TREN “WANITA SIMPANAN” DI KALANGAN WANITA MUDA
Oleh: Debora Angelin, Mahasiswa Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) Jakarta
Seperti yang kita ketahui tren “wanita simpanan” ini sudah cukup terkenal sejak dahulu. Akan tetapi semenjak adanya virus covid-19 ini, tren ini makin terkenal dikalangan pelajar maupun mahasiswi melalui beberapa jejaring sosial.
Dikarenakan menurunnya tingkat inflasi yang ada di Indonesia membuat sebagian wanita bahkan pelajar sekalipun terpaksa untuk menjadi wanita simpanan. Karena sulitnya mendapat pekerjaan membuat mereka berupaya untuk mencari laki-laki yang sudah berumur atau lazim saat ini kita sebut sebagai “sugar daddy” untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sendiri.
Mungkin bagi sebagian orang pekerjaan mereka ini memanglah tidak sepantasnya dilakukan, tetapi bagi mereka itulah satu-satunya pekerjaan yang dapat mereka lakukan dan paling mudah untuk dilaksanakan dalam sehari-harinya.
Seperti halnya dengan video yang sedang terkenal yang ditayangkan di TV Show mengenai wanita yang sedang melaksanakan studinya di dua universitas sekaligus mengakui bahwa dirinya merupakan salah satu dari “wanita simpanan”. Ia bertahan dengan alasan bahwa ia pikir menjadi seorang istri sama dengan apa yang ia lakukan, bedanya jika seorang istri menjajakan kemaluannya secara sukarela sedangkan ia tidak suka jika tidak dibayar.
Banyak juga contoh-contoh kasus lain yang terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari tetapi mungkin saat ini masih banyak dari mereka yang belum diketahui statusnya oleh masyarakat disekitarnya.
Di Malaysia terjadi peningkatan jumlah wanita-wanita muda terutama yang masih berstatus mahasiswi menggunakan aplikasi yang diperuntukan untuk mencari “sugar daddy”. Sehingga Wakil Menteri Malaysia di Departemen Menteri (Urusan Agama) melakukan kecaman terhadap pihak aplikasi tersebut. Dan hingga saat ini, Malaysia sudah melakukan tindakan dengan memblokir aplikasi tersebut di wilayah Malaysia sendiri.
Saya sendiripun sudah pernah bertemu dengan mereka yang biasa disebut dengan “wanita simpanan”. Dan salah seorang dari mereka menjelaskan bahwa ia melakukan hal ini bukan hanya untuk uang semata melainkan ia hanya ingin mencoba hal yang baru yang bahkan tidak pernah terlintas dibenaknya sendiri. Ia pun sangat merasa tertantang akan perasaan takut jika diketahui oleh kedua orang tuanya.
Dan salah seorang dari mereka juga melakukan hal ini bahkan dengan arahan dari mama kandungnya sendiri. Mama kandungnya yang memperkenalkan ia dengan sosok pria yang kerap ia sebut sebagai “sugar daddy” ini dengan tujuan agar mamanya dapat membeli apapun yang diinginkannya karena ia tahu bahwa suaminya belum tentu bisa mengabulkan apapun keinginannya. Bahkan sampai sekarang ketika umurnya sudah menginjak angka 25 pun ia masih melakukan hal ini dan tidak berupaya untuk mencari pekerjaan yang lain.
Hal ini memang tidak bisa dibenarkan sama sekali untuk dilakukan. Tapi menurut saya, bukan berarti kita bisa menghakimi seseorang dengan melontarkan kalimat-kalimat kasar atau menjauhi orang yang memiliki “pekerjaan” seperti itu. Seharusnya sebagai warga Negara Indonesia kita harus mampu menerima apapun pekerjaan orang lain selagi mereka tidak merugikan diri kita sendiri. Seperti yang disebutkan dalam Pancasila pada sila ke-2 bahwa kita harus memperlakukan seseorang dengan adil dan beradab, sebesar apapun kesalahan orang kita harus mampu memperlakukan ia dengan baik. Karena setiap orang memiliki hak asasinya masing-masing.
Dalam persepsi saya sebagai orang Kristen, jika Tuhan saja mampu mengampuni kesalahan yang dilakukan oleh masing-masing dari kita. Mengapa kita yang masih belum sempurna ini dan masih memiliki banyak kesalahan tidak mampu mengampuni? Seperti yang Tuhan sampaikan kepada kita melalui kisah perempuan sundal yang bernama Rahab, Tuhan ingin menyampaikan bahwa ia masih mengampuni dan mengasihi Rahab. Bahkan, Tuhan masih mau memberkati dan menyelamatkan ia dan keluarganya saat jatuhnya kota Yerikho (Yos 6:17-25).
Dibalik pekerjaan yang mereka lakukan itu mungkin terdapat masalah yang mereka tampung sendiri tanpa mempunyai seseorang yang bisa dijadikan sebuah sandaran. Maka dari itu, kita sebagai manusia harus bisa menghargai setiap pekerjaan orang meskipun kita tahu hal itu salah. Kita juga bisa mencoba untuk memberikan motivasi kepada mereka dan memberikan rekomendasi pekerjaan yang mungkin bisa mereka lakukan. Ataupun kita juga bisa mengajak mereka mencoba untuk beribadah lagi dan menemukan Tuhan sebagai sandaran mereka dalam setiap masalah yang sedang dihadapinya.
Salah seorang yang saya wawancarai menyebutkan bahwa hal ini sama dengan pengkhianatan. Ini merupakan sebuah “virus” yang tidak dapat disembuhkan dan akan tetap terus terjadi meskipun mereka sudah berusaha untuk berubah. Dan ia berkata bahwa untuk apa saya merangkul mereka? Dan salah seorang lain berkata, untuk apa saya menghakimi mereka jika hidup saya masih belum tentu benar?. Dan saya setuju dengan perkataan terakhir, belum tentu apa yang terlihat diluar itulah sebuah kebenarannya. Belum tentu orang yang bersikap baik nyatanya adalah orang baik dan begitu juga sebaliknya.
Dan ditengah permasalahan pelik yang terjadi di Indonesia terutama dimasa pandemi ini, setiap orang pasti memiliki masalah yang sama perihal pekerjaan dan mungkin inilah jalan yang mereka pilih. Tetapi dibalik itu semua mereka masih ciptaan Tuhan yang memiliki hak asasi yang melekat pada diri mereka untuk tetap hidup. Dan mereka bebas melakukan apapun terhadap hidupnya sendiri, selagi memang itu tidak merugikan orang lain mengapa harus selalu dipermasalahkan? Alangkah baiknya jika kita dapat merangkul mereka sebagai bentuk rasa kemanusiaan yang kita punya. Karena kita semua sama, hidup dari tanah dan mati menjadi tanah.