Jakarta, Suarakristen.com
Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) menyambut Kabinet Indonesia Maju yang baru saja diumumkan secara resmi oleh Presiden Joko Widodo dengan penuh harapan. Beberapa nama baru maupun lama yang mengisi kedudukan kursi Menteri Kabinet Indonesia Maju mengundang optimisme bahwa periode kedua kepemimpinan Presiden Joko Widodo akan membawa Indonesia pada perubahan yang lebih baik, salah satunya dengan menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) unggul.
Salah satu menteri yang akan lanjut ke periode kedua yaitu Sri Mulyani, yang akan meneruskan jabatan sebagai Menteri Keuangan. Pusat Kajian Jaminan Sosial, Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (PKJS-UI) adalah Institusi yang bergerak pada pelatihan, konsultasi, dan penelitian seputar Jaminan Sosial secara luas termasuk menangani isu Ekonomi dan Kesehatan, untuk berkontribusi pada kesejahteraan rakyat.
Pada periode sebelumnya, Presiden telah menyatakan komitmennya untuk membenahi dan meningkatkan kualitas SDM di Indonesia. Sebagai salah satu langkah konkrit, Presiden dan Menteri Keuangan secara resmi mengumumkan kenaikan cukai produk tembakau untuk mengendalikan konsumsi rokok terutama pada kalangan remaja dan masyarakat miskin. Melalui Peraturan Menteri Keuangan RI No. 152/PMK.010/2019 tentang perubahan tarif cukai hasil tembakau, Pemerintah Indonesia berupaya melindungi generasi muda dari jerat asap rokok dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang lebih tinggi.
“Kami mengapresiasi yang setinggi-tingginya langkah yang telah dilakukan oleh Presiden Joko Widodo dan Ibu Sri Mulyani atas kebijakan kenaikan cukai hasil tembakau. Ini merupakan bukti keseriusan pemerintah dalam mencapai SDM unggul” ujar Renny Nurhasana, Manajer Program Pengendalian Tembakau PKJS-UI.
Rata-rata kenaikan cukai hasil tembakau berdasarkan peraturan baru yaitu sebesar 21,55% dan batas minimal Harga Jual Eceran (HJE) sebesar 33% berlaku sejak 1 Januari 2020. Saat ini harga rokok di Indonesia memang masih tergolong murah, sehingga remaja dan masyarakat miskin masih mampu menjangkau rokok dengan mudah.
Sehingga, dengan naiknya cukai rokok, diharapkan rokok juga menjadi lebih mahal dan tidak mudah dijangkau. Kenaikan harga rokok pada dasarnya mendapatkan dukungan dari masyarakat itu sendiri. “Menurut penelitian PKJS-UI terhadap 1000 orang responden, 88 persen masyarakat mendukung harga rokok naik, bahkan 80,45 persen perokok setuju jika harga rokok naik. Namun kenaikan harga rokok juga harus signifikan sehingga benar-benar mampu menekan konsumsi rokok” tambah Renny.
Di sisi lain, sistem golongan pada cukai rokok mengakibatkan masyarakat miskin dan anak di bawah umur masih memiliki pilihan merek rokok dengan harga lebih murah apabila harga merek rokok yang biasa mereka konsumsi naik. Oleh karena itu simplifikasi cukai rokok juga perlu diberlakukan agar variasi harga rokok berkurang sehingga konsumsi rokok dapat ditekan.
Keputusan pemerintah untuk menaikkan cukai hasil tembakau pada tahun 2020 mendatang memang patut diapresiasi. Komitmen presiden dan jajaran menteri dalam kabinet baru diharapkan akan benar-benar mampu secara progresif menciptkan generasi Indonesia yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta bebas dari candu rokok.
(Hotben)