih maju.
God bless.