Jakarta, Suarakristen.com – Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) mencermati pro-kontra penggunaan lapangan Monumen Nasional (Monas) untuk kegiatan keagamaan. Ada perdebatan bahwa penggunaan Monas untuk kegiatan agama dapat menimbulkan politisasi agama, sehingga pelaksanaan kegiatan keagamaan lebih baik dilakukan di rumah ibadah.
“Bung Karno membangun Monas sebagai simbol perjuangan kemerdekaan rakyat Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Pancasila menegaskan bahwa kebebasan memeluk agama adalah hak setiap warga negara. Sehingga perayaan kegiatan keagamaan di lapangan Monas perlu kita lihat dari kacamata kebebasan warga negara Indonesia untuk memeluk agama dan kepercayaannya,” ujar Martin Laurel Siahaan, Ketua Bidang Aksi dan Pelayanan Pengurus Pusat GMKI di Sekretariat PP GMKI, Jakarta, Selasa, 3 April 2018.
Martin menyampaikan, “Indonesia berbeda dengan negara lain seperti Perancis yang melarang penggunaan atribut keagamaan di ruang-ruang publik. Namun Indonesia juga bukan negara agama yang hanya berdasarkan satu agama tertentu. Sehingga pelaksanaan kegiatan keagamaan di ruang-ruang publik adalah hal yang lumrah, alami, dan sudah umum terjadi di setiap daerah di Indonesia selama berpuluh-puluh tahun.”
Menurut Martin, di berbagai daerah di Indonesia mulai dari tingkatan desa ataupun kelurahan, kita sudah biasa melihat penggunaan ruang-ruang publik seperti lapangan, GOR, stadion, dan lainnya untuk kegiatan keagamaan.
“Yang perlu dipastikan adalah penggunaan ruang-ruang publik tersebut adalah murni untuk kegiatan keagamaan, bukan aktivitas politik yang dibungkus dengan baju agama. Selain itu juga perlu dipahami bahwa kebebasan memeluk agama harus dilaksanakan secara utuh dan tidak sebatas ucapan saja,” tegas Martin.
Martin mencontohkan tentang GKI Yasmin Bogor dan HKBP Philadelphia Bekasi yang hingga saat ini masih terus memperjuangkan kebebasannya memeluk agama dengan beribadah setiap hari Minggu di lapangan Monas, depan Istana Negara.
“Selama enam tahun (2012-2018), jemaat kedua Gereja ini tidak diperkenankan mendirikan rumah ibadah (Gereja) di lokasi seharusnya. Kami juga mendapat informasi bahwa saat ini ada beberapa Gereja di Jakarta yang didemo oleh beberapa ormas tertentu untuk menghentikan aktivitas ibadahnya. Padahal mereka sudah beribadah di gedung Gereja tersebut selama belasan bahkan puluhan tahun,” jelas Martin.
“Akhirnya mereka memilih lapangan Monas yang merupakan simbol perjuangan rakyat Indonesia sebagai tempat yang paling aman untuk melaksanakan ibadah. Pemerintah baik pusat dan daerah harus menjamin hak warga negara ini, sehingga tidak terkesan hanya ‘lip service’ saja,” lanjut Martin.
Dalam memperingati Paskah tahun ini, GMKI meminta cabang-cabang GMKI agar melaksanakannya dengan kesederhanaan dan merefleksikan makna Paskah untuk memperjuangkan terwujudnya keadilan di Indonesia.
“GMKI akan memusatkan perayaan Paskah Nasional di Gelanggang Olahraga (GOR) Manokwari, Papua Barat yang akan diadakan tanggal 5 – 8 April 2018 dalam rangkaian Workshop Literasi Generasi Milenial, Lokakarya Pilar-Pilar Demokrasi, dan Perayaan Paskah Nasional GMKI. Di dalam lokakarya akan dibahas mengenai penyelesaian kasus hukum dan HAM di Papua dan reorientasi otonomi khusus Papua untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia. Tujuan kegiatan ini untuk merefleksikan Paskah dalam memperjuangkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, terkhusus hak-hak masyarakat Papua,” pungkas Martin.