DPP FBBI Gelar FGD Soal Nilai-nilai Pancasila Bagi Generasi Batak Bona Pasogit

0
1925

 

 

Jakarta, Suarakristen.com

 

 

 

Dewan Pengurus Pusat (DPP) Forum Bangso Batak Indonesia (FBBI) menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk Revitalisasi Nilai-nilai Pancasila di Tanah Batak, Kamis sore, 28 September 2017, di kantor DPP FBBI, Jl. A.Yani, Jakarta Timur.

 

FGD ini digelar sebagai bagian dari perhatian dan kepedulian FBBI terhadap kondisi Ideologi Negara yakni Pancasila, yang ingin digugat oleh pihak-pihak yang berpaham radikalisme, maupun mereka-mereka yang ingin Negara ini kacau.

 

Namun sebagai ormas yang berorientasi ke Bona Pasogit (kampung halaman) di seputar Tapanuli dan kawasan Danau Toba, FBBI memfokuskan tema diskusi kali ini tentang bagaimana sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu di tanah Batak. Apakah masih berjalan sebagaimana dulu, ketika Pancasila masih diajarkan sejak di sekolah, dan sejauh mana pentingnya bagi generasi muda Batak sekarang ini.

 

Sebagai pemantik diskusi, ada 2 (dua) pembicara yaitu, Danny PH Siagian, SE., MM (Ketua Dewan Pakar DPP FBBI) yang sehari-harinya sebagai jurnalis dan dosen, dan Dr (Cand) Liberty Simbolon, M.Kom (Sekretaris Eksekutif DPP FBBI) yang juga dari kalangan akademisi dan pegiat komunikasi. Sementara penanggap adalah Dr. Ronsen Pasaribu, SH, MM yang juga Ketua Umum DPP FBBI (mantan Direktur Pemberdayaan SDM BPN) dan Dr. Merphin Panjaitan (Dosen dan Penulis Buku ‘Peradaban Gotong Royong’).

 

Dalam paparannya, Danny PH Siagian dengan judul makalah Tantangan Implementasi Nilai-nilai Pancasila Bagi Pembangunan Karakter Generasi Batak Bona Pasogit di Era Milenial” mengatakan, nilai-nilai Pancasila, khususnya bagi generasi Batak di Bona Pasogit, mengalami degradasi dibandingkan era tahun ‘60 hingga ‘90-an. Namun hal ini bukan saja persoalan di Bona Pasogit, tapi juga di berbagai daerah lainnya.

Baca juga  Tekan Tingkat Kematian Ibu di Indonesia melalui Program MARCH Kolaborasi Inggris, Indonesia dan UNFPA

 

Menurut Danny, hal itu disebabkan antara lain karena mata pelajaran Pancasila tidak lagi menjadi kurikulum wajib, sebagaimana dulu menjadi pelajaran penting di sekolah, dan terintegrasi dengan ajaran orangtua di rumah serta lingkungan. Belum lagi pengaruh Reformasi yang selalu menonjolkan demokrasi, ditambah pengaruh booming era teknologi informasi dan komunikasi yang membuai.

 

“Coba saja kita tes para siswa SMA sekarang ini misalnya. Masih lancar nggak melafalkan urutan lima sila dalam Pancasila? Apakah mereka masih bisa menjelaskan butir-butir yang terkandung dalam tiap sila itu?. Bisakah dijelaskan bentuk-bentuk implementasinya dalam keseharian?,”ungkap Danny justru mempertanyakan.

 

Sebab itu menurutnya, perlunya revitalisasi implementasi nilai-nilai Pancasila itu sendiri, untuk menjadikan generasi muda Batak, sebagai Benteng Pancasila dan berbudaya kuat.

 

“Apalagi dalam menghadapi paham radikalisme dan intoleran yang bertentangan dengan Pancasila. Belum lagi menghadapi kemungkinan munculnya pengaruh budaya luar dengan rencana pengembangan kawasan Danau Toba, yang ditetapkan Pemerintah sebagai Monaco of Asia sebagai destinasi wisata dunia. Generasi muda Batak di Bona Pasogit harus tangguh untuk itu semua,” tandasnya.

 

Tentu, lanjut Danny, penerapan implementasi nilai-nilai itu harus kreatif dan inovatif. Sesuai dengan perkembangan informasi dan teknologi yang berbasis digitalism di Era Milenial, yang menjadi dunianya anak muda sekarang.

