SEKILAS MISI AGAMA KRISTEN PROTESTAN DI CINA
Oleh: Hotben Lingga
Misionaris Kristen yang pertama kali datang ke Cina adalah Uskup dari Gereja Nestorian bernama Alopun, di Ch’ang-an, ibukota Cina pada waktu itu, pada tahun 635 M. Ia diizinkan oleh kaisar Cina pada waktu itu untuk menyebarkan Injil di Cina. Namun, sama seperti semua agama yang sedang disebarkan, seperti Taoisme, Buddha, Zoroaster, -kekristenan hanya beroleh sedikit pengikut karena faktor telah mendarah dagingnya adat istiadat keagamaan Kong Hu Cu dalam budaya mereka. Praksis kekristenan, ajaran dan gaya hidup Nestorian yang asketis/suka bertapa (yang cenderung mengasingkan diri dari dunia, pasif terhadap problem kontekstual masyarakat, “cepat-cepat ingin diangkat ke surga”) dan memandang rendah pernikahan, tidak mampu “menyaingi” filsafat Kong Hu Cu, suatu sistem norma-etika yang menghormati keluarga, orang tua, nenek morang, tradisi, kehidupan yang beretika dalam kehidupan dunia ini. Karena itu, agama Kristen tidak berkembang pesat di Cina karena tidak berakar di antara bangsa Cina. Faktornya adalah corak kebudayaan Cina berbeda dengan corak kekristenan gaya Nestorian, dan karena Nestorianisme tidak berjiwa progresif, agresif dan transformatif. Ketika Marco Polo mengadakan penjelajahan ke negeri itu 700 tahun yang lalu, dia mendokumentasikan keberadaan Gereja Nestorian dan biara-biara di berbagai tempat.
Usaha-usaha misionaris Fransiskan pada abad ketiga belas dan keempat belas serta oleh para misionaris Yesuit pada abad keenam belas dan ketujuh belas juga tidak begitu berhasil. Pada masa itu, Cina adalah peradaban tertutup, yang menentang ide-ide asing. Pada tahun 1800-an, setelah lebih dari tiga abad usaha untuk menginjili Cina, jumlah orang Cina yang masuk Katolik mencapai 250.000 dari 362 juta total populasi Cina. Sampai tahun 1807, belum ada 1 orang Protestan pun di Cina. Baru ketika perdagangan memaksa Cina terbuka, para misionaris Agama Kristen Protestan pada tahun 1800-an datang bergandengan tangan dengan para pedagang. Misionaris Protestan yang pertama kali masuk ke Cina adalah Robert Morrison (dari Inggris), pada tahun 1807 di Macau.
Strategi dan Politik misi Agama Kristen Protestan yang diterapkan Morrison di Cina adalah pertama-tama menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Cina, dan menerjemahkan/menerbitkan buku-buku Kristen, sains dan pengetahuan umum dalam bahasa Cina. Ia juga menyusun kamus bahasa Inggris-Cina dan buku tata-bahasa Cina. Di samping itu ia menerjemahkan Katekismus Pendek Gereja Skotlandia dan Buku Doa Umum Anglikan. Menyadari makna penting dan strategis Cina, Morrison mengirim surat ke Badan Misi Pengutusnya “London Missionary Society” dan Badan-badan Misi Protestan lainnya, agar “segera mengirim sebanyak mungkin misionaris untuk memenangkan Cina”. Karena kata Morrison, “Cina adalah medan pertempuran terbesar yang harus segera dimenangkan. Kalau Cina, bangsa terbesar di Asia dan dunia bisa dimenangkan, ditobatkan dan digerakkan bagi Kristus, maka Asia akan lebih mudah dimenangkan. ” Walau menghadapi oposisi dari pemerintah Cina, dengan slogan “Penginjilan Dunia untuk Generasi ini”, 150 Badan misi Protestan pun segera bergerak cepat mengirim lebih dari 8500 orang misionaris untuk berkarya di Cina. Sebagai hasilnya, pada tahun 1920an jumlah penganut Protestan mencapai 2,5 juta orang. Dari tahun 1807-1953, para misionaris Protestan telah mendistribusikan paling sedikit 300 juta Alkitab dalam bahasa Cina. Sebuah Lembaga Alkitab Protestan Cina baru-baru ini menyatakan telah mencetak 100 juta Alkitab untuk disebarluaskan di Cina. Prinsip Protestan, Injil harus diterjemahkan ke dalam semua bahasa lokal agar bisa dipelajari semua kalangan, akan mempercepat pertumbuhan gereja dan kekristenan.Dan dimana Injil didistribusikan dan diberitakan disitu akan terjadi kebangunan rohani.
