*EDITORIAL MEDIA INDONESIA*
*Pemerintah Pusat Harus Tegas*
*PERATURAN perundang-undangan dibuat bukan untuk pajangan, melainkan untuk dijalankan terutama oleh pejabat publik*. Karena itulah, sebelum memangku jabatan, pejabat publik, misalnya kepala daerah, mengucapkan sumpah yang lafalnya antara lain menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya.
*Sumpah itu ternyata hanya pemanis bibir.* Undang-undang dan peraturannya justru dijalankan dengan sebengkok-bengkoknya. *Pembengkokan undang-undang dan aturannya tampak nyata dalam kasus revitalisasi Monas dan penyelenggaraan Formula E.*
*Monas hampir tiga dekade ditetapkan sebagai cagar budaya.* Ditetapkan berdasarkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 475/1993 pada 29 Maret 1993 tentang Penetapan Bangunan Bersejarah sebagai Benda Cagar Budaya. *Monas ada di dalamnya.*
*Sebagai cagar budaya, Monas dilindungi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 dan terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.* Perusakan cagar budaya ialah kejahatan, diancam pidana penjara paling lama 20 tahun.
*Monas dan sekitarnya, dalam hal pengelolaannya, juga tunduk pada Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1995 tentang Pembangunan Kawasan Medan Merdeka di Wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta*. Berdasarkan keppres itu, revitalisasi Monas harus mendapatkan persetujuan Komisi Pengarah yang diketuai Menteri Sekretaris Negara dan beranggotakan sejumlah menteri.
*Undang-undang dan peraturan soal Monas sudah sangat jelas.* Akan tetapi, revitalisasi Monas yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta pada mulanya tanpa meminta persetujuan Komisi Pengarah. *Publik pun menyuarakan kecaman terkait dengan kontroversi penebangan ratusan pohon di Monas*. Persetujuan keluar setelah sempat dilarang untuk dilanjutkan revitalisasi.
*Kini, kontroversi berlanjut terkait dengan penyelenggaraan balap mobil listrik, Formula E, di Monas*. Rapat Komisi Pengarah pada 5 Februari 2020 tidak memberikan persetujuan atas gelaran Formula E di kawasan Medan Merdeka. *Dua hari kemudian, 7 Februari, terbit surat dari Komisi Pengarah yang menyebutkan memberikan persetujuan atas gelaran balapan di kawasan Medan Merdeka*.
*Perubahan sikap Komisi Pengarah sungguh mengejutkan publik.* Bagaimana mungkin Komisi Pengarah berubah sikap hanya dalam tempo 2 x 24 jam tanpa ada penjelasan rasional kepada publik? *Sulit menampik tudingan adanya permufakatan lain di balik persetujuan itu.*
*Benar bahwa dalam surat persetujuan Komisi Pengarah terdapat syarat yang mesti dipenuhi, antara lain DKI Jakarta harus memenuhi ketentuan UU Cagar Budaya Nomor 11 Tahun 2010 dan harus melibatkan instansi terkait* guna menghindari perubahan fungsi, kerusakan lingkungan, dan kerusakan cagar budaya di kawasan Medan Merdeka.
*Untuk menindaklanjuti surat Komisi Pengarah itulah, pada 11 Februari 2020 Pemprov DKI bersurat dengan menyebut sudah mendapatkan rekomendasi dari Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) DKI Jakarta* yang ditegaskan dalam Surat Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta tanggal 20 Januari 2020 Nomor 93/-1.853.15 tentang Penyelenggaraan Formula E 2020.
*Surat Pemprov DKI tertanggal 11 Februari itu justru menguak fakta lain, kalau tidak mau disebut sebagai kebohongan, bahwa TACB DKI Jakarta sama sekali tidak diajak bicara oleh Pemprov DKI mengenai rencana balapan itu dan menyatakan tidak pernah memberikan rekomendasi untuk menggelar balapan di kawasan Medan Merdeka*. Pemprov DKI lalu mengoreksi dengan menyebut yang memberikan rekomendasi ialah Tim Sidang Pemugaran (TSP) DKI dan bukan TACB DKI.
*Harus tegas dikatakan bahwa revitalisasi dan penyelenggaraan Formula E di Monas sudah salah sejak awal karena tidak mematuhi undang-undang dan peraturannya.* Karena itu, Komisi Pengarah harus membatalkan persetujuan revitalisasi dan penyelenggaraan Formula E di Monas.
*Pemerintah pusat harus tegas, jangan mencla-mencle.* Pembatalan revitalisasi dan penyelenggaraan Formula E di Monas bertujuan membuktikan komitmen bahwa Indonesia masih sebagai negara hukum dan pejabatnya tidak punya akal bulus mengompromikan undang-undang dan aturannya. *Pindahkan saja Formula E ke Taman Mini Indonesia Indah atau Ancol, _gitu aja_ kok repot.*