 

Sementara itu, Liberty Simbolon sebagai pembicara kedua, lebih menekankan revitalisasi Pancasila dari segi manajemen. Menurutnya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, yang dipadukan dengan budaya yang sudah ada, perlu disinkronisasi.

 

Menurut Liberty, saat ini Pancasila menjadi sebuah Manajemen Identitas dalam keberagaman atau bermajemuk dalam menjawab tantangan bangsa kedepan, karena nilai-nilai yang berakar dari budaya Nusantara sehingga terbukti Pancasila menjadi wadah pemersatu bangsa Indonesia yang beraneka ragam dan multikultutal.

Baca juga  Penolakan Ibadah Katolik di GSG Arcamanik, Mahasiswa Kristen Mengecam Segala Bentuk Diskriminasi Umat Beragama di Kota Bandung.

 

“Yang perlu kita lakukan adalah menjiwai dan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” ungkapnya.

 

Sebagai penanggap khusus, Dr. Merphin Panjaitan mengatakan, memang seharusnya nilai-nilai Pancasila itu diterapkan kembali dalam keseharian.

 

“Terutama dalam hal bergotong-royong. Banyak tradisi yang dulu, seperti marsiadapari (bekerjasama dalam mengerjakan sawah secara bergiliran-red) yang sudah sangat bagus dan menjadi tradisi, sekarang sudah tidak ada. Dan banyak lagi soal kebersamaan dan keadilan lainnya yang perlu dibangkitkan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila itu sendiri. FBBI tentu diharapkan bisa menginspirasi semua itu,” bebernya.

 

Sedangkan Ronsen Pasaribu sebagai penanggap utama mengatakan, perlunya para tetua desa atau orang yang dituakan dan disegani di desa (hatobangon), selain kepala desa dan tokoh adat, untuk mendorong implementasi nilai-nilai Pancasila itu sendiri.

 

“Sebab mereka biasanya sangat memahami dan berkompeten dalam penerapaan nilai-nilai Pancasila itu sendiri, dari sudut tradisi dan budaya di wilayah masing-masing,” jelasnya.

 

Tanggapan lainnya disampaikan Alan Sihombing, SH, Sekjen DPP FBBI, yang mengatakan mestinya menjalankan nilai-nilai Pancasila itu dengan menyadari filosofi Dalihan Natolu (tiga tungku) dalam filosofi adat Batak. Terutama dalam menjalankan pemerintahan di daerah, dari tingkat Bupati hingga Kepala Desa.

 

Dari pantauan, diskusi berlangsung hampir tiga jam, yang diikuti sekitar 20 orang dari unsur DPP, pengurus DPD FBBI DKI Jakarta, akademisi dan aktivis seni dan budaya Batak, dengan moderator Mutiara Marbun, SH (Kepala Kantor DPP FBBI). Usai diskusi, dilanjutkan dengan launching website FBBI.

 

Mengutip pesan Presiden Jokowi pada penutupan Pertemuan Pimpinan Perguruan Tinggi se-Indonesia di Peninsula Island, Nusa Dua, Kabupaten Badung, Provinsi Bali Selasa (26/09/2017), yang mengatakan, era keterbukaan memberikan celah bagi upaya-upaya infiltrasi ideologi yang dapat memecah belah bangsa.

Baca juga  GAUDI Brand Lokal Indonesia Melaunching Koleksi Terbarunya "Harmony " Di Grand Indonesia

 

Sebab itu, Jokowi menegaskan, untuk merawat Kebhinnekaan dan pembinaan ideologi Pancasila sebagai pandangan hidup Bangsa Indonesia, perlu dimasukkan baik ke dalam kurikulum pengajaran maupun kegiatan pendidikan nonformal lainnya.

 

Tanamkan bahwa kebinekaan adalah sumber kekuatan bangsa Indonesia dan betapa kita ini sangat beragam. Negara ini kokoh menjadi satu dengan dasar Pancasila. Dengan bekerja bersama, marilah kita rawat NKRI. Perkuat Pancasila, tolak radikalisme dan terorisme, pungkasnya.

 

Turut mendampingi Presiden, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi M Nasir serta Gubernur Bali I Made Mangku Pastika. Acara itu diikuti 3.000-an pimpinan Perguruan Tinggi dari seluruh wilayah Indonesia. (DANS)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here