
Ketua Umum Jaringan Pemerhati Industri dan Perdagangan
Surat Terbuka DPP JPIP kepada Bapak Presiden RI: Pasar dan Konsumen Dalam Negeri Telah Dibanjiri Produk Sampah dan Berbahaya
Jakarta, Suarakristen.com
Kami Dewan Pimpinan Pusat Jaringan Pemerhati Industri dan Perdagangan (DPP JPIP) yang merupakan Relawan Jokowi-Basuki Tjahya Purnama ( 2012), Relawan Jokowi–JK (2014-2019) dan Jokowi-Maru’f Amin (2019-20124) (mohon lihat dalam lampiran 1, 2 dan 3) saat ini telah menjadi organ yang merupakan mitra Pemerintah dibidang Industri dan Perdagangan melakukan survey dan pengamatan terhadap produk-produk lampu listrik yang beredar dipasar dalam negeri.
Berdasarkan kajian dan diskusi bersama dengan asosiasi dunia usaha, pakar dan pemerhati industri dan perdagangan, terdapat 2 jenis produk lampu listrik yaitu Lampu UVC anti virus/bakteri dan lampu LED yang memerlukan tanggapan dan penanganan segera dari Pemerintah yang berdampak luas karena merugikan dan berbahaya untuk konsumen dan berdampak buruk karena pasar dalam negeri akan dibanjiri dengan produk-produk sampah yang tidak bermutu.
Lampu UVC anti virus/bakteri.
Teknologi disinfektan (pembasmi kuman) UVC sudah dipergunakan sebagai pendekatan multi barrier untuk mereduksi transmisi/penyebaran virus penyebab C-19 diudara, air dan permukaan. Penggunaan teknologi disinfektan UV yang baik dan benar akan dapat membantu memitigasi risiko infeksi karena kontak dengan virus C-19. Merujuk pada hasil kajian dan pengembangan The International Ultraviolet Association (IUVA) dari Prof Dr. Ron Hoffmann guru besar Universitas Toronto dan Presiden IUVA, penggunaan UVC light energy (200-280 nm light sangat efektif untuk membasmi kuman bakteri dan virus C-19 dan MERS-Co.
Sejak terjadinya pandemic C-19 diseluruh dunia, berbagai produk-produk kesehatan berbasis cahaya lampu seperti lampu UVC yang di claim oleh produsen maupun penjual sebagai peralatan lampu yang mampu dan efektif untuk membunuh virus C-19 dan bakteri sudah banyak dijual dipasaran dalam negeri dengan berbagai type dan merek. Selama Pandemic Covid-19 ini, pasar Indonesia telah dibanjiri oleh produk-produk lampu UVC dengan berbagai type dan merek Ultra Violet C, yang di claim oleh penjual sebagai lampu dapat membunuh virus dan bakteri (Lampu UVC anti virus/bakteri).
Namun lampu UVC antivirus/antibakteri tersebut sangat berbahaya terhadap kesehatan konsumen apabila dipergunakan tidak sesuai dengan petunjuk penggunaan serta aturan teknis penggunaan produk yang baik dan benar. Dipihak lain sebagian dari produk-produk UVC yang dijual dipasar dalam negeri tersebut diragukan manfaatnya sebagai lampu UVC yang efektif untuk membunuh virus dan bakteri, karena produk- produk tersebut dijual tanpa dilengkapi dengan informasi yang jelas dan lengkap mengenai ; standar produk yang dipergunakan, laboratorium dan pengujian yang dilakukan dan informasi yang dibutuhkan sebagai produk alat kesehatan yang berguna.
Berdasarkan hasil survey yang sudah kami laksanakan dipasar dalam negeri dan kajian bersama dengan Asosiasi Dunia Usaha dan Lembaga Konsumen Swadaya Masyarakat (LKSM) dapat kami menemukan fakta sebagai berikut:
1. Sebagian besar produk-produk yang beredar dipasar tidak mencantumkan informasi dan keterangan yang lengkap mengenai tata cara penggunaan produk dan peringatan akan bahaya penggunaan produk UVC tersebut.
2. Belum ada informasi mengenai lampu UVC yang beredar tersebut layak dan efektif untuk berfungsi sebagai teknologi desinfektan UV untuk memabasmi virus C-19 dan bakteri.
3. Lampu UV antivirus/antibacteri yang beredar dipasar tidak mencantumkan sertifikat produk dari negeri asal atau belum memiliki sertifikat kesesuaian (certificate of conformity) dari lembaga uji didalam negeri yang menyatakan bahwa produk yang dijual tersebut sudah sesuai dengan standar produk yang dihasilkan oleh pabrikan di negara asal.
Mengingat lampu UVC anti virus/bakteri tersebut menghasilkan sinar UVC dengan panjang gelombang antara 200 nm -280 nm yang jauh lebih kuat dibandingkankan dengan sinar matahari normal, pemakaiannya dapat mengakibatkan reaksi-rekasi seperti: terbakar mata hari pada kulit, merusak retina pada mata dan dapat merugikan kesehatan yang lebih serius apabila terpapar kepada konsumen, maka dalam rangka perlindungan konsumen dibutuhkan pengaturan dan tata cara yang benar dan aman dalam penggunaan produknya.
