Jakarta, Suarakristen.com
Perekonomian Indonesia Semester I-2019 bertumbuh sebesar 5,06 persen (yoy) di tengah perlemahan dan ketidakpastian ekonomi dunia. Kondisi global saat ini dipengaruhi oleh munculnya *pusat krisis baru* dan adanya tekanan perdagangan internasional. Pusat krisis baru yang muncul antara lain, akibat naiknya tensi politik di Jepang-Korea, Argentina, dan Hong Kong, pembalikan kurva imbal hasil Amerika Serikat (AS), serta perang dagang AS-Tiongkok yang berkembang menjadi Currency War. Kondisi-kondisi ini menyebabkan sumber risiko global makin meluas dan meningkat. Di dalam negeri, Bank Indonesia (BI) sudah merespons dengan menurunkan *BI 7-Days (Reverse) Repo Rate sebanyak 2 kali*. Langkah ini diharapkan efektif untuk menekan pengaruh global kepada ekonomi domestik.
Pada Semester I-2019, pertumbuhan ekonomi Indonesia didorong oleh kuatnya konsumsi dan kebijakan countercyclical belanja pemerintah. Stabilitas ekonomi Indonesia tetap terjaga dengan laju inflasi pada Juli 2019 sebesar 3,32 persen, dengan nilai tukar rupiah yang relatif stabil. Kondisi ini diyakini akan menjaga tingkat konsumsi masyarakat dan mendukung stabilitas ekonomi.
Di sisi lain, pernyataan Presiden Trump untuk kembali melakukan kenaikan tarif impor barang dari Tiongkok, serta pernyataannya terkait the FED, memberi *sentimen negatif di pasar global*. Hal ini tergambar pada kenaikan indeks volatilitas secara signifikan. Di sisi lain, kebijakan dovish dari the Fed serta kebijakan pemberian stimulus ekonomi dari ECB, telah membuka ruang untuk mengalirnya modal ke emerging market, termasuk Indonesia. Kondisi ini memberi dukungan untuk penguatan nilai Rupiah. Demikian disampaikan dalam publikasi APBN Kita edisi Agustus 2019.
*Pendapatan Negara dan Hibah Menunjukkan Kinerja Positif, Tumbuh 5,88 persen (yoy) pada Akhir Juli 2019*
Hingga akhir bulan Juli 2019, realisasi penerimaan pendapatan negara dan hibah telah mencapai Rp1.052,83 triliun atau 48,63 persen terhadap target APBN 2019. Capaian tersebut tercatat masih mampu tumbuh positif sebesar 5,88 persen (yoy).
Realisasi penerimaan pajak sampai dengan akhir Juli 2019 telah mencapai Rp705,59 triliun atau 44,73 persen dari target APBN 2019 dan tumbuh positif sebesar 2,68 persen (yoy). Realisasi penerimaan pajak utamanya ditopang oleh penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Nonmigas yang didominasi oleh penerimaan PPh 25/29 Badan, PPh 21, PPh Final, dan PPh Pasal 22 Impor. Kinerja pertumbuhan komponen PPh 21 dipengaruhi oleh faktor kinerja utilisasi tenaga kerja pada sektor usaha Industri Pengolahan, Jasa Keuangan, dan Pertambangan. Sedangkan pertumbuhan PPh Orang Pribadi (OP) masih dipengaruhi *dampak pasca Tax Amnesty* berupa pertumbuhan angsuran bulanan dan kurang bayar SPT tahunan 2019. Sementara itu, masih terdapat tekanan pada pertumbuhan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)/Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPnBM). Tekanan tersebut disebabkan oleh dampak kemudahan restitusi yang dipercepat pada tahun 2019 dan tren penurunan aktivitas impor Indonesia, serta melemahnya _Purchasing Managers Index_ (PMI) Manufaktur global yang terjadi, baik di negara maju maupun berkembang.
Realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai telah mencapai Rp105,16 triliun atau 50,36 persen dari target APBN 2019, *tumbuh double digit* sebesar 13,22 persen (yoy). *Pertumbuhan penerimaan kepabeanan dan cukai hingga bulan Juli 2019, merupakan yang tertinggi sepanjang 3 tahun terakhir*, yang ditopang oleh penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) dan cukai Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA). Penerimaan Bea Masuk (BM) telah terealisasi sebesar Rp20,69 triliun yang dipengaruhi kinerja impor, terutama sektor Perdagangan Besar dan Eceran, serta Industri Pengolahan. Berdasarkan komoditasnya, BM dipengaruhi oleh impor komoditas Bensin, Minyak Bumi, Beras, serta Pesawat Terbang dan Perlengkapannya. Kemudian di sisi lain, penerimaan BK telah mencapai Rp1,85 triliun yang ditopang oleh ekspor komoditas mineral (tambang), terutama konsentrat tembaga.
