Oleh: Pdt. Weinata Sairin
Istilah disiplin agaknya kita kenal awalnya melalui ayah ibu kita, orang tua kita. Mereka menanamkan sikap disiplin mulai dari hal yang amat sederhana. Misalnya ayah atau ibu selalu berpesan “jika mau makan cuci tangan lebih dulu”. Atau “jika mau makan berdoalah kepada Tuhan lebih dulu”. Pesan itu selalu diucapkan berulang-ulang kapan saja ada kesempatan. Apabila kita makan dan tidak terlalu nampak bahwa kita sudah berdoa, maka orangtua bertanya “lho apakah sudah berdoa..”. Pengalaman seperti ini yang sudah lebih dari 60 tahun menjadi memori yang amat jelas bagaimana penanaman disiplin itu terjadi mulai dari rumah, dari keluarga. Orangtua, ayah ibu menjadi tokoh yang berada dibalik aktivitas itu. Dan begitu banyak yang diberikan oleh sang tokoh yang kemudian menjadi bagian dari sikap hidup kita.
Disiplin kemudian berkembang di sekolah, di institusi pendidikan. Di lembaga itu para guru menjadi orang-orang yang amat tekun menanamkan sikap disiplin bagi para peserta didik. Para Guru selalu berpesan agar datang ke sekolah tepat waktu. Jika ada peserta didik yang terlambat tiba disekolah maka ia harus menerima hukuman, berdiri didepan kelas selama satu jam pelajaran. Disiplin dalam hal hal membersihkan kuku cukup ketat pengawasannya di sekolah (Sekolah Rakjat/SD). Setiap hari Senin biasanya guru mengecek secara langsung kuku para muridnya. Guru mendatangi setiap bangku peserta didik dan meminta agar peserta didik memperlihatkan kuku tangannya. Jika kuku terlihat hitam atau panjang maka pak guru memberikan peringatan keras. Ada juga guru yang terkadang memukul tangan murid yang kukunya hitam dengan penggaris, sesuatu yang di zaman baheula terkadang dilakukan.
Disiplin adalah sikap taat dalam menjalankan peraturan atau kesepakatan. Kata disiplin erat keterkaitannya dengan kata disciple (bahasa Inggris yang berarti murid) atau dengan kata Latin discipulus yang juga berarti murid. Itulah sebabnya disiplin senantiasa dikaitkan dengan konteks relasi antara guru dan murid serta lingkungan yang menyertainya yaitu peraturan, tujuan pembelajaran, pengembangan kemampuan diri peserta didik dan berbagai hal diseputar itu.
Istilah disiplin yang bermula dari kata disciple dalam perkembangannya tidak hanya populer di dunia pendidikan saja, tetapi juga dikenal dan digunakan di bidang-bidang yang lain. Misalnya para pasien harus disiplin meminum obat sesuai dengan petunjuk dokter agar ia mengalami penyembuhan. Para olahragawan mesti rajin dan disiplin dalam berlatih agar mereka mampu memenangkan pertandingan sesuai dengan target yang telah ditetapkan.
Cukup menarik untuk menyimak pepatah yang dikutip diawal tulisan ini. Dapur yang baik memiliki keterhubungan dengan disiplin yang baik. Disiplin berawal dari keluarga, dari rumah, dari “dapur”. Dapur bisa bermakna luas, bisa dikenakan kepada sekolah/ lembaga pendidikan, lembaga/komunitas keagamaan atau juga lembaga-lembaga yang selama ini concern dalam pengembangan SDM. Culina, dapur, kuliner punya makna dalam menanamkan disiplin.
Menghargai nilai-nilai luhur agama, nilai-nilai luhur kebangsaan, menghargai realitas kemajemukan, menghargai Pancasila dan UUD NRI 1945 juga membutuhkan sikap disiplin. Jika untuk hal-hal penting dan mendasar seperti ini kita tak punya sikap disiplin untuk mewujudkannya, apa kata dunia ?
Selamat Berjuang! God Bless!