Kisah Inspiratif Tim The Women of Indonesia’s Seven Summits Expedition MAHITALA UNPAR Menaklukkan Puncak Gunung Tertinggi di Benua Amerika Selatan, Aconcagua

0
1550
Tim WISSEMU berhasil menaklukkan puncak gunung tertinggi di benua Amerika Selatan
Tim WISSEMU berhasil menaklukkan puncak gunung tertinggi di benua Amerika Selatan

Jakarta, Suarakristen.com

Rangkuman Perjalanan Tim The Women of Indonesia’s Seven Summits Expedition MAHITALA UNPAR (WISSEMU) di Gunung Aconcagua 11 Januari 2016 – 15 Februari 2016.

Tim The Women of Indonesia’s Seven Summits Expedition MAHITALA UNPAR (WISSEMU) akhirnya menjejakan kaki di puncak Gunung Aconcagua, dua dari tiga anggota Tim berhasil mengibarkan merah putih pada Sabtu, 30 Januari 2016 pukul 17.45 waktu setempat (Minggu, 31 Januari 2016 pukul 03.45 WIB).

Berangkat dari Indonesia pada Senin 11 Januari 2016, Tim sampai di Buenos Aires, Ibukota Argentina pada 12 Januari 2015 pukul 22.15 waktu setempat. Sesampainya di Buenos Aires, Tim langsung berkunjung dan melaporkan diri ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Argentina di Buenos Aires sebelum bertolak Ke Mendoza.

Di Mendoza Tim tinggal selama tiga hari untuk mengurus perizinan dan membeli bahan makanan serta meminjam beberapa peralatan pendakian yang dibutuhkan. Selama dua hari di Mendoza juga Tim sempat bertemu dengan seorang pendaki wanita dari Malaysia, Anis Sharuddin dan seorang pendaki terkenal asal Singapura , Khoo Swee Chiow.

Setelah semua persiapan pendakian di Mendoza selesai, Tim bertolak ke Los Penitentes, kota terakhir di kaki Gunung Aconcagua dan menginap semalam disana. Keesokannya, Tim berangkat menuju Horcones (gerbang awal pendakian) untuk mengurus izin pendakian di Kantor Gardaparque (penjaga Taman Nasional Aconcagua) lalu memulai trekking ke Confluencia (3.368 mdpl) Di Confluencia Tim menghabiskan dua malam berkemah sebelum melanjutkan perjalanan ke base camp Plaza de Mulas (4.300 mdpl).

Di Confluencia ini pula Tim sempat melakukan proses aklimatisasi ke Plaza Francia (4.000 mdpl). Aklimatisasi perlu dilakukan untuk para pendaki beradaptasi dan beraktivitas dengan lingkungan baru di ketinggian yang memiliki udara (oksigen) lebih sedikit. Aklimatisasi di Plaza Francia ini dimanfaatkan Tim, untuk sedikit berlatih mengambil gambar sekaligus mengabadikan momen sebelum turun lagi ke Confluencia. Sekembalinya dari Plaza Francia, Tim melakukan medical check up (dua jam setelah sampai kembali ke Confluencia) dan hasilnya Tim dinyatakan cukup sehat untuk melanjutkan perjalanan ke Plaza de Mulas.

Perjalanan ke Plaza de Mulas memakan waktu trekking sekitar 9,5 jam. Di Plaza de Mulas juga Tim melakukan persiapan akhir pendakian dan memilah barang yang akan dibawa ke camp berikutnya. Sama seperti ketika di Confluencia, selama menetap di Plaza de Mulas Tim juga sempat melakukan proses aklimatisasi ke Mount Bonete (5.055 mdpl).

Sekembalinya dari Mount Bonete Tim juga kembali diperiksa (medical check up) oleh Dokter Maria Veronica yang bertugas di sana dan hasilnya semua anggota Tim juga dinyatakan cukup sehat setelah aklimatisasi. Namun sayang perjalanan yang direncanakan dilanjutkan ke camp 1, Plaza Canada (4.900 mdpl) pada Minggu, 24 Januari 2016 harus tertunda karena jalur pendakian ditutup akibat hujan badai dan badai salju hari itu.
Beruntung jalur pendakian langsung dibuka kembali pada 25 Januari 2016, sehingga Tim melanjutkan pendakian ke Plaza Canada hari itu walaupun harus berhadapan dengan salju dan angin yang sangat kencang. Keesokan harinya Tim melanjutkan perjalanan ke camp 2, Nido De Condores (5.400 mdpl). Selama tiga malam Tim berkemah di camp Nido de Condores ini. Pada tanggal 27 Januari 2016, hari kedua di camp Nido de Condores Tim kembali melakukan aklimatisasi ke Berlin (5.930 mdpl). Proses aklimatisasi ini juga berjalan dengan baik dan Tim kembali ke Nido de condores malam itu. Keesokan harinya Tim sempat beristirahat sehari sebelum pada 29 januari 2016 melanjutkan perjalanan ke camp 3, Berlin.