Para misionaris Agama Kristen Protestan menerjemahkan misi sebagai transformasi, yaitu misi sebagai karya dan pelayanan konkrit dalam seluruh bidang strategis kehidupan, yang harus bisa berdampak besar dan positif bagi masyarakat dan bangsa Cina, yang bisa mentransformasi kehidupan dan budaya.
Strategi kedua yang dilakukan oleh para misionaris Protestan untuk memenangkan Cina bagi Kristus adalah dengan membangun banyak sekolah dari SD sampai SMA dan universitas. Para misionaris Protestan adalah pelopor, penggagas dan pendiri pendidikan modern/ilmiah di Cina. Pada awal abad ke-19 Cina tidak memiliki sistim pendidikan nasional apapun. Baru ketika para misionaris membangun sekolah-sekolah, Cina mengenal sistim pendidikan Barat. Ratusan sekolah modern, termasuk sekolah-sekolah khusus wanita dan universitas-universitas yang pertama kali dibangun di Cina, didirikan oleh para misionaris Protestan untuk mencerahkan, memodernisasi, merekonstruksi, mempengaruhi, mempenetrasi dan membaptiskan budaya dan masyarakat Cina. Dan untuk mempersiapkan calon-calon pemimpin Cina masa depan. 13 universitas pertama yang dibangun oleh para misionaris Protestan tersebut, pada abad ke-19 dan awal abad ke-20, saat ini menjadi “universitas-universitas Cina” yang terbaik, adalah: Fukien Christian University, Ginling College, Hangchow Christian University, Huachung University, Hwa Nan University, Lingnan University, University of Nanking, St. John’s University, Shanghai University, Shantung Christian University, Soochow University, West China Union University, Yenching (Peking) University. Di Hong Kong dan Taiwan para misionaris juga membangun universitas seperti Chung Yuan Christian University, Tunghai University, Christ’s College, Hong Kong Baptist University, The Chung Chi College of the Chinese University of Hong Kong, dan Lingnan University. Gereja Katolik kemudian juga membangun 3 universitas di Cina.
Melalui strategi pendidikan, Protestantisme mendapat pengaruh yang luar biasa, karena diterima dengan senang hati oleh bangsa Cina dan menjadi “agen modernitas”. Mereka menggantikan filsafat Kong Hu Cu sebagai syarat menjadi pegawai dengan konsep mendapat pendidikan formal. Hasilnya juga kekaisaran dianggap kuno. Puluhan ribu sarjana pertama di Cina dilahirkan dan dididik di universitas-universitas yang didirikan oleh para misionaris Protestan! Karena itu, pemimpin-pemimpin pertama Cina modern adalah produk dan kader misionaris seperti dr. Sun Yat Sen, Chiang Kai Sek dan tokoh-tokoh penting yang lain. Melalui pendidikan Protestan, lahir profesi-profesi modern yang mengisi jabatan-jabatan di pemerintahan, militer, keuangan, perdagangan, dan diplomasi. Dan, profesi-profesi penting lain seperti insinyur, dokter, wartawan, seniman, pekerja sosial dan LSM. Melalui bidang pendidikan ini Protestantisme mampu “menyaingi” filsafat Kong Hu Cu dan mempersiapkan generasi pemimpin-pemimpin Cina masa depan yang sangat berkualitas di segala bidang kehidupan!
Strategi ketiga misi Protestantisme di Cina adalah dengan membangun banyak Rumah Sakit, poliklinik, puskesmas, panti sosial, panti asuhan dan ratusan pusat rehabilitasi pecandu opium. Dari sejak masuknya Protestantisme di Cina sampai pada tahun 1937 saja ada 254 rumah sakit misi Protestan di Cina. Bayangkan, salah satu RS Protestan itu pada tahun 1895 melaporkan telah mengobati 500.000 orang sakit dan melakukan 70.000 operasi. Ratusan dokter misionaris juga diutus ke Cina. Misi kesehatan/medis di Cina oleh dokter-dokter dan ahli bedah Kristen Protestan pada abad 19 dan awal abad 20 meletakkan banyak dasar untuk kedokteran modern di Cina. Misionaris medis Protestanlah yang mendirikan klinik-klinik modern dan rumah-rumah sakit, dan memberikan pelatihan-pelatihan pertama bagi perawat-perawat, dan membuka sekolah-sekolah kedokteran pertama di Cina. Robert Morrison dan John Livingstone (seorang ahli bedah) yang pertama membangun klinik kesehatan modern di Cina.
