Jakarta, Suarakristen.com
JumIah wisatawan yang berkunjung ke Indonesia sampai dengan tahun 2017 berjumIah 9,25 juta orang atau meningkat 25,687 dibanding periode sama tahun sebelumnya. Kunjungan wisatawan ini memberikan kontribusi terhadap pemasukan negara sekitar 11 juta DoIIar Amerika. Namun daIam konteks periindungan anak ternyata sektor pariwisata juga bisa memberikan dampak negatif, terutama munculnya kekerasan dan eksploitasi seksual anak. Menurut laporan dari berbagai media internasional, Indonesia merupakan salah satu negara tuiuan para pelaku kekerasan dan eksploitasi seksual anak yang menyaru sebagai wisatawan. (28/12)
Atas situasi itu, Ahmad Sofian, Koordinator ECPAT Indonesia menyatakan : “Praktek kekerasan dan eksploitasi seksual anak yang dilakukan sejumIah wisatawan berlangsung disjumlah destinasi wisata dan memanfaatkan fasiIitas pariwisata”. Beliau menambahkan bahwa dar’i hasil penelitian dan assessment yang dilakukan oleh ECPAT Indonesia bersama Kementerian Permberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) tahun 2016-2017 di sejumlah tempat wisata yaitu Pulau Seribu (DKI Jakarta), Karang Asem (BaIi), Gunung Kidul (Yogyakarta), Garut (Jawa Barat), Bukit Tinggi (Sumatera Barat), Toba Samosir dan TeIuk Dalam (Sumatera Utara) menunjukkan bahwa seluruh destinasi wisata tersebut ditemukan praktek kekerasan dan eksploitasi seksual anak yang dilakukan oleh sejumlah wisatawan. “Pada tahun 2015, ECPAT Indonesia juga meIakukan penelitian di tiga lokasi wisata yaitu Lombok (NTB), Kefamenahu (NTT) dan Jakarta Barat (DKI Jakarta). Di tiga lokasi yang diteliti ini pun ditemukan kasus-kasus kekerasan dan eksploitasi seksual anak yang dilakukan oleh wisatawan”, tambahnya.
Telah ditemukan Kasus dari 10 Destinasi Wisata.
1. Pulau Seribu : Perkawinan anak, Pelacuran anak pada point, darurat
2. Jakarta Barat : Perdagangan Seks anak, Pornografi anak Online, Pelacuran anak pada point, sangat darurat
3. Garut : Pelacuran anak, Perdagangan seks anak, Perkawinan anak pada point, Sangat darurat
4. Gunung Kidul : Perkawinan anak, Pelacuran anak pada point, Siaga
5. Lombok : Pelacuran anak, Perdagangan seks anak, perkawinan anak pada point, Sangat darurat.
6. Karang Asem, Bali : Perkawinan anak, pelacuran anak pada point, Darurat.
7. Kefamenahu : Perkawinan anak, pelacuran anak pada point, Darurat.
8. Toba Samosir : Pelacuran anak, perdagangan anak pada point, Darurat
9. Teluk Dalam : Pelacuran anak, perkawinan anak, perdagangan anak pada point, Sangat darurat.
10. Bukit Tinggi : Perkawinan anak, pelacuran anak pada point, Darurat.
Di samping kekerasan dan eksploitas seksual anak yang berlangsung di destinasi wisata, yang Iebih mengkhawatirkan lagi adalah masuknya sejumIah pedofiI ke destinasi wusata Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Imigrasi RI, sampai dengan September 2017, telah mendeportasi sebanyak 107 orang yang diduga sebagai pedofil dari berbagai bandara di Indonesia.
Atas dasar itu, ECPAT Indonesia melakukan anaIisis terhadap 14 kasus WNA yang diduga sebagai pedofil tahun 2017 yang dideportasi tersebut, dan menemukan statistik sebagai berikut :
1. Inisial DNW warga negara Australia tujuan Bandara Bali
2. Inisial JL Warga negara Australia tujuan Bandara Manado.
3. Inisial SRC warga negara Australia tujuan bandara bali.
4. Inisial RJP warga negara Australia tujuan bandara Bali.
5. Inisial FPS warga negara Afrika tujuan bandara Bali.
6. Inisial Aps warga negara Australia tujuan bandara Bali.
7. Inisial JWP warga negara (tidak tersedia) Air port terkhir Kuala Lumpur.
8. Inisial JW warga negara China tujuan bandara Bali.
9. Inisial CP warga negara Australia tujuan bandara Bali.
10. Inisial BGC warga negara Australia tujuan bandara Bali.
11. Inisial PJK warga negara Australia tujuan bandara Bali.
12. Inisial CJA warga negara Australia tujuan bandara Bali.
13. Inisial SRL warga negara Australia tujuan bandara Bali.
Dari data yang dipaparkan diatas dapat disimpulkan bahwa destinasi wisata Indonesia sangat rawan atas berbagai bentuk kejahatan seksual yang menimpa anak-anak. Oleh karena itu ECPAT Indonesia mendorong pemerintah dan stakeholder pariwisata untuk segara melakukan langkahIangkah pencegahan, perIindungan dan penyelematan destinasi wisata Indonesia dari para sejumlah wisatawan yang merusak reputasi destinasi wisata Indonesia. “Memperketat masuknya wisatawan yang berpotensi melakukan kekerasan seksual anak di berbagai bandara di Indonesia perlu segera dilakukan. Selain itu, edukasi kepada usaha wisata agar memperhatikan wisatawan yang melakukan kejahatan
seksual pada anak. Masyarakat di destinasi wisata juga perlu dididik agar tidak terlalu mempercayakan anak-anak mereka bergauI dengan wisatawan”. Demikian disampaikan Koordinator ECPAT Indonesia. BeIiau juga mendesak agar Kementerian Pariwisata dan Kementerian Permberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak perlu melakukan kolaborasi dalam menyelamatkan destinasi wisata dari para wisatawan yang tidak bertanggungjawab. “SeIama ini kedua kementerian ini belum menunjukkan kolaborasi yang kongkrit dalam mencegah dan melindungi destinasi wisata dari praktek kekerasan dan ekspIoitasi seksual anak”. Ungkapnya.