Tanggal 30 Januari 2016 Tim akhirnya melakukan summit attempt dari titik terakhir sebelum puncak, camp Berlin. Berangkat pukul 04.30 waktu setempat, selama lebih 12 jam perjalanan ditempuh untuk mencapai puncak Aconcagua dan akhirnya pada pukul 17.45 waktu setempat dua dari tiga anggota Tim berhasil mengibarkan merah putih di puncak gunung Aconcagua.

Pada perjalanan menuju puncak pada ketinggian +/- 6200 mdpl, Caro memutuskan untuk tidak melanjutkan pendakian ke puncak dan kembali ke camp 3 karena mengalami gangguan kesehatan. Sekalipun berat keputusan ini harus diambil mengingat keselamatan personil pendaki adalah hal yang paling utama dalam segala kegiatan.

Sekembalinya dari puncak Tim beristirahat kembali di camp 3 sekaligus regrouping dengan Caro. Keesokan harinya Tim berencana kembali ke base camp Plaza de Mulas. Sebelum perjalanan kembali, Caro sempat meminum obat Dexametason 0,75 Mg yang dapat mengatasi rasa mual akibat penyakit ketinggian, selain itu obat ini juga memicu rasa haus, sehingga orang yang mengkonsumsinya “dipaksa” untuk minum air lebih banyak. Dan selama perjalanan pun Caro berjalan bersama Mathilda menggunakan bantuan tali dengen teknik walking together. Sempat bertemu dengan dokter yang bertugas di camp 2, Caro langsung diperiksa dan diberi perawatan sekaligus beristirahat di camp 2.

Keesokan harinya diputuskan untuk Caro dievakuasi ke base camp dan disitu Caro mendapat perawatan tambahan dari dokter di basecamp dengan diberi infus karena dianggap mengalami dehidrasi akut akibat penyakit ketinggian. Tindakan ini diambil sambil menunggu helicopter yang akan mengevakuasi Caro yang didampingi oleh seorang dokter dari basecamp ke Horcones kemudian dilanjutkan dengan mobil menuju rumah sakit di Mendoza. Sementara itu Tim langsung menghubungi pihak KBRI untuk dapat membantu di rumah sakit, karena Tim masih berusaha untuk turun dan bergabung dengan Caro.

Keesokan harinya Caro yang telah ditemani Sebastian, seorang petugas dari INKA yang merupakan local agency Tim untuk pendakian Gunung Aconcagua mendapat kunjungan dari Bapak Jonny Sinaga, Duta Besar Indonesia untuk Argentina. Sementara Tim saat itu masih terjebak longsor dalam perjalanan menuju Mendoza dari Penitentes.

Dari hasil observasi Dokter Petra (Dokter yang menangani Caro yang bertugas di Clinic Cuyo dan telah terbiasa merawat pendaki Gunung Aconcagua) mendiagnosa bahwa Caro mengalami penyumbatan arteri di otak yang mengakibatkan lambatnya suplai oksigen ke otak. Dokter menyarankan segera melakukan operasi yang dilakukan melalui bagian perut untuk menghentikan pendarahan. Operasi ini akhirnya dijalankan dan kondisi Caro pulih dengan cepat. Sementara Tim yang telah sampai di Mendoza membagi tugas dengan sebagian mengembalikan alat dan menyelesaikan administrasi setelah itu bergabung kembali ke rumah sakit untuk mendampingi Caro.

Tanggal 4 Februari 2016 melalui bantuan Bapak Jonny Sinaga, duta besar Indonesia untuk Argentina, Caro dihubungkan dengan ayahnya via telepon dan telah banyak bicara untuk segera pulang. Selain itu Caro juga sudah mulai bercanda dengan rekan-rekan disana.
Hingga Minggu, 8 Februari 2016 kondisi Caro terus membaik. Caro telah dipindahkan ke normal unit care dan telah lepas dari bantuan infus serta mulai berjalan ke kamar mandi.

Hari Jumat, 12 Februari 2016 paska operasi, Caro membiasakan diri kembali untuk berjalan dan membaca. Caro akhirnya telah keluar dari rumah sakit pada sore hari tanggal 12 Februari 2016. Asuransi kesehatan pun saat ini sedang dalam proses untuk pengajuan claim perawatan Rumah sakit.

Setelah semua urusan rumah sakit selesai, direncanakan Deedee akan kembali pada 16 Februari 2016, sementara Caro akan menyusul kemudaian pada 23 Februari 2016 ditemani orangtuanya. Setelah sebelumnya Hilda dan Caro telah pulang ke Indonesia pada 5 dan 16 Februari 2016.

Banyak sekali pelajaran baru yang didapat dari perjalanan ini. Selain banyak bertemu dengan rekan-rekan pendaki mancanegara yang memiliki pengalaman segudang. Tim juga mendapat pelajaran sangat penting terkait risk management. Penanganan kondisi darurat sebagaimana yang dialami Tim dapat berjalan baik berkat persiapan dan latihan fisik yang matang. Dalam pendakian gunung tinggi, meski segala persiapan sudah matang tetap ada faktor resiko tinggi yang harus dihadapi. Persiapan matang dapat membantu mengantisipasi resiko tersebut.

