Dua pertiga CEO global mengatakan bahwa kelincahan (agility) adalah mata uang bisnis baru dan bahwa jika mereka tidak beradaptasi, bisnis mereka akan menjadi tidak relevan.
Jakarta, Suarakristen.com
CEO Indonesia yakin akan pertumbuhan yang berkelanjutan selama tiga tahun ke depan terlepas dari meningkatnya tantangan teknologi, lingkungan, dan ekonomi yang mereka hadapi. Namun dalam mengejar pertumbuhan mereka, CEO secara global harus gesit atau menjadi tidak relevan.
Menurut KPMG International Global CEO Outlook yang kelima, 10 persen CEO Indonesia yakin bahwa pertumbuhan pendapatan (topline) mereka akan lebih dari 10 persen selama tiga tahun ke depan, sementara 80 persen mengatakan akan kurang dari 2 persen, kata Tohana Widjaja, Managing Partner KPMG Indonesia.
“CEO Indonesia masih yakin terhadap pertumbuhan, tetapi hanya 10 persen yang yakin akan mencapai pertumbuhan pendapatan di atas 10 persen. Hal ini terutama karena mayoritas CEO Indonesia sedang fokus melakukan transformasi bisnis di organisasi mereka,” tambah Tohana.
Secara global, lebih dari setengah CEO yakin mereka akan berhasil tetapi cukup realistis, dengan 53 persen memproyeksikan pertumbuhan tiga tahun secara hati-hati hingga 2 persen (turun dari 55 persen pada 2018). Seperti di tahun 2018, mereka juga mempertahankan prospek pertumbuhan tiga tahun yang positif untuk ekonomi global, meskipun sedikit turun dari 67 persen menjadi 62 persen selama 12 bulan terakhir. Keyakinan ini juga ditunjukkan oleh komitmen mereka untuk merekrut, dengan 36 persen CEO memproyeksikan untuk menambah lebih dari enam persen tenaga kerja mereka dalam tiga tahun ke depan.
Tetapi sementara para CEO optimis tentang masa depan dan prospek pertumbuhan mereka sendiri, mereka cemas tentang volatilitas geopolitik dan ancaman dunia maya. Oleh karena itu, CEO semakin fokus untuk membangun ketahanan organisasi yang diperlukan untuk menguasai gangguan dan mempertahankan momentum.
Sementara 94 persen CEO yakin akan prospek pertumbuhan bisnis mereka sendiri, hanya 62 persen merasakan hal yang sama tentang ekonomi global.
“CEO yang sukses sekarang harus menjadi CEO yang gesit,” kata Bill Thomas, Global Chairman, KPMG International.
“Berhasil dalam dunia yang penuh gejolak dan ketidakpastian membutuhkan keterampilan kepemimpinan yang berbeda, terutama di organisasi multinasional besar. Ini bukan lagi masalah hanya mempertahankan posisi Anda dan menggunakan skala untuk mempertahankan keunggulan kompetitif. Saat ini, CEO perlu mengubah model bisnis mereka dengan menjalin kemitraan strategis baru, mempertimbangkan strategi Merger & Acquisition (M&A) alternatif dan meningkatkan keterampilan tenaga kerja mereka.”
Putusnya Inovasi
Dalam situasi sekarang di mana inovasi teknologi yang mendorong pertumbuhan, sebagian besar CEO Indonesia (70 persen vs 84 persen secara global) percaya bahwa budaya gagal-cepat (fail-fast culture) sangat diperlukan untuk saat ini, di mana suatu
organisasi harus bisa belajar cepat dari kegagalan yang dialami. Namun, hanya 40 persen (secara global 56 persen) mengatakan bahwa jenis budaya tersebut ada di organisasi mereka.
CEO Indonesia juga lebih berhati-hati dalam penggunaan teknologi cloud dengan hanya 30 persen lebih percaya tentang peningkatan penggunaan teknologi cloud dalam organisasi mereka, dibandingkan dengan 78 persen dari kolega global mereka. Menariknya, 90 persen memiliki kekhawatiran tentang migrasi semua data bisnis mereka ke cloud.
“Membudayakan Artifcial Intelligence (AI) dan teknologi baru dalam organisasi yang sudah mapan adalah tugas yang menantang dan CEO perlu mengambil posisi terdepan dalam mendorong pemanfaatan teknologi di organisasi mereka,” kata Irwan Djaja, CEO KPMG Sidharta Advisory.
Irwan menambahkan bahwa hal ini memberikan peluang yang unik bagi organisasi di Indonesia untuk memperbaharui kemampuan digital mereka, supaya bisa ikut mengambil keuntungan dari ekonomi digital Indonesia yang berkembang pesat saat ini.
Keamanan dunia maya terhadap inovasi
Cyber terus menjadi perhatian CEO, meskipun turun dari risiko tertinggi kedua tahun lalu menjadi keempat tahun ini. Pada tahun 2019, CEO dalam jumlah yang lebih besar (69 persen banding 55 persen pada 2018) mengatakan strategi keamanan cyber yang kuat sangat penting untuk mendorong kepercayaan dengan para pemangku kepentingan utama (key stakeholders) dan sebagian besar (71 persen) memandang keamanan informasi sebagai faktor kunci dalam strategi inovasi mereka. CEO Indonesia juga berbagi pandangan ini.
