Jakarta, Suarakristen.com
Bertempat di Anjungan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta Timur, dilaksanakan seminar dan Festival Gawi Budaya dan Nggo Wani (red-pentas etnis suku Ende Lion NTT), dalam menyongsong HUT NTT ke 61, Sabtu (07/12/2019).
Acara di hadiri oleh Yosep P Badioda, Ketua Perkumpulan Wanesu Ende Lio, Ketua Panitia Festival Gawi & Nggo Wani, Flores NTT dan Bapak Viktor Manik, Kepala Penghubung NTT, serta warga NTT se-Jabodetabek.
Disela-sela acara, Josep Tote Badioda menjelaskan kepada awak media, asal mula Tari Gawi, Tari Gawi ini merupakan salah satu tarian suku Ende Lio yang tertua dan sudah ada sejak jaman leluhur mereka dulu, kata Yosep.
Menurut sumber sejarah yang ada, tarian ini sejak dulu sering ditampilkan dalam upacara adat atau ritual adat masyarakat Ende Lio.
Tari Gawi ini biasanya ditampilkan di bagian akhir acara sebagai penutup dan merupakan ungkapan rasa syukur atas berkat dan rahmat yang diberikan oleh Tuhan kepada mereka. ”Nama Tari Gawi ini berasal dari dua kata yaitu “Ga” yang berarti segan/sungkan dan” Wi” yang berarti menarik. Tari Gawi juga dapat diartikan menyatukan diri,” lanjut Yosep.
Adapun Fungsi Dan Makna Tari Gawi memiliki fungsi sebagai ungkapan rasa syukur dan penghormatan masyarakat terhadap tuhan.
Selain terdapat nilai spiritual dan nilai historis, dalam tarian ini juga kaya akan nilai filosofis. Salah satunya dilihat dari bentuk tarian, dimana para penari saling berpegangan tangan dan membentuk lingkaran.
Dalam hal ini, menggambarkan bagaimana rasa persatuan, kebersamaan dan persaudaraan yang terjalin di antara mereka begitu erat.
Dalam pertunjukannya Tari Gawi, dilakukan secara masal baik kaum laki-laki maupun perempuan. para penari tersebut membuat suatu formasi melingkar dengan mengelilingi Tubu Busu.
Dalam formasi tersebut, para penari laki-laki berada di depan atau bagian dalam, sedangkan penari perempuan di belakang atau bagian luar.
Namun ada kalanya penari perempuan membuat formasi setengah lingkaran, formasi tersebut tentunya memiliki arti tersendiri.
Gerakan tarian ini cukup sederhana karena saling bepegangan tangan, sehingga gerakannya lebih didominasi gerakan kaki maju, mundur.
Dalam tarian ini, juga dipimpin oleh seorang disebut Eko Wawi atau Ata Sodha yang memimpin tarian dan menyanyikan syair.
Selain itu, di dalam barisan para penari juga terdapat pemimpin tarian yang disebut Ulu.
“Dalam pertujukan Tari Gawi biasanya tidak menggunakan musik pengiring, namun hanya diiringi oleh syair yang dibawakan oleh Ata Sodha.
Hal ini mungkin karena merupakan tarian yang sakral, sehingga dapat dilakukan secara hikmat,” terang Yosep.
Selain tarian ada banyak makanan khas Kabupaten Ende yang Rasanya dijamin Lezat, karena cara mengolahnya yang berbeda dengan daerah yang lain.
Diantarnya Daging, Se’i atau daging asap terbuat dari daging sapi atau daging babi yang dimasak hingga matang melalui proses pengasapan.
Jagung Bose, merupakan salah satu makanan pokok di beberapa daerah di Nusa Tenggara Timur penganti beras, jadi Jagung Bose ini dimasak sampai lunak bersama bumbu -bumbu dan dimakan dengan lauk dan sayuran dan Kue rambut , sesuai dengan namanya kue ini berbentuk mirip rambut yang memiliki rasa gurih dan renyah. Terbuat dari tepung beras, nira, gula, garam, dan air, kue rambut kemudian diolah dengan cara digoreng, ujar Yosep.
Turut hadir penyanyi ibu kota Maria Calista membawakan Hymne lagu Ende Lio Flores NTT.
( Indra P )