Apresiasi dari Bapak Rektor Universitas Katolik Parahyangan dan Bapak Presiden RI
Atas pencapaian ini Bapak Mangadar Situmorang, Ph.D. selaku Rektor Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR) turut memberikan ucapan selamat kepada Tim WISSEMU dan menyatakan:
“Keberhasilan mencapai Puncak Aconcagua adalah buah dari tekad yang gigih, stamina yang kuat, dan jiwa opTimis yang tinggi. Pelatihan dan persiapan yang serius menjadi persyaratan penting. Di samping itu, dukungan dari berbagai pihak juga sangat berperan. Mulai dari anggota Tim, tiga srikandi, yang saling menguatkan, organisasi Mahitala yang solid, orang tua dan sanak-saudara serta teman-teman, semuanya sangat membantu. Bantuan dari KBRI di Argentina juga sangat diapresiasi. Demikian juga dengan bantuan dan berbagai bentuk dukungan dari mitra kerjasama amat berharga. Kepribadian yang tangguh, organisasi yang kompak, dan bantuan dari semua pihak membuat kerja keras pendakian ini berhasil. Terimakasih untuk semuanya.” Salam, Mangadar, Rektor Unpar.

Pencapaian ini juga mendapat apresiasi dari Bapak Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo yang melalui akun Facebook-nya mengatakan:“Sungguh membanggakan mendapatkan kabar dua putri Indonesia berhasil mengibarkan merah putih di Aconcagua, puncak tertinggi benua Amerika. Fransiska Dimitri Inkiriwang dan Mathilda Dwi Lestari yang tergabung dalam Tim The Women of Indonesia’s Seven Summits Expedition Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, berhasil mencapai puncak ke-4 mereka pada tanggal 30 Januari 2016 pukul 17:45 waktu setempat.

Untuk anggota Tim lainnya, Dian Indah Carolina, yang harus turun karena kesehatan yang terganggu semoga segera pulih. Prestasi anak muda seperti ini membuat kita semua opTimis mampu mencetak prestasi tertinggi di kancah dunia. Selamat ya.”

Dukungan penuh dari Universitas Katolik Parahyangan

Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) adalah sebuah instansi pendidikan yang terletak di Kota Bandung. Selaku bagian dari Unit Kegiatan Mahasiswa Unpar, Mahitala senantiasa selalu dibantu dan didukung dalam melakukan ekspedisi ini. Bantuan doa, moral, dan bahkan dana yang senantiasa diberikan tentu menjadi bukti bagaimana Unpar sungguh berkomitmen penuh dan terlibat langsung dalam ekspedisi ini.

Berhasil berangkat dan kembalinya Tim ini menuju ke Gunung Aconcagua, Argentina sekarang , tentu adalah hasil jerih payah dan bantuan dari berbagai pihak yang tidak ada henti dan tidak ada lelahnya. Melalui press release ini Tim WISSEMU bersama dengan Unpar ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga semua harapan dan tujuan yang ingin dicapai melalui ekspedisi ini dapat tercapai dan menjadi berkah bagi kita semua.

Kiranya informasi ini dapat bermanfaat.

Salam WISSEMU,
Mahitala!
Tim Publikasi WISSEMU 2015
Contact Person : Alfons Yoshio (087885836238)
alfonshartanto@gmail.com

Keterangan tambahan:

Gunung Aconcagua adalah gunung tertinggi di Benua Amerika Selatan yang terletak di Provinsi Mendoza, Argentina. Gunung Aconcagua menjadi puncak keempat yang berhasil dicapai Tim WISSEMU. Gunung Aconcagua terletak di jajaran Pegunungan Andes dan terkenal memiliki cuaca dingin yang ekstrem ditambah badai angin yang sangat berbahaya dan dikenal dengan sebutan el viento blanco. Angin kencang yang kabarnya dapat mencapai 90 km/jam bertiup bersamaan dengan kabut yang ditambah dengan hujan salju merupakan gambaran sederhana dari badai berbahaya ini. Tim WISSEMU yang terdiri dari tiga orang mahasiswi aktif Universitas Katolik Parahyangan yaitu Fransiska Dimitri Inkiriwang (22) akrab juga disapa Deedee, Mathilda Dwi Lestari (22) akrab disapa Hilda dan Dian Indah Carolina (20) akrab juga disapa Caro sebelumnya telah mencapai Puncak Gunung Kilimanjaro pada 24 Mei 2015, Puncak Gunung Elbrus pada 15 Mei 2015 dan Puncak Gunung Carstensz Pyramid pada 13 Agustus 2014 dalam rangkaian ekspedisi menggapai tujuh puncak tertinggi di tujuh benua.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here