*EDITORIAL MEDIA INDONESIA*
*Politik Kebangsaan Mbah Moen*
*BANGSA ini telah kehilangan tokoh yang penuh dengan sikap kebersahajaan*. Ulama yang menjadi anutan serta rujukan bukan hanya bagi umat Islam, melainkan juga seluruh bangsa ini. *Dia ialah KH Maimoen Zubair, yang wafat karena usia lanjut di Mekah saat menunaikan ibadah haji, kemarin.*
*Mbah Moen ialah ulama karismatik yang tidak hanya menjaga agama dan umat, tetapi juga merawat bangsa dan rakyat serta memastikan keutuhan bangsa dan negara*. Ia yang pantas menjadi teladan kehidupan _ber-Bhinneka Tunggal Ika_ karena aktif dalam mendakwahkan _ukhuwah wathoniyah._
*Tidak berlebihan kiranya jika kepergian Mbah Moen tidak hanya sebuah kehilangan bagi PPP maupun Nahdlatul Ulama*. Mbah Moen duduk sebagai Ketua Majelis Syariah PPP dan sebagai Dewan Mustasyar NU.
*Pun kehilangan bukan hanya dirasakan umat Islam, melainkan juga agama lain*. Tak mengherankan bila Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) dan Konferensi Wali Gereja Indonesoa (KWI) menyatakan belasungkawa atas kepergian Mbah Moen.
*Itu pasti karena Mbah Moen menjunjung tinggi pluralisme*. Mbah Moen menembus sekat-sekat agama. Mbah Moen bukanlah ulama yang merasa benar sendiri seraya menyebut yang lain sesat. *Mbah Moen menebarkan Islam ramah, bukan Islam marah.*
*Pluralisme penting bagi Mbah Moen demi persatuan Indonesia*. Kecintaannya terhadap Indonesia tidak perlu diragukan. *Dia sangat gigih menyuarakan dakwah kebangsaan. Baginya NKRI harga mati.*
*Sosok serupa Mbah Moen sesungguhnya masih kita butuhkan di tengah meningkatnya gejala konservatisme, politik identitas, dan diskriminasi terhadap kelompok minoritas*. Semua gejala itu, berdasarkan survei Saiful Mujani Research and Consulting, menyebabkan kualitas atau kinerja demokrasi Indonesia terus mengalami penurunan sejak 2013. *Itu artinya, sosok seperti Mbah Moen kita butuhkan untuk memulihkan kualitas demokrasi kita.*
*Di bidang politik kebangsaan, sosok Mbah Moen sangat berpengaruh*. Kiprahnya yang panjang bersama PPP menjadikan restu politiknya amat dibutuhkan. *Restu politiknya dipercayai membawa konsekuensi elektoral di berbagai ajang pemilu.*
*Itulah sebabnya tokoh-tokoh politik yang bertarung dalam pemilu merasa perlu menyambanginya*. Jokowi dan Prabowo, misalnya, menyambangi Mbah Moen ketika mereka bertanding di Pilpres 2014 dan Pilpres 2019. *Mbah Moen menerima keduanya dengan tangan terbuka kendati dia memiliki pilihan politik sendiri*. Pada titik ini Mbah Moen menjadi episentrum politik kebangsaan.
*Mbah Moen telah berpulang. Kita tentu berdukacita amat mendalam*. Akan tetapi, yang jauh lebih penting ialah bagaimana kita, terutama ulama dan umara, meneladani sosoknya.
*Selamat jalan, Mbah Moen.*