Perubahan Paradigma Dalam Penerapan Manajemen Sumber Daya Manusia (Bagian IV)

0
2016

Oleh: P. Adriyanto

 

Para HR professional ditantang untuk mengembangkan *HR Strategies* yang efektif yang bisa dikaitkan dan mensupport sasaran perusahaan, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Salah satu strategi yang harus dirancang secara serius adalah yang menyangkut *employee engagement,* yakni bagaimana melibatkan/mengundang partisipasi para karyawan dalam memanajemeni bisnis.

Para karyawan yang engaged adalah mereka  yang punya komitmen tinggi dan memiliki kepuasan kerja sehingga dapat memberi kontribusi yang berarti bagi pertumbuhan perusahaan.

 

Siapa yang harus dilibatkan dan dalam fungsi-fungsi manajemen apa (perencanaan, pengendalian, pembahasan masalah-masalah perusahaan, pengambilan keputusan, perancangan strategi, dan lain-lain) dan sampai batas-batas mana.

 

Kurangnya perhatian terhadap employee engagement akan menimbulkan larinya para karaywan kunci. Jadi employee engagement ini merupakan bagian terpenting dalam strategi untuk meretensi karyawan kunci.

 

Ada perusahaan yang membabi-buta dalam menerjemahkan dan menerapkan employee enggagement ini.

Untuk menciptakan employee engagement yang tinggi, manajemen dan karyawan kunci dilibatkan dalam rapat dengan frekuensi yang tinggi (rapat dilaksanakan setiap hari dalam waktu yang lama), sehingga pemberdayaan mereka jauh dari optimal.

Pembahasan dalam rapat lebih difokuskan pada berbagai masalah operasional dan seakan meja/ruang rapat menjadi tempat pembuangan berbagai masalah dengan solusi yang tidak tuntas. Terbentuklah *problem solving mindset* yang menjadi budaya perusahaan yang sukar diubah. Rapat hanya membahas masalah-masalah yang sudah terjadi *(lagging indicators)* dan kurang memikirkan perencanaan ke depan *(leading indicators)*

Jangan memandang masa lalu/kinerja-kinerja masa lalu sebagai sesuatu yang patut dibanggakan. Bila manajemen tidak mau beranjak dari masa lalu, maka mereka tidak bisa maju. Tanpa mereka sadari mereka dihinggapi penyakit *inertia*sehingga semakin lama mereka akan mempunyai sikap resistensi terhadap perubahan.

Lebih parah lagi bila dibentuk beberapa gugus tugas (task force) untuk membahas berbagai masalah operasional.

Task force ini melibatkan juga manajemen dan sejumlah karyawan, di mana mereka harus menghadiri rapat setiap sore sampai malam hari.

Task force ini tanpa disadari juga mengambil alih tugas-tugas departemen (overlapping).

 

Mindset mereka harus  diubah menjadi *opportunity mindset* yaitu pola pikir yang berorientasi pada penciptaan dan atau pemanfaatan peluang-peluang bisnis yang baru. Manajemen yang memiliki opportunity mindset ini tidak gentar terhadap berbagai krisis, karena yakin bahwa di balik setiap krisis pasti ada peluang. Oleh sebab itu mereka berani melakukan terobosan dan perubahan-perubahan yang radikal.

Agar perubahan/breakthrough yang akan dilakukan tidak membabi-buta, maka manajemen harus melakukan

*trendwatching* terhadap perbahan-perubahan yang terjadi dalam industri. Di samping itu, pola pikir baru yang tidak selalu bertumpu pada pengalaman masa lalu, tapi harus berani dan mampu melakukan

*out of the box thinking*

(cara berpikir di luar kelaziman).

Dengan pola pikir yang berorientasi pada masa depan. Manajemen harus memanfaatkan kondisi masa depan yang belum jelas gambarannya sebagai landasan untuk mengevaluasi peluang-peluang yang terbuka.

 

Bersambung

Jakarta

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here