Demikian juga produk-produk yang dijual dan di claim oleh penjual sebagai lampu UVC tersebut dipasar, harus dapat dibuktikan bahwa lampu UVC tersebut harus efektif dan mampu berfungsi sebagai desinfektan penyebaran virus C-19 diudara, air dan permukaan sebagaimana dapat dijangkau oleh sinar lampu UVC tersebut.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, guna memperoleh produk UVC yang aman penggunaannya dan tersedianya produk UV yang efektif sebagai desinfektan virus C-19 dipasar seluruh Indonesia, kami mengusulkan agar Pemerintah melakukan langkah- langkah dan menetapkan kebijakan guna pengawasan produk lampu UVC ini sebelum timbulnya masalah dan kerugian yang semakin besar dikemudian hari.
Lampu Light Emitting Diode (DED)
Seiring dengan suksesnya program elektrifikasi yang sudah mencapai 98 % konsumen lampu listrik di Indonesia, penyediaan listrik untuk penerangan sudah mencapai 70.000.000 pelanggan pada tahun 2019. Hal ini didukung dengan suksesnya program Pemerintah untuk penggunaan lampu hemat energi dan kesadaran konsumen untuk menggunakan lampu listrik yang mengkonsumsi daya listrik rendah, tetapi menghasilkan sinar cahaya yang tinggi.
Trend perilaku konsumsi dan pertumbuhan lampu listrik sebagai lampu penerangan di Indonesia dalam 5 (lima) terakhir ini dapat digambarkan secara kualitatif sebagai berikut:
Dari data tabel 1 tersebut dapat dilihat trend perkembangan penggunaan lampu listrik adalah sebagai berikut:
1. Penggunaan Lampu Pijar semakin menurun dengan cepat sehingga hampir hilang dari pasar sebagai lampu penerangan, karena lampu pijar adalah lampu yang boros energi.
2. Teknologi terbaru perlampuan dengan Light Emitting Diode (LED) yang mampu menghemat konsumsi listrik sampai 50 % dibandingkan dengan Lampu Compact Fluorercent (Lamp CFL), mengakibatkan pertumbuhan konsumsi Lampu LED yang meningkat dengan pesat, menggantikan lampu CFL.
3. Pengunaan Lampu LED akan menurunkan beban listrik AC dalam ruangan, karena menurunnya emisi panas dari lampu yang dipakai.
Namun suksesnya program penghematan energi dibidang perlampuan ini, bertolak belakang dengan kondisi dan keadaan pemasaran lampu LED yang terjadi didalam negeri saat ini, karena:
1. Saat ini sangat banyak jenis dan merek-merek produk LED yang beredar dipasar yang kualitas dan keamanannya diragukan , bahkan ada produk-produk LED yang berasal dari impor dijual dengan harga yang sangat murah. Penjualan produk- produk impor ini, ditenggarai sebagai kebijakan “predatory pricing” yang berdampak untuk menghancurkan lampu LED yang diproduksi didalam negeri.
2. Seyogyanya pasar dan konsumen dalam negeri sudah dipersiapkan untuk menerima produk LED yang bermutu, aman dan teruji, karena Lembaga Sertifikasi, Laboratorium dan seluruh fasilitas pengujian untuk menghasilkan produk yang berkualitas tinggi sudah tersedia dengan lengkap dan siap bekerja dengan profesional didalam negeri.
3. Suksesnya pembinaan dan pengawasan mutu produk lampu Pijar dan Lampu CFL melalui kebijakan penerapan wajib SNI belum dilaksanakan dalam rangka
pengawasan mutu dan pengendalian produk-produk LED. Sehingga pasar dalam negeri menjadi tempat sampah pembuangan produk-produk tidak bermutu yang berasal dari impor. Dalam kasus ini Kementerian Perdagangan tidak dapat melakukan pengawasan dan pengendalian produk lampu LED yang beredar, karena produk lampu LED yang Non SNI masih dizinkan untuk beredar di pasar bebas.
Rangkuman dan saran
Berdasarkan hal-hal sebagaimana diuraikan diatas, kami menyampaikan rangkuman dan saran kami kepada Bapak Presiden guna melakukan langkah-langkah dan menetapkan kebijakan yang tegas untuk perlindungan kesehatan dan keamanan konsumen dan menghindari timbulnya masalah yang merugikan konsumen dan perekomian bangsa dikemudian hari, yaitu sebagai berikut :
1) Pemerintah agar menetapkan dan melaksanakan pengawasan yang efektif terhadap produk Lampu UVC yang beredar, dengan menetapkan kebijakan dan regulasi pengawasan barang dengan kriteria dan parameter yang tepat.
2) Pemerintah agar menetapkan penerapan SNI untuk LED sesuai dengan SNI 62560.2015 yang diberlakukan secara wajib (mandatory). Kebijaksan SNI mandatory Lampu LED kiranya dilanjutkan dengan pengaturan administrative yang tepat oleh Pemerintah, , agar importasi lampu LED dapat sehingga industri lampu LED dalam negeri dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik, dan menjadi tuan rumah dinegeri sendiri.
3) Beredarnya Lampu LED yang tidak memiliki standar tersebut, akan merugikan konsumen karena memproleh produk dengan kwalitas rendah dan mengakibatkan industri LED didalam negeri tidak dapat berkembang karena harus bersaing dengan produk impor .
Jakarta, Juni 2021
Lintong Manurung
Ketua Umum Jaringan Pemerhati Industri dan Perdagangan
Tembusan :
1. Menteri Perekonomian
2. Kepala Staf Kepresidenan
3. Menteri Perindustrian
4. Menteri Perdagangan
5. Menteri Kesehatan
6. Arsip