Catatan Akhir Tahun Potret PemiIu Serentak 2019 Serta Proyeksi Pemantauan Pilkada Serentak 2020
Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR)
Pengantar
Indonesia menyelenggarakan Pemilu Serentak pertama pada 17 April 2019. Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden Serentak ini merupakan amanat dari Putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013. Melalui putusan tersebut, Pemilu Serentak dinilai dapat menjadikan penyelenggaraan pemilu lebih efisien dan menghemat anggaran negara. Pada kenyataannya, pelaksanaan Pemilu Serentak 2019 masih dihadapkan pada beberapa permasalahan, yaitu problematika terkait distribusi Logistik Pemilu, Data Pemilih, kapasitas dan beban kerja Petugas KPPS yang terlalu tinggi, data hasil penghitungan suara, serta terjadinya gugatan atas hasil akhir Pilpres 2019. Catatan ini adalah untuk mengetahui bagaimana implementasi Pemilu Serentak tahun 2019 sebagai lerangka evaluasi untuk memotret Pilkada serentak Tahun 2020. Pilkada serentak tahun 2020 merupakan pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara serentak yang di Ikasanakan di 270 daerah pemilihan Pada pemilhan umum serentak (Pemillu) 2019 Ialu JPPR melakukan pemantauan di 15 Provinsi dengan melibatkan relawan sebanyak 43 ribu jumlah relawan, pada pilkada serentak 2020 nanti, JPPR akan ikut berpartisipasi dalam melakukan pemantauan, wilayah pemantaun di 3 Provinsi, 54 Kota den 23 Kab/Kota.
Catatan Permasalahan Penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019
Pemilu serentak semula diharapkan dapat memperbaiki pelaksanaan Pemilu menjadi lebih eflsien. Dalam Putusan MK Nomor 14/PUU-Xl/2013, MK berpandangan bahwa Pemilu Serentak akan mengurangi pemborosan waktu clan menekan konflik atau gesekan horizontal di masyarakat pada masamasa pemilu. Selain itu, melalui Pemilu Serentak warga negara dapat menggunakan haknya untuk memilih dengan cerdas dan eflsien. Dengan kata Iain, Pemilu Serentak akan membuat proses demokrasi pada pemilu menjadi lebih bersih dari kepentingankepentingan tertentu, terutama kepentingan yang menyangkut lobi=lobi atau negosiasi politik yang dilakukan oleh partai-partai politik sebelum menentukan Pasangan Capres-Cawapres yang seringkali dilakukan berdasarkan kepentingan sesaat, bukan untuk kepentingan bangsa dan negara secara umum dan dalam jangka panjang. Pada prakteknya, ada beberapa permasalahan yang menonjol dalam pelaksanaan Pemilu Serentak 2019, berikut ini beberapa temuan dan rekomendasi JPPR:
* Daftar Pemilih
Perlu adanya pemetaan terhadap pemilih potensial yang memenuhi syarat untuk dapat di identifikasi dan di jamin hak pilihnya.
* Memperhatikan pemilih dalam DPTb/DPTbLN yang terkonsentrasi di daerah tertentu seperti, Rumah Sakit, Panti Disabilitas, Panti Jompo. Rumah Rehabilitasi, Rumah Tahanan, Lembaga Pendidikan dan Perusahaan atau Pabrik untuk menjamin ketersediaan surat suara pada hari pemungutan suara
* Distribusi Logistik
– Melakukan evaluasi dan perbaikan terhadap keterlambatan pengiriman surat suara ke Kabupaten/Kota
– Terdapat kekurangan logistic di 10 520 TPS, dan sebanyak 9.560 TPS yang mengalami keterlambatan logistic
– Selian itu masih ditemukan 6.474 TPS yang kotak suara yang tidak tersegel dan 3.441 TPS surat suara tertukar.
* Praktek Politik Uang
*JPPR menemukan 36 praktek politik uang pada masa tenang di 3 Provinsi
– Pemungutan dan Penghitungan Suara
– 2.341 TPS yang melalukan PSU karena banyak hal, seperti cuaca hujan. Netraliras KPPS, Pemilih KTP luar daerah, pengaggtian KPPS pada hari yang tidak sesuai dengan SK.
