*EDITORIAL MEDIA INDONESIA*
*Antara Baiq Nuril dan Syafruddin Tumenggung*
*DALAM waktu kurang dari satu pekan, Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan dua putusan hukum yang mengundang reaksi publik*. Dalam putusan pertama, MA menolak gugatan peninjauan kembali (PK) yang diajukan terpidana Baiq Nuril Maknun, mantan tenaga honorer SMAN 7 Mataram, dalam kasus penyebaran konten bermuatan asusila. *Putusan atas PK dengan No 83 PK/Pid.Sus/2019 tersebut diumumkan MA, Jumat (5/7).*
*Pada putusan kedua, MA mengabulkan kasasi yang diajukan terdakwa kasus bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Syafruddin Arsyad Temenggung*. Putusan tersebut tercantum dalam amar putusan No 1555K/PID.SUS-TPK/2019 dan diumumkan secara resmi di Gedung MA, Selasa (9/7).
*Kedua putusan tersebut mengandung konsekuensi yang berbeda seratus delapan puluh derajat*. Ditolaknya PK Baiq Nuril memperkuat vonis di tingkat kasasi yang menghukum Baiq Nuril 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan. *MA mendasarkan pertimbangan hukumnya pada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan menilai Baiq pantas menerima ganjaran kurungan karena telah merekam percakapan mesum Kepala SMAN 7 Mataram*, Haji Muslim. Perbuatan Baiq, menurut MA, membuat keluarga besar H Muslim malu.
*Sebaliknya, dalam kasus dikabulkannya kasasi Syafruddin Temenggung, MA melihat Syafruddin terbukti melakukan tindakan tersebut, tetapi perbuatan itu tidak dapat dikategorikan sebagai tindak pidana*. Dengan demikian, Syafruddin Temenggung bebas dari jerat hukum.
*Kita menghormati putusan hukum yang dikeluarkan MA, baik dalam kasus ditolaknya PK Baiq Nuril maupun dikabulkannya kasasi Syafruddin Temenggung*. Ditolak maupun dikabulkannya permohonan kasasi ataupun PK, keduanya merupakan ranah, hak, dan kewenangan MA. *Apa pun keputusan dari MA atas suatu perkara, kita sepenuhnya menghormati ranah, hak, dan kewenangan tersebut.*
*Selanjutnya terpulang kepada para pihak yang beperkara untuk menentukan pilihan, melanjutkan langkah hukum atau menerima putusan yang telah ditetapkan MA.* Dalam kasus ditolaknya PK Baiq Nuril, secara hukum tidak ada lagi ruang bagi Baiq Nuril untuk melakukan upaya banding ke tingkat yang lebih tinggi.
*Yang dapat dilakukan ialah mengajukan amnesti kepada Presiden Joko Widodo, seperti yang marak diberitakan dalam hari-hari belakangan ini*. Dalam kaitan itu, kita menilai pengajuan amnesti yang dilakukan Baiq Nuril adalah tepat. *Meski berdasarkan prosedur MA telah menolak permohonan PK Baiq Nuril, secara substantif kita merasakan ada rasa keadilan yang belum sepenuhnya dapat diakomodasi dalam perkara Baiq Nuril.*
*Pemberian amnesti oleh Presiden Joko Widodo, kita pandang dapat menjadi jalan untuk dipenuhinya rasa keadilan tersebut tanpa menyalahi hukum prosedural*. Karena itu, kita mengapresiasi sikap positif Presiden Jokowi yang telah berjanji menggunakan kewenangannya untuk memberikan amnesti kepada Baiq Nuril.
*Dalam kaitan itu, langkah Kejaksaan Agung yang tidak terburu-buru melakukan eksekusi atas putusan MA patut pula dihargai*. Demikian pula langkah Kemenkum dan HAM yang menyiapkan pendapat hukum mengenai amnesti bagi Baiq Nuril.
*Terkait dengan dikabulkannya kasasi Syafruddin Temenggung, posisi hukum dalam kasus tersebut sudah bersifat inkrah*. Dalam hal itu, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak bisa mengajukan peninjauan kembali (PK) atas perkara tersebut. *Akan tetapi, jika di kemudian hari jaksa KPK dapat melakukan upaya hukum luar biasa, itu kita serahkan sepenuhnya kepada KPK.*
*Yang perlu kita tekankan ialah hendaknya KPK menarik pelajaran dari kekalahannya pada kasus tersebut*. Artinya, di masa depan, KPK harus lebih cermat saat menyelesaikan perkara sehingga kredibilitas lembaga antirasuah itu tidak tercederai oleh kekalahan di proses hukum akibat disorientasi dalam penyelesaian suatu kasus.