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada awal Triwulan III 2019 *terus mengalami peningkatan*. Sampai bulan Juli 2019, realisasi PNBP telah mencapai Rp241,27 triliun atau 63,78 persen dari target APBN tahun 2019, tumbuh sebesar 14,21 persen (yoy). Peningkatan ini utamanya didorong oleh kenaikan signifikan dari PNBP Kekayaan Negara yang Dipisahkan (KND) sebesar 83,22 persen (yoy), serta peningkatan PNBP lainnya sebesar 8,44 persen (yoy). Sementara itu, komponen PNBP dari SDA (baik SDA Migas dan Non Migas) lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2018, seiring dengan perkembangan harga komoditas global yang terus menurun dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika yang semakin menguat. Sementara itu, pendapatan Badan Layanan Umum (BLU) hingga Juli 2019 telah mencapai Rp24,39 triliun atau 50,92 persen dari target APBN 2019.
*Realisasi belanja negara telah mencapai 50,2 persen dari pagu APBN, yang sebagian besar untuk bantuan sosial yang tumbuh 33,5 persen (yoy)*
Realisasi Belanja Negara sampai dengan akhir Juli 2019 mencapai Rp1.236,54 triliun (50,2 persen dari pagu APBN), meningkat 7,93 persen (yoy). Realisasi Belanja Pemerintah Pusat sampai dengan bulan Juli 2019 mengalami peningkatan sebesar 9,24 persen (yoy), terutama diakibatkan oleh realisasi belanja bantuan sosial yang telah mencapai Rp75,08 triliun (73,6 persen dari pagu) atau meningkat sebesar 33,5 persen (yoy). Meningkatnya realisasi belanja bantuan sosial tersebut *menunjukkan bentuk keberpihakan pemerintah kepada masyarakat miskin untuk dapat memenuhi kebutuhan pokoknya sejak awal tahun*, antara lain melalui pencairan Program Keluarga Harapan (PKH), penyaluran bantuan premi bagi PBI JKN tahun 2019, realisasi bantuan pangan, dan realisasi Bansos lainnya seperti Program Indonesia Pintar (PIP) dan Bidikmisi. Program bantuan sosial yang telah dilaksanakan pemerintah secara tepat waktu memberi andil dalam penurunan *kemiskinan dan ketimpangan*. Sebagai informasi, persentase penduduk miskin turun menjadi 9,41 persen pada Maret 2019, menurun 0,25 poin dibandingkan periode September 2018. Sementara itu, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk yang diukur dengan rasio ketimpangan (GINI) turun menjadi 0,382 atau menurun 0,002 poin dibandingkan periode September 2018.
Realisasi belanja subsidi sampai dengan akhir Juli 2019 tercatat sebesar Rp92,20 triliun atau naik 41,10 persen dari pagu yang ditetapkan dalam APBN. Realisasi belanja subsidi tersebut meliputi subsidi energi Rp68,11 triliun dan subsidi non-energi Rp24,09 triliun. Realisasi belanja subsidi sampai dengan akhir Juli 2019 lebih tinggi Rp0,94 triliun atau 1,03 persen dibandingkan realisasi belanja subsidi pada periode yang sama tahun 2018.
Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sampai dengan Juli 2019 *terus mengalami peningkatan*. Hingga akhir Juli 2019, realisasi TKDD telah mencapai Rp475,07 triliun atau 57,46 persen dari pagu APBN 2019, yang meliputi Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp433,19 triliun (57,24 persen) dan Dana Desa Rp41,88 triliun (59,83 persen). Secara lebih rinci, realisasi TKD terdiri dari Dana Perimbangan Rp420,61 triliun (58,05 persen), Dana Insentif Daerah (DID) Rp5,32 triliun (53,22 persen), dan Dana Otonomi Khusus dan Keistimewaan DIY Rp7,25 triliun (32,71 persen).
*Pengelolaan utang dilakukan secara pruden dan produktif*
Realisasi defisit APBN hingga Juli 2019 mencapai Rp183,71 triliun atau sekitar 1,14 persen PDB. Angka tersebut *lebih rendah dari pada rata-rata defisit selama tiga tahun terakhir* yang mencapai Rp202,97 triliun. Rasio defisit terhadap PDB pun *masih terjaga di bawah batas 3 persen* sebagaimana ketentuan Undang-undang No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Sementara itu, posisi keseimbangan primer pada Juli 2019 berada pada posisi negatif Rp25,08 triliun, lebih baik dibandingkan tahun 2016 dan 2017. Realisasi pembiayaan yang dilakukan pemerintah hingga Juli 2019 mencapai Rp229,73 triliun. Dengan realisasi pembiayaan tersebut, selama dua bulan terakhir ini rasio utang terhadap PDB terjaga pada kisaran 29,5 persen, jauh di bawah batas 60 persen sebagaimana Ketentuan Undang-undang Keuangan Negara.
Di tengah perkembangan risiko global yang meningkat, pemerintah senantiasa waspada, namun optimistis pertumbuhan ekonomi tetap terjaga. Pemerintah berkomitmen untuk menjaga pengelolaan APBN yang sehat, adil, dan mandiri secara berkelanjutan. Hal ini ditunjukkan dengan upaya-upaya pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara secara optimal, melakukan pengelolaan utang yang pruden dan terus berupaya melakukan perbaikan kinerja penyerapan anggaran agar pelaksanaan APBN dapat memberikan manfaat yang optimal bagi kesejahteraan masyarakat.
Sumber:
Siaran Pers Kementerian Keuangan No SP-48/KLI/2019 tanggal 26 Agustus 2019