EVOLUSI DARI KNOWLEDGE WORKERS KE DISRUPTION ERA
*DISRUPTION ERA ( 1 )*
Oleh: Drs. P. Adriyanto, MBA
Saya telah mengulas knowledge workers, learning workers, dan artificial intelligence. Sampailah pada bagian terakhir yakni disruption era dari episode ini.
Apakah disruption itu ? Disruption berarti kejutan, kacau dan gangguan. Disruption era adalah zaman kejutan.
Permulaan zaman disrupsi dimulai dari perubahan politik yang berpengaruh terhadap ekonomi dunia dan stock market.
Pada tahun 1997, Clayton M. Christensen seorang proffesor dari Harvard Business School untuk pertama kali memakai istilah disruption ini.
Apakah disruption ini? Disruption adalah perubahan mendadak yang menggagu kontinuitas; tindakan yang menimbulkan kekacauan. Jadi disruption era adalah zaman perubahan dari mindset yang lama menjadi yang baru.
Dalam era disruptive ini butuh disruptive regulation, disruptive culture, disruptive mindset dan disruptive marketing.
Sebagai contoh, karena masyarakat pindah ke self driving car yang dikendalikan oleh teknologi informasi melalui smartphone, maka perlu ada perubahan peraturan lalu-lintas. Petugas bengkel tak perlu lagi seorang mekanik/montir, tapi seorang ahli IT. Hasil kerja lebih berkualitas, tapi dengan biaya yang lebih rendah.
Saat ini dunia sedang mengalami perubahan besar yang tidak bisa dihindari yang dimotori oleh informasi teknologi.
Alvin Toffler, megatakan ada tiga gerakan:
– Sekitar tahun 1990-an disebut connection, di mana internet baru lahir.
– Awal abad 21
– Disruption
Ada banyak perusahaan menengah ke atas (incumbent) yang karena enggan melakukan inovasi, maka terkena imbas dari disrupsi ini.
Contoh perusahaan-perusahaan taksi (kecuali Blue Bird Taxi yang bekerja sama dengan Gojek). Para front line di bank-bank, kasir, dokter dan bahkan dosen/guru besar serta para karyawan pabrik yang sudah menerapkan robotisasi. Juga para karyawan supermarket dan mall yang banyak ditutup karena online shopping.
Jatuhnya Net TV bukan karena disruption, tapi karena salah menetapkan segmentasi pasar (menengah), sedang sebagian besar pemirsa TV adalah masyarakat bawah, sehingga pendapatan dari iklan menurun.
Namun demikian, diperkirakan bahwa tahun 2030, sudah tidak ada lagi program TV dan radio, karena orang lebih suka mengikuti berita dari internet, youtube dan smartphone.
Demikian juga kebangkrutan 7 Eleven (Sevel). Bukan karena disruption, tapi disebabkan karena 3 hal :
1 Expenditures lebih besar dari revenue / sehingga rugi ( saya tidak yakin karena di setiap gerai Sevel selalu dipadati oleh kaum millenial).
2.Dipermasalah-kan oleh Kementerian Perdagangan karena katanya convinience store, mengapa ada banyak meja dan kursi.
3 Gagalnya perundingan akuisisi dengan perusahaan Thailand- Charoen Pokhand.
Contoh konvensional dari jatuhnya perusahaan karena disruption adalah Kodak, yang dikalahkan oleh digital camera, sehingga Fuji Film di Indonesia yang dipegang oleh Modern Group juga ikut gulung tikar.
*Bersambung*