UBI CARITAS ET AMOR, DEUS IBI EST: DIMANA ADA KASIH DAN CINTA, DISITULAH ALLAH BERADA

0
7623

Oleh: Pdt. Weinata Sairin

 

 

‘Cinta’ dan ‘kasih’ adalah dua kata populer yang menjadi bagian integral dari kehidupan umat manusia. Dua kata itu diucapkan, diwujudkan, diperagakan dalam berbagai bentuk mewarnai pentas hidup umat manusia. Banyak produk seni dan budaya yang mencoba memberi tafsir dan mengelaborasi kedua kata itu dengan cantik dan elegan. Lukisan, film, novel, puisi, koreografi, musik, tari dan berbagai bentuk seni budaya telah berupaya untuk mengadopsi dua kata itu sehingga karya seni yang dilahirkannya menyentuh kehidupan umat manusia.

 

Kata “cinta” dan “kasih” telah melahirkan kata-kata turunan lainnya seperti ‘kasih sayang’, ‘kekasih’, ‘belahan jiwa’ dan berbagai istilah lainnya yang juga dikenal dalam bahasa daerah di negeri ini. Kata ‘kekasih’ yang adalah pembendaan dari seorang yang kita kasihi, dapat dikatakan sebagai kata turunan yang amat populer dalam konteks hubungan antar manusia, secara spesifik relasi diantara dua orang yang berbeda jenis kelamin. Seorang kekasih adalah seorang yang dekat dengan kita dalam arti tertentu ia yang akan menjadi teman seiring jalan di masa depan dalam sebuah bingkai institusi yang bernama ‘perkawinan’.

 

Coba nikmati narasi puitis seorang D. Kemalawati, penyair perempuan kenamaan dari Tanah Rencong tentang *Kekasih* dalam puisi berjudul “Pesan Untuk Kekasih” :

 

aku tak menulis surat cinta untukmu/bila sore ini kau baca pesanku/kau tahu betapa cinta telah menjadi/seutas tali mengikat rapat jiwaku padamu/

 

kupilih dirimu sebagai kekasih/karena cintamu berlebih pada ibuku/karena kau menjagaku dalam rahimnya/karena hanya kau yang mampu/membuatku mengerti isyarat ibu/dalam ketuban-ketuban rindu

 

kaulah kekasih memiliki aku/dari ketuban bau akulah sang perindu/maka kutulis pesan ini untukmu/lamarlah aku kekasih/kuingin menjadi ibu dalam dekapmu

 

Banda Aceh, 6 Februari 2011

(D.Kemalawati, antologi.puisi “Hujan Setelah Bara”, Penerbit Lapena & Bandar Publishing, Banda Aceh, 2012)

 

Hal yang amat menarik adalah bahwa kosa kata *kasih* dan *cinta* memiliki akar yang kuat dalam agama-agama. Artinya bahwa inti pokok dari semua ajaran agama adalah ajaran tentang “kasih” dan “cinta” sebagai cerminan dan refleksi dari Allah, Tuhan YME yang mencintai dan mengasihi.umat manusia. Di Indonesia ada banyak sekali agama, namun yang sudah bisa dilayani oleh Pemerintah   (meminjam istilah Bapak Menteri Agama) baru 6 (enam) yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha dan Khonghucu. Urutan nama-nama agama yang enam itu mengacu pada Peraturan Pemerintah No 55 Tahun 2007 Tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan.

 

Memang harus diakui bahwa di masyarakat terkadang masih terdapat informasi yang kurang memadai sehingga agama di Indonesia dikatakan hanya ada lima, dengan penyebutan nama yang tidak sejalan dengan momenklatur Kementerian Agama. Dilingkup 6 organisasi keagamaan itu juga masih ada kendala misalnya kawan-kawan Khonghucu yang hingga kini belum memiliki Direktorat Jenderal sendiri di Kementerian Agama. Realitas ini harus diakhiri agar pelayanan optimal bagi umat Khonghucu yang jumlahnya hampir 4.juta bisa diwujudkan.

 

Pepatah yang dikutip dibagian awal tulisan ini amat penting kita jadikan bahan perenungan dan refleksi. Kuasa Transenden, Kuasa Yang Diatas itu adalah Kuasa Yang Mencintai dan Mengasihi manusia sepenuhnya. Ia menurunkan hujan bagi orang baik dan jahat. Tak ada diskriminasi dalam Kasih Yang Utuh penuh. Tatkala disudut-sudut kehidupan, diteriknya mentari, dibawah sinar rembulan, dilembah dan ngarai, dihutan hijau memukau, di apartemen, dirusun, diruang-ruang publik, ditempat persidangan ada cinta kasih, maka disitulah Allah berada!!

 

Mari menabur cinta kasih tanpa lelah menuju kota yang akan datang!

 

Selamat Berjuang! God bless.

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here