Dilema Seputar Hak Digital di Indonesia : Kebebasan Berekspresi dan Privasi Data

0
460

Dilema Seputar Hak Digital di Indonesia : Kebebasan Berekspresi dan Privasi Data

 

Jakarta, Suarakristen.com

 

Delegasi Uni Eropa hari ini menyelenggarakan sebuah webinar bertajuk “Dilema Seputar Hak Digital di Indonesia: Kebebasan Berekspresi dan Privasi Data”. Webinar ini merupakan bagian dari Lomba Penulisan Jurnalistik EU4Wartawan yang bekerjasama dengan Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) dan Yayasan TIFA ini mengangkat tema dampak teknologi digital terhadap hak asasi manusia.

Teknologi sudah menyatu dalam berbagai lini kehidupan kita, terlebih di masa pandemi. Pemberian data pribadi di internet menjadi hal yang lumrah dilakukan saat mengakses situs di internet. Walau banyak memberi kemudahan, namun ada pula sejumlah dampak negatif yang mengancam privasi data seseorang seperti ancaman doxing dan pemalsuan data yang biasanya menargetkan kelompok masyarakat rentan termasuk para jurnalis – yang tentunya bertentangan dengan hak asasi manusia.

Untuk itulah Uni Eropa mengembangkan General Data Protection Regulation (GDPR) atau aturan yang bertujuan untuk melindungi serta menjaga data privasi dari masing- masing individu. Elemen-elemen penting yang termuat dalam Modern Data Protection System tersebut berlaku umum dan berlaku horizontal sehingga dapat digunakan di berbagai sektor. Prinsip-prinsipnya bersifat teknologi netral, artinya bisa diterapkan terlepas dari teknologi mana pun yang diadopsi. Sistem perlindungan data tersebut juga harus bisa memberikan kuasa kepada individu, untuk dapat digunakan sesuai kebutuhannya.

Namun demikian, sistem ini juga perlu didukung oleh lembaga pengawas independen yang memiliki enforcement power yang efektif untuk terus menjaga akuntabilitasnya.

Selama tiga tahun penerapannya, GDPR telah berhasil mendorong lahirnya peraturan yang setara antara perusahaan-perusahaan di Uni Eropa maupun non Uni Eropa, dan dapat diaplikasikan untuk menyikapi perkembangan teknologi baru yang dinamis. Institusi bisnis dan sektor publik juga tampak makin terlatih dan berhasil membangun budaya kepatuhan akan perlindungan data pribadi. Selain itu semakin banyak studi yang berhasil dilakukan untuk menunjukkan hubungan penerapan perlindungan data pribadi yang baik dengan kinerja keuangan perusahaan.

Baca juga  Indonesian American Lawyers Association (IALA) Sampaikan AMICUS CURIAE Kepada Mahkamah Konstitusi RI  

Di Indonesia, teknologi digital pun sudah menjadi pendamping hidup bagi masyarakat, mulai dari kegiatan berbelanja, berkomunikasi, bahkan hingga urusan transportasi. Pemerintah secara fundamental bertanggung jawab dalam memfasilitasi pemanfaatan teknologi informasi “Menurut UU ITE tiga pemangku kepentingan yang memegang peran penting dalam pelaksanaan dunia digital adalah Pemerintah, pelaku sistem elektronik, dan pengguna. Ada dua peran dan tanggung jawab Pemerintah yang fundamental. Pertama adalah memfasilitasi pemanfaat teknologi informasi mencakup penyusunan kebijakan, implementasi kebijakan itu dan memfasilitas infrastruktur. Pemerintah juga wajib mempromosikan dan mengedukasi masyarakat serta melakukan pengawasan.

Peran yang kedua adalah melindungi kepentingan umum dari penyalahgunaan teknologi dengan cara menyusun data registrasi para penyelenggara sistem elektronik sehingga masyarakat dapat melakukan pengecekan tentang data penyelenggara untuk memastikan keamanan indivitu. Hal kedua adalah melakukan kebijakan pemutusan akses sehingga masyarakat terlindungi dari konten seperti pornografi atau sifatnya SARA,” tutur Josua Sitompul Koordinator Hukum dan Kerjasama Kemenkominfo RI.

Pengaksesan data pribadi seperti nama, tanggal lahir, alamat dan data dasar lainnya, biasanya didapatkan dari proses pendaftaran awal pengguna di sebuah situs atau aplikasi, yang sering bocor ke pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. “Padahal pengguna berhak diinformasikan tentang bagaimana data mereka dikumpulkan, disimpan, dan diproses. Pelaku sistem elektronik atau pengelola data, berkewajiban menginformasikan kepada pengguna apabila terjadi kebocoran data pribadi pengguna dari aplikasi atau situs milik pelaku sistem elektronik,” tutur Ruby Alamsyah, Pendiri dan CEO Indonesia Digital Forensic Indonesia (DFI).

Sementara Sherly Haristya, PhD, Peneliti Utama Yayasan TIFA mengemukakan, “Indonesia sedang berjuang dalam tahap menyusun Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) untuk menjawab kebutuhan dan menyeimbangkan antara dua nilai dan tujuan yang sama pentingnya, yaitu mendorong perkembangan inovasi dan ekonomi, tanpa mengorbankan privasi dan perlindungan data pribadi masyarakat.“
===&&&===

Baca juga  Forum Penyelamat Demokrasi dan Reformasi (F-PDR) Meyakini Hakim MK Gunakan Hati Nurani dan Akal Sehat

(Hotben)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here