Komnas HAM RI Meminta Komitmen Pemerintah dalam Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM yang Berat di Indonesia Sejalan dengan Prinsip-prinsip Hak Korban

0
178

Komnas HAM RI Meminta Komitmen Pemerintah dalam Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM yang Berat di Indonesia Sejalan dengan Prinsip-prinsip Hak Korban

 

Jakarta, Suarakristen.com

 

Komnas HAM menghadiri Peluncuran Program Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM yang Berat di Indonesia yang diresmikan Presiden Joko Widodo di Rumoh Geudong Bilie Aron, Kabupaten Pidie, Aceh, Selasa (27/6/2023). Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md, bersama pimpinan kementerian/lembaga yang tergabung dalam Inpres Nomor 2 Tahun 2023 serta anggota dari Tim PKP HAM turut hadir.

Sebelum peluncuran program tersebut, Komnas HAM telah menyampaikan sejumlah rekomendasi bagi Tim PKP HAM agar pelaksanaan rekomendasi TPPHAM sejalan dengan prinsip-prinsip hak korban pelanggaran HAM sebagaimana diatur dalam standar HAM internasional dan peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Sehubungan dengan telah diluncurkannya Program Non Yudisial terhadap 12 kasus pelanggaran HAM yang berat, Komnas HAM menyampaikan beberapa yang penting untuk menjadi perhatian bagi pemerintah dan masyarakat sebagai berikut:

1. Korban merupakan subjek yang memiliki hak atas keadilan, kebenaran, pemulihan, dan pencegahan keberulangan, dan dalam setiap proses mekanisme non yudisial, pemerintah perlu mendengarkan aspirasi korban.

2. Komnas HAM memperkirakan jumlah korban yang telah didata saat ini belum final, oleh sebab itu data korban yang ada saat ini masih dapat terus bertambah.

3. Pemerintah berkewajiban untuk menginformasikan setiap prosedur yang memberikan kesempatan bagi korban untuk mendapatkan hak mereka secara luas kepada publik, baik melalui jalur privat maupun komunikasi publik.

4. Pemerintah perlu memastikan ruang lingkup korban yang dapat menerima program pemulihan, termasuk ruang lingkup bagi keluarga dan/atau waris. Hal ini perlu diperhatikan agar keberhakan (entitlement) korban terhadap bentuk-bentuk program dan layanan tepat sasaran dan pelaksanaan program pemerintah tidak menimbulkan keresahan baru di dalam masyarakat.

Baca juga  Festival Kuliner FYP Terbesar! Pucuk Coolinary Festival Dukung UMKM Kuliner dan Sajikan Ratusan Menu Viral bagi Pecinta Kuliner Indonesia

5. Pemerintah harus menjamin bahwa proses, metode identifikasi, serta pengumpulan data korban dilakukan dengan prinsip kehati-hatian, agar tidak menimbulkan retraumatisasi kepada korban, dan menghasilkan data korban yang akurat.

6. Korban adalah subjek dengan hak selaku korban pelanggaran HAM yang berat, maka bentuk-bentuk program yang disediakan bagi korban harus dibedakan dengan hak penerima bantuan sosial ataupun asistensi sosial pada umumnya.

7. Pemerintah harus mengenali dan mengakui bahwa korban menghadapi situasi, kerugian, serta dampak yang beragam. Pemerintah perlu memastikan adanya pertimbangan khusus dalam perencanaan dan pelaksanaan program pemenuhan hak korban, termasuk perlakuan khusus bagi kelompok tertentu, seperti lansia, perempuan korban kekerasan seksual, anak-anak, penyandang disabilitas, dan lainnya.

8. Memorialisasi sebagai bentuk pemulihan kolektif dan simbolik, bertujuan untuk memberikan ruang bagi korban untuk menjelaskan masa lalu serta mengajak masyarakat untuk mengenang pengalaman masa lalu sebagai upaya untuk mencegah keberulangan. Setiap upaya pembentukan memorialisasi harus dikonsultasikan dengan korban dan komunitas.

9. Memorialisasi dapat mengambil bentuk pendirian monumen, pendirian museum, penetapan hari besar peringatan peristiwa pelanggaran HAM yang berat, dan bentuk lain yang sesuai dengan konteks sosial masyarakat di mana memorialisasi dilaksanakan. Namun, prinsip kehati-hatian perlu diperhatikan dalam pendirian memorialisasi yang menggunakan tempat-tempat yang terkait dengan peristiwa pelanggaran HAM yang berat agar tidak menimbulkan polemik yang kontra produktif terhadap upaya-upaya non yudisial maupun yudisial.

10. Komnas HAM mengapresiasi pernyataan Presiden dan Menkopolhukam yang kembali menegaskan bahwa mekanisme non yudisial tidak dilakukan untuk menggantikan mekanisme yudisial. Oleh sebab itu, Komnas HAM pun meminta pemerintah untuk memberikan dukungan terhadap penguatan mekanisme yudisial.

11. Komnas HAM mengapresiasi adanya langkah-langkah konkret yang dilakukan terhadap 12 kasus pelanggaran HAM yang berat, namun tetap mengingatkan bahwa ada sejumlah kasus pelanggaran HAM yang berat yang telah diselidiki Komnas HAM yang korbannya belum mendapatkan hak-haknya, di antaranya: Timor-Timur, Tanjung Priok, Abepura, dan Bener Gajah Timang Meriah.

Baca juga  Peta Jalan Pendidikan di Indonesia Dalam Pusaran Disrupsi Global

12. Peluncuran pelaksanaan rekomendasi dari TPPHAM berdasarkan Keppres Nomor 17 Tahun 2022 merupakan tanda dimulainya program pemenuhan hak korban atas kebenaran, pemulihan, dan pencegahan keberulangan. Maka pemerintah harus memastikan keberlanjutan dari program ini, termasuk dengan memperkuat dasar hukum serta kelembagaan pelaksana agar dapat menjangkau sebanyak mungkin korban yang berhak.

Jakarta, 2 Juli 2023

KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA RI

Atnike Nova Sigiro

Ketua

 

***Narahubung:
Abdul Haris Semendawai (0895-3964-27682)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here