Jakarta, Suarakristen.com
Pilkada di DKI sudah selesai. Namun dampak panasnya dari pesta demokrasi di ibukota masih terasa. Ironisnya hawa panas itu terjadi tidak hanya di Jakarta, tapi melebar ke berbagai wilayah di Indonesia.
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Amin Mudzakir mengkhawatrkan dampak negatif dari pilkada DKI Jakarta yang kental dengan isu SARA. Kekhawatirannya terutama pada soal toleransi di Indonesia.Bukan hanya toleransi antar umat beragama, tapi juga antar sesama anak bangsa.
“Dari sekian organisasi masyarakat di Indonsia, saya melihat hanya NU yang komitmennya kuat dan konsisten mengimplementasikan dan menggaungkan masalah toleransi, yang lainnya tidak terdengar”, katanya saat berziarah ke makam Syeh Abdul Muhyi, Pamijahan , Tasikmalaya.
Hampir seluruh organ yang ada di tubuh NU, bergerak menggaungkan sikap toleransi di Indonesia. Mulai dari lembaga-lembaga dibawahnya, sampai dengan Banom ( Badan Otonom ) NU seperti halnya GP Anshor dan Banser.
NU melalui Banom dan Lembaganya dengan tegas menolak segala gerakan radikal di Indonesia. Khususnya gerakan HTI yang dianggap intoleran karena condong ingin memaksakan mengubah sistem di Indonesia dengan khilafah Islamiyahnya.
“Anehnya ketika NU menggaung-gaungkan toleransi d tanah air, kerap NU menjadi sasaran serangan dan cemoohan masyarakat lainnya. Terutama kelompok Islam radikal. ” Ujar pria lulusan ilmu sejarah UGM yang tengah melakukan penelitian soal NU dan minoritas di Tasikmalaya.
Alhasil, kata Amin, NU seolah-olah SENDIRIAN menyikapi masalah toleransi yang saat ini sedang terancam di Indonesia. Padahal, ia menduga yang lainnya pun paham betul kondisi ini.
“Andai kata tidak ada NU . mungkin toleransi di Indonesia ini sudah mati.” Ujarnya.
Sumber : MusliModerat.net