Oleh: Weinata Sairin
_”O qui complexus et gaudia quanta fuerunt. Betapa yang berpelukan menjadi begitu gembira.”_
Kata “peluk” dan tindakan “memeluk” bukanlah sesuatu yang asing dalam vokabulari masyarakat kita. Tindakan _memeluk_ yang dilakukan oleh dua orang, dalam konteks relasional dan psikologis memiliki makna yang amat dalam. Memeluk, tindakan mendekap dan merangkul yang terjadi diantara dua orang sesama jenis atau tidak mencerminkan multi makna : ada cinta, kasih sayang, rindu yang menggumpal, hubungan dekat dan instimewa. Pada tahun 90an ada sebuah film berjudul “Peluklah Daku dan Lepaskan” yang beredar di gedung-gedung bioskop serta mendapat sambutan hangat dari pasar. Film bergenre komedi itu dibintangi antara lain oleh Meriam Belina, Ria Irawan, Gusti Randa menyedot cukup banyak penonton karena dianggap memberi hiburan yang sehat dan segar di zaman itu.
Kata _peluk_ dan tindakan _memeluk_ amat terasa dalam dunia orang muda, tatkala sepasang kekasih berpelukan sambil membisikan kata-kata pujian bernada cinta. Pelukan bisa saja merupakan muara dan kulminasi dari semua narasi cinta yang diungkapkan sepasang kekasih dalam sebuah episode pertemuan mereka. Kualitas dan bobot sebuah pelukan seperti yang terjadi didunia anak muda itu, akan sangat berbeda dengan pelukan seorang ibu ketika memeluk anaknya yang suhu badannya tinggi karena terserang demam. Pelukan ibu seperti itu adalah pelukan penguatan, _empowering_ agar sang anak merasa nyaman dan aman dalam lindungan ibu sehingga sang anak dibantu untuk bisa segera sembuh dari penyakitnya.
Urusan peluk-memeluk tidak hanya terjadi di dunia anak muda yang sedang dilanda cinta, suami ‘istri, atau dikalangan orangtua-anak, tetapi aktivitas itu terjadi hampir disemua sektor kehidupan : di dunia olahraga, di dunia politik, di dunia peradilan dan di berbagai dunia lainnya. Dari pengalaman empirik kita memahami bahwa tindakan “memeluk” adalah wujud kasih sayang, rasa percaya, trust, yang terjadi diantara dua pihak, sikap tulus yang mewarnai perasaan dua sosok.Tindakan memeluk bukan tindakan formalistik, “show of force” atau semacam acting untuk tujuan dan kepentingan tertentu, tetapi sebuah aksi otentik yang mencerminkan ketulusan dan adanya sikap persaudaraan sejati
Ada ahli psikologi yang berpendapat bahwa setiap orang memerlukan 8 kali pelukan dalam sehari agar seseorang mengalami kebahagiaan dan suasana kehidupan yang lebih baik. Bahkan seorang yang aktif dalam pembinaan keluarga menegaskan bahwa setiap hari setiap orang memerlukan 4 pelukan untuk bertahan hidup, 8 pelukan untuk keserhatan, 12 pelukan untuk pertumbuhan.
Pelukan dalam kehidupan berumahtangga sejatinya memang harus ditingkatkan frekwensinya : suami-istri, orang tua-anak, adik-kakak. Pelukan, pujian; sikap respek, ungkapan kasih sayang seharusnya terus mewarnai hidup rumahtangga warga bangsa
Status pensiun, kondisi uzur mendekati pikun, dolar yang naik, tidak mengubah kehangatan hidup rumahtangga.
Pepatah yang dikutip diawal bagian ini menyatakan “betapa yang berpelukan menjadi begitu gembira”. Dalam beberapa waktu terakkhir ini diksi _pelukan_ telah keluar dari koridor cinta kasih, _love_ dan memasuki dunia politik. Tatkala petinggi republik dan kompetitor berpelukan di sebuah venue olahraga tanggal 29 Agustus 2018 yang lalu maka dunia (Indonesia) seakan senyap, cool, dan seakan bangkit lagi ikatan persaudaraan yang selama ini merapuh tergerus pertarungan politik para kontestan.
Jika para petinggi negeri, para pimpinan parpol, para tokoh agama, para anggota parlemen, para pimpinan koalisi, para pejabat masing-masing bersedia untuk saling berpelukan maka sebuah Indonesia yang ramah, pileg dan pilpres yang penuh kegembiraan dan sukacita akan kita nikmati. Pelukan adalah tanda adanya aliran silaturahim; pelukan adalah cerminan ketulusan; pelukan adalah penanda karakter positif umat beragama; pelukan adalah kulminasi dari komitmen dan trust yang dimiliki kedua pihak. Mari teruskan tradisi berpelukan demi sebuah kehidupan yang lebih ramah, respektif dan penuh persaudaraan menuju Indonesia yang adil, sejahtera, maju dan berkeadaban.
Dalam konteks kekinian jika para capres/cawapres dan para tokoh pendukungnya bisa bertemu dan saling berpelukan dengan tulus, sambil menunggu putusan Sidang MK, maka sebuah NKRI yang damai dan sejuk bisa kita nikmati.Kiranya Tuhan menolong bangsa kita
Selamat berjuang.
God bless.!