Menyelami Penderitaan Tuhan Yesus di Kayu Salib

0
6626

Oleh: St. dr. Judin Purba Tanjung, M.Kes.

20150427_092029_harianterbit_eksekusi_mati_polisi

Hukuman mati merupakan topik berita yang sedang menjadi pemberitaan hangat masa kini, baik itu di Koran, TV, atau media sosial yang lain.

Hukuman mati yang sudah dijatuhkan kepada 10 orang yang terlibat kasus narkoba tinggal menunggu hari eksekusinya. Dalam hal ini banyak usaha yang dilakukan oleh keluarga sampai negara asal dari terpidana tersebut agar dapat merubah hukuman mati tersebut.

Kalau kita cermati, mereka yang akan dieksekusi mengalami berbagai sikap, ada yang pasrah dan menerima, ada yang mendekatkan diri ke Tuhannya, tetapi ada juga yang tidak menerima sampai mengalami gangguan jiwa.

Tetapi kalau kita ikuti usaha perkembangan tersebut , oleh presiden RI usulan tersebut tidak dikabulkan, dan eksekusi akan tetap dilaksanakan.

Sekarang sebagai umat Kristen yang akan memperingati hari wafatnya Tuhan kita pada bulan April ini:-kita sudah melaksanakan peringatan tersebut dari tahun ke tahun sebagai rutinitas kebaktian; pernahkah kita dapat merasakan apa yang dialami oleh Tuhan Yesus pada saat sebelum dan saat eksekusimya dengan digantung di kayu salib?

Pernahkah para umatNya dan pengikutNya mengusahakan agar eksekusi itu dibatalkan atau diganti dengan hukuman yang lebih ringan? Padahal semua tahu Tuhan Yesus itu tidak ada kesalahannya, dan saat diperiksa oleh imam, Pilatus tidak menemukan sedikitpun kesalahan yang dapat membawa Tuhan Yesus ke kayu salib. Sampai istri Pilatus sendiri mengingatkan agar dia lebih berhati-hati dalam menjatuhkan hukumannya kepada Yesus

Marilah kita tinjau bagaimana penderitaan Yesus saat itu. Jauh sebelumnya Yesus sudah mengetahui dan menyadari bahwa hukuman itu akan dijatuhkan kepadaNya walau itu bukan karena perbuatanNya, tetapi untuk membayar utang dosa manusia yang Dia kasihi.

Melihat beratnya penderitaan tesebut Tuhan Yesus sendiri mengasingkan diri dan berdoa agar kiranya cawan itu dapat disingkirkan , tetapi sebagai Anak Allah, Dia tetap mau menerima dengan mengatakan KehendakMu-lah yang jadi.

Walau sudah mengetahui bahwa penyaliban akan pasti terjadi, Tuhan Yesus tidak mengalami stress atau merubah pelayananNya sampai hari penangkapanNya di Getsemani.

Jauh berbeda dengan para terpidana narkoba, yang sudah mengetahui resiko pekerjaannya sebelumnya, tetapi saat dijatuhkan hukuman mati, mereka tidak menerima dan mengusahakan supaya lepas dari hukuman tersebut, malahan ada narapidana sampai seperti mengalami gangguan jiwa,- walaupun sudah diberikan pendampingan dari keluarga maupun dari rohaniawan dan masih ditawarkan apa permintaannya yang terakhir.

Jauh berbeda dengan saat Tuhan Yesus hendak dieksekusi, tidak ada pendampingan, malahan murid yang dianggap paling dekat saja sempat menyanggah mengenalNya sampai 3 kali.

Sungguh kasihan dan iba Tuhan Yesus, karena pada saat-saat membutuhkan pendampingan dikala ada penderitaan, justru yang diharapkan memberi bantuan malah menjauh.

Coba kita renungkan kejadian tersebut terjadi pada diri kita.

Penderitaan ini tidak cukup sampai disini, pada saat diadili oleh Kayapas, tidak ada pembela yang mendampingi Yesus. Hanya dengan saksi-saksi yang sepihak tanpa mempertimbangkan kebenarannya, Tuhan Yesus di tuduh dengan pasal-pasal yang tidak jelas. Agar bisa dilepaskan dari tuduhan,Tuhan Yesus di persandingkan dengan penjahat yang paling jahat yaitu Barabas, dengan harapan supaya pilihan kaum Yahudi yang menginginkan kematian Tuhan Yesus dapat berubah menjadi kematian bagi Barabas.Tetapi sungguh tragis, apakah dengan adanya provokator atau tidak, ternyata semua menyerukan salibkan Dia.

Tuhan Yesus tanpa sepatah katapun memprotes atau melawan keputusan tersebut.

Selanjutnya kita mengetahui betapa menderitanya Dia sesudah diserahkan kepada para prajurit Yahudi.

Mula-mula pakaian yang ada di badan harus dilepas dan tangan harus diikat. Tuhan Yesus diikatkan ke tiang supaya tidak dapat menghindar. Bandingkan dengan hukum cambuk yang ada di Nangroe Aceh.Disana para terhukum hanya dicambuk tanpa diikat ke tiang salib.

Cambuk yang dipergunakan juga bukan cambuk biasa tetapi cambuk yang di ujungnya ada gerigi besi dimana asal dicambuk dan ditarik maka dagingnya ikut tersobek.

