Keberhasilan Jokowi Ukuran Papua.
Tiga tahun Jokowi Presiden banyak membangun infrastruktur termasuk sudah hampir semua Papua dapat dilalui jalan darat. Tapi saya mau membuka mata kita menguji pasal 31, 27 (2) dan 33 UUD. Apakah ada perbaikan mutu hidup rakyat Papua diuji dari tiga pasal dan pasal-pasal lain?:
1. Pasal 31. Angka buta huruf di Papua (15 tahun ke atas) 584.441 dari jumlah penduduk 3,6jt, 34.8% dan semua yang buta huruf itu orang Papua Asli. Bandingkan di Jawa Barat jumlah buta huruf 604.683 dari jumlah penduduk 43.02jt.
Pasal 27 (2). Penganggur di Papua 69.469 ditambah 33% dianggap bekerja tetapi tidak menerima gaji. Di Jawa Barat penganggur 1.899jt dan sedikit tanpa gaji.
3.pasal 33. Sejak era orde baru, pemerintah giat membangun pasar. Tapi semua pasar di kota-kota di Papua: Jayapura, Sorong, Timika, Manokwari, Biak dll tidak ada orang Papua yang berdagang di dalam pasar. Mereka jualan di pinggir jalan dan jualannya pinang buah-buahan ikan dan hasil bumi sekedar satu kg beras. Hari ini hal itu masih terjadi.
Juga di arena pembangunan jalan itu yang jualan makanan untuk buruh adalah pedagang pecel lele dan warteg.
Tugas negara/presiden sebagaimana dalam alinea IV pembukaan UUD adalah menegakkan hukum dan mewujudkan kesejahteraan rakyat. Tidak mengukur seberapa panjang jalan raya yang dibangun. Besar kemungkinan jalan raya itu mempercepat pertambahan kekayaan yang punya akses sementara orang miskin tetap miskin. Itu juga yang dilakukan Suharto dulu, tidak memperbaiki nasib buruh tani dan nelayan atau rakyat marhaen.
Kesimpulan saya, Untuk kesejahteraan rakyat, Jokowi lambat. Tetapi menjawab kebutuhan orang kaya/kapitalis Jokowi cepat.
Kawan-kawan yang mempunyai akses kepada Jokowi sampaikan data ini, masih ada waktu 2 tahun. Jangan konsentrasi membangun image ke 2019 jabatan periode ke 2 tetapi konsentrasi menjalankan amanah alinea IV UUD sejalan dengan cita-cita Sukarno memerdekakan Indonesia mendirikan welfarestate, membangun Indonesia dengan gagasan Trisakti dan semua itu untuk rakyat marhaen.
Suharto dan Jokowi.
Suharto luar biasa dipuji pengagum ekonomi Berkley, berhasil membangun infrastruktur seluruh Jawa dan Sumatera serta berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi pernah 7% dengan upah buruh rendah tetapi memanjakan kapitalis/neolib. Kebijakan itu secara matang saya kritik sejak tahun 1978, banyak lingkaran I Jokowi sekarang memusuhi saya bahkan memenjarakan saya. IMF dan Bank Dunia memuji Suharto. Pujian paling hebat diberikan WB dan IMF April 1997 tiga bulan kemudian krisis sampai pernah nilai tukar dollar 1 USD dari 2.300 ke 15.000 Rupiah. Ternyata fondasi ekonomi Indonesia rapuh.
Kami di ILO dan Serikat Buruh dunia berpendapat: membangun fondasi ekonomi yang kuat adalah harus human investment be priority not physically economic.
Pilihan prioritas Jokowi dengan lingkaran I banyak orang-orang neolib Suhartois, mirip dengan prioritas Suharto. Satu perbedaan tajam adalah: Suharto mengundang USA sementara Jokowi mengundang RRC. Padahal lebih menguntungkan menggandeng USA; mereka kirim modal, kirim manajer dan pulang bawa untung. RRC kirim modal, kirim produk, kirim manajer, kirim buruh kasar dan pulang bawa untung.
Keduanya menyimpang dari pembukaan IV UUD alinea IV dan melanggar prinsip trisakti. Berbeda pendapat dimungkinkan dan inilah teriakan buruh yang saya suarakan sejak tahun 1978. Dalam hal ini mudah-mudahan Jokowi tidak mengikuti langkah salah yang ditempuh Suharto, menjawabnya saya dikirim ke penjara. Yang benar pendapat yang saya suarakan itu dipergumulkan.
Tahun 1970-an pemerintahan Suharto jorjoran membangun Papua dengan:
1. Transmigrasi Jawa besar-besaran
2. Membangun puskesmas dan SD Inpres sebanyak mungkin
3. Membangun pasar modern di kota-kota besar dan infrastruktur jalan.
Tahun 1984, kami ada dialog pembangunan Papua di Solo. Hadir dari Papua Antropolog dosen Uncen Dr. Arnol App. Beliau menyuarakan kebijakan Jakarta di Papua adalah memiskinkan orang Papua dan mensejahterakan orang Jawa di Papua. Di papua banyak dibangun SD Inpres, puskesmas dan Pasar, itu bukan untuk orang Papua tetapi Jawa dan pendatang.
Usai pertemuan di Medan saya diintetogasi, Arnold App ditangkap militer lalu ditahan Kodam, beberapa hari kemudian dibunuh militer. Dan waktu itu banyak Orang Papua melarikan diri ke Nuigenia, australia dan Belanda.
Suharto membangun ekonomi di Papua untuk orang luar, human investment diabaikan. Kalau mau mensejahterakan Papua, pergunakanlah pepatah China yg saya dengar di GMKI tahun 1976″ kalau ada orang makan tanpa ikan jangan beri ikan tetapi beri pancing dan ajari memancing sehingga tetap bisa makan ikan. Itu artinya human investment or human development. Itu gagasan kami di serikat buruh dunia dan ILO. Kapitalis/neolib tentu berpandangan sebaliknya.
Merdeka! Sudah 72 tahun.
Prof. Dr. Muchtar Pakpahan, Ketum DPP SBSI.