Memperoleh keahlian melalui M&A
Bagi banyak CEO, M&A menghadirkan peluang terbaik untuk meningkatkan kemampuan digital dengan cepat. Strategi M&A proaktif menjadi agenda penting bagi 84 persen CEO yang memiliki selera M&A sedang atau tinggi selama tiga tahun ke depan. Hal ini lebih didorong oleh pandangan bahwa M&A dapat mengubah model bisnis lebih cepat daripada pertumbuhan organik.
Penanaman modal
Ketika diminta untuk memprioritaskan antara membeli teknologi baru atau mengembangkan tenaga kerja mereka untuk meningkatkan ketahanan organisasi mereka, CEO secara global lebih menyukai opsi teknologi dengan perbandingan dua banding satu (68 persen vs 32 persen) dengan CEO Indonesia memiliki persentase yang lebih tinggi (80 persen vs 20 persen). “Setengah dari CEO Indonesia berpendapat bahwa sulit untuk mencari talenta yang mereka butuhkan,” jelas Tohana.
Pakar AI memperhatikan Kecerdasan buatan (AI) ada di benak para CEO, namun hanya 16 persen yang telah mengimplementasikan program AI dan otomatisasi. Selanjutnya 31 persen masih dalam tahap uji coba, sementara 53 persen mengakui melakukan implementasi AI terbatas. Namun 65 persen CEO percaya bahwa masuknya AI dan otomatisasi akan menciptakan lebih banyak pekerjaan daripada yang dihilangkan.
Bill melanjutkan, “Secara keseluruhan, survei tahun ini memberi tahu kami bahwa kami telah memasuki era kepemimpinan baru. Kelincahan (Agility) dapat dicapai dengan menyeimbangkan naluri CEO dengan keyakinan pada apa yang telah ditunjukkan data. Data yang bias perlu dikeluarkan dalam mengambil keputusan strategis. Tidak lagi cukup untuk dengan hanya mencari ”big” data, sebaliknya CEO harus menggunakan teknologi untuk mengungkap data yang berkualitas. Hanya melalui ini mereka akan menciptakan ketahanan organisasi untuk mendorong pertumbuhan. “
Tentang KPMG CEO Outlook
Sekarang di tahun kelima, KPMG CEO Outlook memberikan pandangan tiga tahun yang secara mendalam dari ribuan eksekutif global tentang perusahaan dan pertumbuhan ekonomi. Setiap tahun laporan ini dibangun berdasarkan jawaban dari survei sebelumnya untuk membantu memastikan pandangan tahun-ke-tahun yang konsisten tentang ekonomi global. Ini juga mencakup pertanyaan baru dan perubahan untuk menangkap pandangan CEO tentang topik tren di pasar
Survei tahun 2019 mencakup 1.300 CEO di 11 pasar utama (Australia, Cina, Perancis, Jerman, India, Italia, Jepang, Belanda, Spanyol, Inggris, dan Amerika Serikat) dan 11 sektor industri utama (manajemen aset, otomotif, perbankan, konsumen dan ritel, energi, infrastruktur, asuransi, ilmu kehidupan, manufaktur, teknologi, dan telekomunikasi). Survei ini juga mencakup pandangan 10 CEO Indonesia dari berbagai industri.
Sepertiga perusahaan yang disurvei memiliki pendapatan tahunan lebih dari
US$ 10 miliar, tanpa tanggapan dari perusahaan di bawah US$ 500 juta. Survei dilakukan antara 8 Januari dan 20 Februari 2019. CATATAN: beberapa angka mungkin tidak bertambah hingga 100 persen karena pembulatan.
Tentang KPMG International
KPMG adalah jaringan global perusahaan jasa profesional yang menyediakan layanan Audit, Pajak dan Penasihat. Kami beroperasi di 153 negara dan memiliki 207.000 orang yang bekerja di perusahaan anggota di seluruh dunia. Perusahaan anggota independen dari jaringan KPMG berafliasi dengan KPMG International Cooperative (“KPMG International”), sebuah entitas Swiss. Setiap perusahaan KPMG adalah entitas yang berbeda secara hukum dan terpisah dan menggambarkan dirinya sebagai entitas tersebut.
Tentang KPMG Indonesia KPMG Indonesia adalah:
• Kantor Akuntan Publik Siddharta Widjaja & Rekan
• KPMG Advisory Indonesia
• KPMG Siddharta Advisory
KAP Siddharta Widjaja & Rekan, salah satu kantor akuntan pertama yang didirikan di Indonesia, didirikan pada tahun 1957 oleh Drs. Basuki T. Siddharta.
Pada tahun 2002, divisi pajak dibentuk sebagai entitas yang terpisah, sekarang bernama KPMG Advisory Indonesia. Kami menyediakan layanan konsultasi bisnis yang berfokus pada perpajakan dan masalah bisnis terkait.
KPMG Siddharta Advisory didirikan pada tahun 1986 untuk menyediakan berbagai layanan konsultasi bagi komunitas bisnis Indonesia dan internasional.
(Hotben)