*EDITORIAL MEDIA INDONESIA*
*Ujian Profesionalitas Sembilan Hakim MK*
*SALAH satu fokus perhatian publik dalam persidangan sengketa hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2019 di Mahkamah Konstitusi beberapa hari terakhir ini tentu saja tertuju pada performa majelis hakim*. Sembilan hakim konstitusi akan menjadi aktor utama dari dinamika persidangan sejak sidang perdana, Jumat, 14 Juni, hingga pembacaan putusan sengketa pada Jumat, 28 Juni mendatang.
*Mereka menjadi titik perhatian karena sesungguhnya kali ini para hakim konstitusi tak hanya tampil menguji hasil pilpres yang disengketakan*. Pada saat yang sama para hakim itu juga harus menjawab ujian publik tentang beberapa isu terkait dengan profesionalitas mereka yang kerap terembus tidak sedap.
*Maklum saja, sebelum rangkaian persidangan dimulai, majelis hakim sudah diterpa banyak tudingan, terutama perihal kualitas dan netralitas mereka*. Oleh kubu tertentu, MK dan hakim-hakimnya juga terus dicecar dengan argumen-argumen negatif yang patut diduga dimaksudkan untuk merusak kepercayaan publik terhadap independensi dan integritas lembaga tersebut.
*Hingga persidangan hari keempat, Kamis (20/6), ternyata hakim-hakim MK mampu menjawab ujian itu dengan amat baik*. Tuduhan bahwa mereka tidak netral, tidak independen, tidak profesional, nyatanya tak terbukti benar. *Mereka kerap dicurigai bakal memihak kubu petahana atau 01, tetapi faktanya terlihat jelas ketidakberpihakan mereka.*
*Dalam beberapa kali kesempatan, majelis hakim bahkan memberikan toleransi ke kubu Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi atau 02, dan sebaliknya membatasi pihak 01.* Sebagai contoh, di hari pertama sidang, hakim MK mengakomodasi perbaikan permohonan 02 yang sebetulnya oleh sebagian pengamat dinilai merugikan KPU sebagai termohon dan 01 sebagai pihak terkait.
*Dalam kesempatan lain, seperti pada sidang pemeriksaan saksi-saksi yang dihadirkan 02, Rabu (19/6), majelis hakim terlihat beberapa kali menegur tim kuasa hukum, baik kubu 01 maupun 02, dengan beberapa alasan*. Salah satunya mereka menegur tim kuasa hukum Jokowi-Amin soal juru bicara karena ada empat orang dari tim hukum 01 yang berbicara di persidangan sengketa Pilpres 2019.
*Meski demikian, sempat dikesankan pula bahwa hakim-hakim terlihat sangat menikmati mencecar saksi-saksi 02 dengan pertanyaan tajam dan menusuk*. Itu kemudian ‘digoreng’ sebagai indikasi keberpihakan hakim MK terhadap kubu 01.
*Padahal, faktanya cecaran pertanyaan dari majelis hakim itu lebih ditujukan demi menguji kebenaran pernyataan yang disampaikan saksi-saksi tersebut*. Terbukti kemudian bahwa sebagian besar saksi itu memang tidak cukup kredibel, tak memiliki kualitas memadai, dan lebih gemar beretorika. *Salah satu saksi setelah diuji keterangannya bahkan mengaku bahwa sebetulnya saat ini ia masih berstatus tahanan kota.*
*Kekonyolan-kekonyolan saksi seperti itu, ditambah kelemahan alat-alat bukti yang diajukan pemohon, merupakan salah satu bagian dari proses ujian profesionalitas hakim-hakim MK tersebut*. Sejauh ini, tampaknya kita patut memberikan apresiasi tinggi sambil berharap performa dan integritas yang ditunjukkan majelis hakim hari-hari ini dapat berlanjut hingga tahap putusan.
*Bagaimanapun, pada akhirnya, lulus atau tidaknya MK melewati ujian itu akan dinilai dari putusannya*. Ketika MK taat pada bukti dan hati nurani, tak ada alasan apa pun bagi siapa pun untuk mempersoalkan putusan itu.
*Di satu sisi, keputusan yang tepat dari MK akan membawa jalan terang bagi perjalanan demokrasi yang lebih beradab*. Pun sebaliknya, kematangan berdemokrasi akan dilihat dari kelegawaan kita mengikuti *putusan MK sebagai satu-satunya jalur konstitusional dalam sengketa hasil pilpres.*