“SUA CUIQUE SUNT VITIA. SETIAP ORANG MEMILIKI KEKURANGANNYA MASING-MASING”

0
1256

Oleh: Pdt. Weinata Sairin

Walaupun manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang amat mulia, namun manusia bukanlah makhluk sempurna. Manusia tetap adalah sosok yang terbatas, ia bukan superman, ia bukan figur yang sempurna. Ia bukanlah segala-segalanya. Dalam Kitab Suci umat Kristen (Alkitab) diceritakan cukup detil bagaimana titik pangkal peristiwa yang mencerminkan kelemahan manusia diawal sejarah.

Manusia pertama dalam sejarah, yang saat itu ditempatkan dalam taman Eden dipesan oleh Allah : “Semua pohon dalam taman ini boleh kau makan dengan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kau makan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati” ( Kejadian 2:16 b,17). Akibat rayuan iblis yang direpresentasikan melalui seekor ular, Hawa-sang perempuan itu, melalui dialog panjang dengan ular, akhirnya memakan buah itu bahkan kemudian memberikannya juga kepada Adam. Itulah wujud awal sisi lemah manusia, yaitu sikap yang tidak taat kepada pesan Allah, sikap tunduk kepada rayuan iblis, yang muaranya secara substantif dan signifikan mengubah masa depan manusia.

Titik lemah manusia selalu ada, hadir dan terulang disepanjang jelajah dan ziarah manusia dari zaman ke zaman, dan tertoreh dalam sejarah. Perempuan dan lelaki yang hadir mengukir kehidupan dipentas sejarah atas anugerah Allah adalah figur dan sosok yang memiliki kekurangan dan kelemahan tetapi yang juga sekaligus memiliki kekuatan serta kelebihan tertentu, yang Tuhan anugerahkan. Kekurangan dan kelebihan yang integral dengan kedirian manusia tidak menafikan dan atau mereduksi panggilan utama manusia yang telah ditetapkan Allah yaitu mengelola alam serta segala isinya dengan penuh tanggungjawab. Dalam konteks memenuhi tugas panggilan itulah manusia memantapkan aspek relasional antar manusia sehingga melalui relasi yang hangat dan solid tugas panggilan itu dapat dijalankan dengan optimal.

Dalam kehidupan praktis, acapkali kita berhadapan dengan orang-orang yang mencoba menggunakan kekurangan yang ia miliki menjadi semacam dalih untuk menutupi ketidak-berhasilannya dalam melaksanakan tugas. Sering kita dengar ungkapan pemaaf (execuse) seperti : “ya mohon dimaklumi, saya ini manusia biasa..” atau ..” ya ia itu kan manusia bukan malaikat”.

Ungkapan pemaaf seperti ini jika selalu diulang dan dijadikan senjata, amat kontra produktif dan tidak membantu seseorang untuk mengembangkan dirinya dan bertindak profesional. Sebagai umat beragama kita memahami dengan baik bagaimana perspektif agama-agama tentang manusia. Dalam keberadaannya sebagai manusia, yang lemah dan penuh kekurangan itu, ia mendapat amanat dari Tuhan untuk mengelola alam yang Tuhan telah ciptakan. Kekurangan manusia yang satu dibidang A akan disempurnakan oleh manusia lain dibidang B. Itulah sebabnya kerjasama antar manusia tanpa membedakan Sara amat penting.

Dalam dunia yang tanpa batas, yang dipersatukan oleh IT, kerjasama itu amat terbuka demi lahirnya sebuah peradaban baru. Mari dalam segala kekurangan dan kelebihan kita, kita memberi yang terbaik bagi dunia.

Selamat berjuang. God bless.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here