KEPCO Tunda Pembahasan Pendanaan: Hasil Studi Kelayakan Awal KDI, Proyek PLTU Jawa 9&10: Tidak Layak Secara Ekonomi dan Kemanusiaan!

0
596

KEPCO Tunda Pembahasan Pendanaan:
Hasil Studi Kelayakan Awal KDI, Proyek PLTU Jawa 9&10: Tidak Layak Secara Ekonomi dan Kemanusiaan!

Jakarta, Suarakristen.com

Baru-baru ini Korea Development Institute (KDI) mengeluarkan hasil studi kelayakan awal atas proyek PLTU Jawa 9 & 10 di Suralaya, Banten, Indonesia. Studi tersebut menunjukkan proyek emisi kotor di luar negeri tersebut minus. Studi ini membuat para direktur KEPCO, perusahaan listrik nasional Korea Selatan menunda pembahasan pendanaan Jawa 9&10 dalam agenda rapat dewan direktur.

Sebelumnya parlemen Korea Selatan juga membahas kontroversi proyek ini dalam beberapa rapat dengar pendapat dengan perusahaan keuangan publik yang mensponsori pendanaan Jawa 9-10 dan kementerian terkait. Lembaga publik Korea yang nilai investasi di atas 4,5 juta dollar Amerika, diwajibkan melakukan studi kelayakan awal.

Hasil studi ini membuktikan bahwa proyek PLTU tidak layak didanai karena berpotensi rugi dari sisi keuangan dan bisnis. Ini belum termasuk biaya eksternal seperti lingkungan dan kemanusiaan akibat paparan emisi.

Membiayai proyek batu bara hanya akan meningkatkan risiko dan ancaman kesehatan bagi masyarakat sekitar. KEPCO seharusnya tidak hanya menunda pembahasan pendanaan namun membatalkan secara permanen keterlibatannya dari proyek kotor ini. Ini juga harus diikuti oleh KDB, KEXIM dan K-SURE untuk tidak melibatkan warga Korea Selatan meracuni warga Indonesia,” kata Yuyun Indradi, Direktur Eksekutif Trend Asia.

Sementara pemerintah Indonesia melalui Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengklaim bahwa pendanaan proyek Jawa 9&10 hampir “closing” pada awal Januari 2020. Pemerintah Indonesia terlalu yakin proyek ini akan didanai di tengah kontroversi di dalam negeri Korea Selatan. Namun hingga akhir Januari ternyata klaim tersebut tidak terbukti.1]
Pada 5 Oktober 2017, Presiden Joko Widodo meresmikan pembangunan proyek PLTU Jawa 9 & 10. Kedua proyek masuk dalam program 35.000 Megawatt yang telah digadang-gadang Jokowi sejak Mei 2015 dan disebut menggunakan teknologi Ultra Super Critical (USC) yang diklaim “ramah lingkungan”.

Baca juga  Komite Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan dan APINDO Gelar "Expert Talk Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan", Tema: Strategi Pengawasan Memastikan Keberlanjutan Program di era Digital. Sustanability - Solvability - Hospitality

“Presiden Jokowi harus sadar bahwa proyek emisi tinggi seperti PLTU kini tidak lagi diminati lembaga pendana karena dampak pada lingkungan dan manusianya. Jawa 9&10 harus dibatalkan untuk menyelamatkan masyarakat karena saat ini paparan polusi di Banten dan Jakarta sangat berbahaya, artinya jika diteruskan maka Pemerintah memang berniat membunuh rakyat Banten dan sekitar secara pelan-pelan dengan meracuni udara di Banten dan Jakarta,” ujar Didit Haryo dari Greenpeace Indonesia.

Ekspansi pembangunan PLTU batu bara ini diprotes warga karena akan semakin memperburuk kualitas udara dan mempengaruhi kesehatan warga yang tinggal di sana. Data Dinas Kesehatan Kota Cilegon tahun 2019 mengungkapkan penyakit yang paling banyak diderita oleh warga Cilegon adalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), yakni sebanyak 39.455 kasus yang mayoritas diderita oleh balita.

Parahnya, angka ini justru meningkat dua kali lipat lebih dari data tahun 2017 yakni sebanyak 15.039 balita.
“Berdasarkan pemodelan yang dilakukan oleh Greenpeace, jika rencana ekspansi ini tetap dibangun dan beroperasi, diprediksi akan mengakibatkan 4.700 kematian dini selama 30 tahun masa operasi PLTU. Namun, angka ini bisa ditekan jika pemerintah Moon Jae-In menghentikan lembaga keuangan publiknya berinvestasi di proyek energi jika standar emisinya tidak sama dengan yang digunakan di dalam negeri. Dengan mengakhiri standar ganda ini, Korea Selatan bisa menyelamatkan ribuan nyawa dari investasinya di luar negeri, jika udara yang tercemar oleh PLTU Batubara tidak baik untuk rakyat Korea, maka hal yang sama berlaku untuk rakyat Indonesia,” tegas Didit.

Pada Agustus 2019, tiga warga Banten bersama warga Korea Selatan mengajukan gugatan hukum preliminary injunction* terhadap lembaga keuangan publik Korea Selatan ke Pengadilan Tinggi Tingkat I Korea Selatan. Selain itu, satu warga Banten juga mengirim petisi kepada Presiden Korea Selatan Moon Jae-In dan Pimpinan Dewan Nasional Iklim dan Udara Bersih Korea Selatan, Ban Ki-Moon. Tuntutannya agar lembaga keuangan publik terkait dan pemerintah Korea Selatan segera berhenti mendukung pendanaan pembangunan PLTU Jawa 9 & 10 di Suralaya, Cilegon, Banten.

Baca juga  Indonesian American Lawyers Association (IALA) Sampaikan AMICUS CURIAE Kepada Mahkamah Konstitusi RI  

(Hotben)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here