Strategi keempat Protestantisme dalam pelayanan di Cina adalah dengan mengobarkan api penginjilan dan semangat kebangunan rohani secara aktif dan progresif. Pada abad ke 19 dan awal abad ke 20 terjadi kebangunan rohani besar dalam dunia Protestantisme di Eropa dan AS. Roh kebangunan rohani yang melanda AS dan Eropa juga melanda Cina, sehingga Cina juga mengalami kebangunan rohani dan misi yang besar. Ratusan ribu pos misi didirikan sampai ke seluruh pelosok-pelosok Cina. Ribuan gereja lokal mandiri dibangun dan dipimpin pendeta pribumi. Karena itu karakter misi Protestan abad XXI ini umumnya didominasi kalangan konservatif-Injili (termasuk di dalamnya kalangan Pentakosta dan Karismatik).
Kekristenan sebenarnya sudah hampir “memenangkan” Cina ketika dua kader Protestan berhasil menjadi Presiden/Pemimpin Republik Cina modern, yaitu Sun Yat Sen dan Chiang Kai Shek. Sampai pada tahun 1949, pemimpin-pemimpin di pemerintahan dan militer Cina kebanyakan didominasi orang Protestan dan alumni dari universitas-universitas Protestan. Akan tetapi, keadaan berubah dengan drastik ketika kaum “anti-kris” komunis yang dipimpin oleh Mao Zedong menggulingkan dan mengkudeta pemerintahan “Kristen” Chiang Kai Shek Cs, pada tahun 1949. Sejak itu, Gereja diawasi, ditindas dan dikontrol dengan sangat ketat. Semua misionaris pun diusir keluar, sehingga misi penginjilan harus dilaksanakan sendiri oleh orang-orang Kristen pribumi/lokal secara sembunyi-sembunyi/rahasia/bawah tanah. Jadi, setelah Komunis mengambilalih Cina, semua aktivitas kekristenan dikekang dan dikendalikan pemerintah. Semua lembaga pendidikan Kristenpun diambil-alih oleh pemerintah Cina. Dari tahun 1949 sampai 1970 lebih dari 25 juta jiwa umat Kristen yang dibunuh di Cina. Secara keseluruhan sekitar 70 juta jiwa dibantai oleh pemerintahan Mao Zedong. Seluruh gereja ditutup pada zaman Mao.
Walaupun Gereja semakin dianiaya, Gereja bertahan di bawah tekanan-tekanan dan penyiksaan seperti itu. Umat Kristen bergerak di bawah tanah. Semua usaha Komunis untuk mematikan Kekristenan tidak berhasil. “Revolusi Kebudayaan” (1966-1976) yang digagas Mao untuk membasmi kapitalisme, imperialisme, modernisme, intelektualisme, pengaruh asing dan kekristenan gagal. Sistim Komunisme ekstrim yang diterapkan Mao (sistim ini juga yang sedang diterapkan di Korea Utara) menyebabkan kemunduran dan stagnansi bagi bangsa Cina. Ekonomi Cina semakin mundur, kualitas pendidikan ambruk, ratusan juta orang Cina terancam kelaparan. Jutaan orang pintar dan kaum intelektual Cina yang menolak kebodohan/kenaifan/kesesatan Ideologi Komunisme dipenjarakan dan dibunuh di “kamp-kamp neraka”. Terjadilah histeria dan huru-hara massal. Kaum Modernis/revisionis dalam partai Komunis mulai resah dan sadar akan kesalahan dan kegagalan sistim yang diterapkan Mao.Baru setelah Mao dan tangan kanannya Zhou Enlai meninggal pada tahun 1976, Cina mulai berubah. Deng Xiaoping, seorang moderat yang pernah disingkirkan, kembali meraih kekuasaan dan mulai melakukan moderninasi, reformasi dan keterbukaan. Salah satu “program” utama Deng Xiaoping adalah menyingkirkan, menangkap dan mengadili “Gang of Four” (Empat Sekawan) yang memimpin Revolusi Kebudayaan.
Sejak tahun 1979, walau masih mengontrol kekristenan, gereja-gereja diizinkan dibuka kembali. (Sebenarnya, dua gereja di Beijing telah dibuka pada tahun 1972 atas permintaan para diplomat dari Afrika dan Indonesia, namun gereja- gereja ini sebagian besar dihadiri oleh orang-orang asing.) Pada tahun 1979, Three-Self Patriotic Movement diintrodusir dengan seorang pemimpin dan juru bicara berbakat, Uskup K.H. Ting (dari Gereja Episkopal Protestan dan pemimpin Lembaga Percetakan Alkitab Protestan di Cina). Ia meminta semua gereja Protestan bersatu kembali. Pemerintah menyatakan toleransi dan dukungan resmi pada gereja-gereja yang bergabung dengan gerakan ini, namun gereja-gereja bawah tanah masih takut dengan kontrol pemerintah. Benih firman yang ditabur para misionarispun segera bertumbuh kembali, hanya dalam tiga dekade telah dibangun lebih dari 56.000 gereja Protestan di Cina (yang resmi terdaftar). Akan tetapi, menurut seorang tokoh Injili Cina, jumlah “gereja Protestan bawah tanah atau Gereja rumah/gereja ruko/gereja mal/gereja apartemen” saat ini secara keseluruhan, mencapai 250.000!
