Segera Beri Perhatian Penuh untuk Mencegah Krisis Iklim! lndonesia Mampu Meningkatkan Ambisi iklimnya untuk Menjaga Kenaikan Suhu Panas Bumi 1,5“C
Jakarta, Suarakristen.com
Laporan Brown to Green 2019 Profil Indonesia diluncurkan di Jakarta, 19 November 2019, dengan menghadirkan dua Keynote Speaker yaitu Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI, Luhut Binsar Panjaitan, serta Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI, Prof. Emil Salim.
“Sebagai ukuran NDC yang lebih ambisius, Indonesia harus mulai beralih dari energi fosil di sektor energi dan transportasi! Pada sektor ketenagalistrikan kita harus mulai mengurangi pembangkit tenaga listrik batubara dan menambah bauran energi dari energi terbarukan hingga tiga kali lipat pada tahun 2030, selain itu memperkuat pelaksanaan efisiensi energi dengan cara meningkatkan standar performa minimum yang akan mengurangi permintaan listrik di masa depan, Sedangkan di sektortransportasi kita membutuhkan percepatan elektrifikasi untuk kendaraan dan meningkatkan standar ekonomi bahan bakar yang lebih efektif sebelum 2025,”ujar Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR
Seluruh negara anggota G20 belum memiliki rencana untuk berada di jalur yang dapat membatasi pemanasan global hingga 1,5“C; bahkan emisi karbon mereka terus meningkat, terlepas dari kenyataan bahwa sebagian besar dari mereka (termasuk Indonesia) mampu secara teknis dan memiliki insentif ekonomi untuk melakukan itu. Agar tujuan 1,5“C dari Perjanjian Paris tetap dalam jangkauan, negara-negara G20 harus meningkatkan target emisi 2030 mereka pada tahun 2020 dan secara signmkan meningkatkan mitigasi, adaptasi, dan keuangan selama dekade berikutnya.
Temuan ini ada dalam ‘Brown to Green Report 2019’ yang diterbitkan secara global pada 12 November 2019 oleh Climate Transparency sebuah inisiatif kemitraan global yang beranggotakan organisasi think tank dan Lembaga Non-Pemerintah dari negara-negara anggota G20. Laporan ini adalah tinjauan paling komprehensif dari kinerja iklim negara-negara anggota G20, memetakan pencapaian dan kelemahan dalam upaya mereka untuk mengurangi emisi, beradaptasi dengan dampak iklim dan menghijaukan sistem keuangan.
Banyak dari target iklim 2030 saat ini berdasarkan Perjanjian Paris (Nationally Determined Contributions NDC) terlalu lemah, dengan sekitar setengah dari negara-negara G20 diproyeksikan untuk memenuhi atau terlalu banyak mencapai NDC yang tidak memadai. Ada banyak ruang untuk meningkatkan ambisi di antara semua negara G20.
Erina Mursanti, Manajer Program Green Economy, IESR menambahkan “Pada sektor kehutanan. potensi mitigasi yang lebih ambisius dapat dicapai melalui penerapan moratorium permanen bagi perizinan baru untuk hutan primer dan hutan sekunder termasuk pula hutan gambut serta memperkuat rehabilitasi hutan”
***
Tentang Climate Transparency Climate Transparency adalah sebuah kemitraan global yang menyatukan para pakar dari organisasi penelltian dan LSM di sebagian besar negara-negara G20. Misi kami adalah untuk mendorong aksi iklim yang ambisius di negara-negara G20: kami menginformasikan para pembuat kebijakan dan merangsang debat nasional.
Tentang IESR Institute for Essential Services Reform merupakan mitra Indonesia dari the Climate Transparency yang bermarkas pusat di Jerman, adalah institusi riset dan advokasi di bidang energi dan kebijakan lingkungan. Institusi kami mengkombinasikan studi mendalam, menganalisa kebijakan. undang undang, dan aspek tekno-ekonomi pada sektor energi dan lingkungan dengan aktivitas advokasi kepentingan umum yang kuat untuk mempengaruhi perubahan kebijakan pada skala Nasional, sub-bangsa dan dunia.
Tentang Brown to Green Report Brown to Green Report adalah tinjauan tahunan paling komprehensif di dunia tentang aksi iklim negara-negara 620 dan transisi mereka ke ekonomi nir emisi. Penilaian independen dan mendalam mengacu pada analisis terbaru dari set data internasional terkenal seperti OECD, Bank Dunia dan IEA, serta data kualitatif dari para pakar global terkemuka di bidang ini.
Tinjauan ini didasarkan pada 80 indikator untuk adaptasi, mitigasi dan keuangan dibandingkan dengan tolok ukur global 1,5“C dan bertujuan untuk membuat praktik dan kesenjangan yang baik dan transparan. Laporan ringkasan dan 20 profil negara memungkinkan laporan menjadi alat referensi yang jelas bagi para pembuat keputusan.
Penilaian kebijakan tahun ini lebih rinci daripada yang sebelumnya. Laporan ini menampilkan analisis baru dampak iklim di negara-negara (320, rencana adaptasi mereka dan kebijakan mereka untuk menghijaukan sistem keuangan.
(Hotben)