– 1.872 TPS yang melaksanakan PSS karena keterlambatan logistic Proyeksi
Pemantauan Pilkada 2020
Pilkada serentak merupakan upaya untuk menciptakan local accountability, political equity dan local responsiveness. Dengan begitu, demokratisasi di tingkat lokal terkait erat dengan tingkat partisipasi, dan relasi kuasa yang dibangun atas dasar pelaksanaan azas kedaulatan rakyat. Selain itu, hasil pilkada juga harus mampu menghantarkan masyarakat pada kondisi sosial. politik dan ekonomi yang lebih baik serta meningkatkan partisipasi aktif masyarakat. Pilkada yang baik akan melahirkan pemerintahan yang baik. Pilkada yang diselenggarakan secara lebih profesional, demokratis. akan memberikan dampak nyata terhadap perubahan politik. Meskipun demikian, dalam praktiknya Pilkada melahirkan berbagai konflik yang di antaranya dipicu oleh masalah administrasi data pemilih, netralitas penyelenggara Pemilu, serta kurangnya kepatuhan peserta pilkada dan panai politik terhadap peraturan yang berlaku. Pilkada serentak sebagai agenda politik nasional menuju demokratisasi dapat berjalan secara substansi dan tidak sekedar ritual prosedur semata.
Penyelenggaraan pilkada serentak yang dilaksanakan secara serentak dimulai pada 2015, kemudian tahap kedua akan dilaksanakan pada 15 Februari 2017 untuk kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada semester kedua 2016 dan yang
berakhir pada 2017. Selanjutnya. secara bertahap gelombang ketiga dilaksanakan Juni 2018, berikutnya tahun 2020, 2022, dan 2023 hingga pilkada serentak nasional pada tahun 2027 yang meliputi seluruh wilayah Indonesia. Pilkada secara rutin menjadi agenda nasional yang dilakukan dalam kurun waktu 5 tahun sekali. Pilkada serentak 2020 akan diselenggarakan di 9 provinsi (Sumatera Barat,Jambi,Kepulauan Riau,Kalimantan Tengah,Kalimantan Selatan,Kalimantan Utara,Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah). 37 Kota, dan 224 Kabupaten. Dalam pelaksanaan pilkada 2020 JPPR akan melaksanakan peantauan tahapan, proses pemantauan dilakanakan di empat Provinsi (Provinsi Jambi, Kepulauan Riau, Kelaimantan Se|atan, Sulawesi Utara) dan 25 Kabupaten Kota. Berdasarkan hasil kajian dan analisis JPPR, berikut ini beberapa analisis isu krusial dan potensi pelanggaran yang penting untuk di perhatikan. Masalah
Aktual Pilkada 2020
* Mahalnya ongkos kandidat, dalam hal ini berkaitan dengan politik transakional (mahar politik)
* Pecah kongsi antara kepala daerah dan Wakil kepala daerah
* Politisasi Birokrasi
* Politik dinasti
* Calon Tunggal dan calon perseorangan 4° Eks napi koruptor ikut pilkada
ldentifikasi lsu Krusial Tahapan Pilkada 2020
* Daftar Pemilih: Perlu memben’kan perhatian dan meningkatkan kualitas pendataan dan pengawasan hak pilih kelompok rentan (Masyarakat adat, pemilih daerah perbatasan, pemilih disabilitas), pemilih rentan sangat tinggi potensi kehilangan hak pilihnya
* Pencalonan: pencalonan menjadi tahapan yang sangat rentan dengan pontensi politik transaksiona! (Mahar politik), selain itu SIPOL juga harus mampu menjamin keterpenuhan syarat calon, sehianggah jumlah minimum dukungan tidak kembali menjadi polemic
* Kampanye: Munculnya narasi kampanye yang tidak mampu menerikan Pendidikan politik, seperti kampanye SARA, Netralitas birokrasi, Hoax dan kampanye citra din’ serta masih maraknya fenomena Politik Uang.