Gelora perkembangan Kekristenan di China sangat luar biasa sejak tahun 1970an. 30 tahunan yang lalu hanya ada beberapa juta umat Kristen (Protestan dan Katolik) yang tersisa setelah dibantai Mao, maka saat ini diperkirakan umat Protestan mencapai 160 juta jiwa, bahkan ada yang mengklaim sudah mencapai 200 juta jiwa! Di mana 34 juta jiwa merupakan anggota Gereja Protestan yang diakui pemerintah Cina (Three Self Church), dan 130 juta juta lainnya adalah kelompok Protestan bawah tanah, persekutuan doa atau Gereja Rumah. (Prediksi bahwa jumlah Protestan di Cina sudah mencapai 160 juta jiwa juga dibenarkan oleh Xiao Wen Ye, Kepala Administrasi Negara Partai Komunis Cina, saat berbicara di sebuah Seminar Agama-agama di Universitas Peking beberapa waktu yang lalu).
Dengan pertumbuhan dan perkembangan yang begitu dramatis, setiap hari sekitar 70.000 orang masuk Kristen Protestan, Cina diprediksi akan segera menjadi bangsa Kristen Protestan terbesar di dunia dalam abad ini, bahkan dalam beberapa dekade ini! Salah satu fakta, lebih banyak orang yang pergi ke Gereja pada hari minggu di Cina daripada di seluruh Eropa. Dengan jumlah populasi yang begitu besar dan kontribusi besar yang telah Gereja lakukan dalam memajukan Cina sejak dua abad lalu, kekristenan saat ini tidak lagi dianggap agama asing bagi orang Cina. Kekristenan telah menjadi agama pribumi Cina. Bangsa Cina saat ini memandang agama Kristen bukan lagi sebagai agama orang Barat, tetapi sebagai agama asli Cina.
Jumlah 160 juta jiwa adalah angka yang cukup besar, walaupun baru hanya 11% dari 1.4 milyar penduduk Cina. Akan tetapi jumlah ini sudah melebihi jumlah penganut Protestan di Jerman dan Inggris. Ini membuat Cina menjadi Negara Protestan terbesar kedua setelah AS.
Jumlah misionaris dan pekerja misi Protestan di Cina saat ini mencapai 100.000 personil, harus berjuang all-out untuk menyelamatkan dan memenangkan 1 milyar jiwa yang masih terhilang. Kita sangat optimis dengan jumlah 160 juta orang Protestan yang berijiwa Injili, Cina akan dimenangkan bagi Kristus dalam abad ini. Kalau Cina bisa dimenangkan, AS dan Eropa akan memiliki seorang sekutu di waktu yang akan datang. Juga, Cina dengan populasinya yang sangat besar, mempunyai potensi untuk menjadi bangsa pengirim misionaris yang sangat besar. Korea Selatan misalnya mengirim sekitar 21.000 misionaris Protestan ke seluruh dunia, ketiga terbesar setelah AS dan Brasil. Korea Utara pun dapat dengan mudah ditransformasi kalau Cina bisa menjadi Kristen. Sebagai bangsa yang paling banyak bermigrasi ke seluruh dunia, ke Negara-negara Asia, Eropa, Australia dan AS, orang Cina Kristen (dengan semua potensi bisnis, politik, militer dan budaya) akan memainkan peran penting dalam perkembangan dan pertumbuhan Kekristenan di abad XXI ini.
Ini baru permulaan. Pertarungan masih harus berlanjut. Gereja-gereja Protestan di Cina saat ini sedang mempersiapkan ribuan sekolah dan karya sosial kemanusiaan yang baru untuk mempercepat memenangkan Cina bagi Kristus. Dan, ada lebih dari satu juta umat Kristen Protestan yang “masuk” ke Partai Komunis Cina, suatu saat nanti akan merebut kembali Cina dari tangan anti-kris. Akan lahir Sun Yat Sen-Sun Yat Sen dan Gorbachev-Gorbachev yang baru di Cina dalam beberapa dekade lagi! Amin!