Penderitaan bukan sakit karena cambukan saja tapi juga karena luka sobekan dicampur darah.

Jumlah cambukan juga tidak ada aturannya. Tentara yang mencambuk sengaja dipilih yang tenaganya kuat, dan dia mencambuk dengan geram kebencian.

Kalau ditinjau dari sisi ilmu kedokteran, penderitaan fisik seberat ini bagi orang biasa sudah cukup membuat orang tersebut jatuh pingsan. Akan tetapi walauTuhan Yesus saat itu juga mengalami pendarahan dari seluruh tubuhnya (neurogenik shok), Tuhan Yesus tidak pingsan.

Tidak cukup juga sampai itu, berikutnya masih diolok-olok dan diludahi, dibuatkan mahkota, yang biasanya mahkota itu tanda kebesaran, tapi ini mahkota yang menyakitkan karena dianyam dari kawat duri dengan cara dipakaikan dengan paksa ke kepala sehingga duri-duri tersebut menancap ke kulit kepala dan mengeluarkan darah.

Dilanjut lagi dengan disuruh mengusung kayu salib yang cukup berat, yang pada orang sehat saja untuk membawanya harus mengeluarkan tenaga ekstra.Dan ini dapat kita lihat saat Tuhan Yesus berjalan ke Golgata.Dia tertatih-tatih dan sering sampai terjatuh.Kalau saat terjatuh bukan ditolong oleh para prajurit, tetapi dicambuk untuk bangkit kembali. Klimaksnya karena tidak mampu bangkit lagi, dipaksalah Simon Kirene untuk memikul salib menggantikan Tuhan Yesus.

Sesampai di Golgota, pakaian yang dikenakan juga sempat dibuat untuk taruhan untuk diundi, dan saat disalibkan, temanNya adalah para penjahat yang memang sudah pantas mendapat hukuman gantung sesuai dengan ganjaran kelakuannya.Melihat hal ini tentu misalnya anak-anak yang sepintas melihat ada 3 orang yang dihukum gantung, pasti dia berpendapat ketiga orang ini pasti sama kelakuannya semasa hidupnya sehingga mendapat hukuman gantung yang sama. Betapa kasihannya Tuhan Yesus.

Masih belum cukup sampai demikian, tulisan yang diatas salib Tuhan sebetulnya dari kata-katanya merupakan suatu kebanggaan karena disebut “raja” tetapi ini sangat jauh dari maknanya karena ini tujuannya juga untuk mengolok-olok.

Saat Tuhan Yesus kehausan, Dia mungkin sudah mulai dehidrasi karena kekurangan darah, ditambah cuaca yang terik, bukan cairan yang menyegarkan yang diberikan tetapi minuman anggur dicampur empedu dengan rasa pahit , dan sesudah Tuhan Yesus mencicipi Dia menolak untuk meminumnya.

Sungguh kejam dan berat penderitaan Tuhan Yesus. Biisa dibayangkan dengan tergantung dengan luka terbuka di kaki dan tangan, tentunya sesudah sekian jam akan menimbulkan tanda-tanda infeksi yang menambah makin perih dan sakit pada luka.Sehingga pada orang biasa rasa sakit seperti itu (neurogenik shok) sudah cukup mengakibatkan kematian. Dari sini kita menyadari betapa kuatnya daya tahan Tuhan Yesus secara fisik.Tapi pada saat menjelang kematianNya, kita melihat kuasa Allah dengan adanya tanda-tanda alam di mana terjadi gelap yang tiba-tiba selama 3 jam di luar dari kebiasaan.Dan ini mengingatkan manusia bahwa Kuasa Allah tidak mungkin kalah dengan keinginan manusia. Sampai saat menghembuskan nafasNya, gorden yang tergantung di dalam Rumah Tuhan sobek menjadi dua dari atas sampai bawah, bumi bergetar dan gunung-gunung batu terbelah. Kuburan-kuburan terbuka dan banyak umat Allah yang sudah meninggal dihidupkan kembali. Walau pun begitu masih saja ada prajurit yang meremehkan Tuhan Yesus , dimana untuk meyakinkan kematianNya, ia menusukkan tombak kelambungNya.Betapa tidak berharganya Tuhan Yesus dibikinnya.Padahal di dunia ini, orang yang meninggal itu dihormati, sampai ada acara seperti pesta besar (acara mauli bulung pada orang batak ) hanya untuk memberangkatkannya ke tempat yang terakhir.

Kita pada April ini akan memperingati Wafatnya ISA Al MASIH , apakah kita akan merayakannya hanya sekedar seremonial saja?

Atau kita berkata: saya juga mau berkorban sebagaimana Tuhan Yesus berkorban untuk menebus dosa-dosa kita! Dengan perbuatan sederhana kita bisa menyelamatkan orang lain.

Sudah pernah dan berapa kalikah Anda mendonorkan darah untuk menolong orang yang membutuhkan darah yang diperlukan untuk menyelamatkan nyawanya ?

Marilah kita jawab dan renungkan sendiri-sendiri di hati kita.

Syalom, Tuhan memberkati.

Penulis adalah seorang Sintua Emeritus di GKPS (Gereja (Kristen Protestan Simalungun), Klender, Jakarta Timur dan Dosen di Fak Ked.Ukrida Jakarta

 

 

 

 

 

 

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here