Oleh: Pdt. Weinata Sairin
_”One man cannot do right in one departement of life whilst he is occupied in doing wrong in any other departement. Life is one indivisible whole”_ (Mohandas K. Gandhi)
Dikalangan masyarakat luas sudah cukup lama dikenal dan digunakan istilah _track record_, rekam jejak. Seseorang yang mencalonkan diri atau melamar suatu jabatan tertentu, apalagi jabatan publik biasanya dicek dan dikaji dengan kritis bagaimana rekam jejaknya. Istilah ‘rekam jejak’ digunakan untuk menyatakan tentang catatan atau riwayat seseorang baik kesuksesan maupun kegagalannya yang dilakukan sejak masa lalu hingga masa kini. Bahkan dari elaborasi terhadap rekam jejak itu bisa diketahui berbagai tindakan atau respons seseorang baik positif maupun negatif terhadap peristiwa yang terjadi disekitar dirinya pada suatu kurun waktu tertentu. Memang ada beberapa peminat bahasa yang kurang sreg dengan istilah “rekam jejak” itu karena merupakan terjemahan langsung dari kata “track record”. Kata peminat bahasa mengapa tidak digunakan saja istilah “prestasi” atau “catatan silam”. Dalam bahasa memang ada soal _kesepakatan_, ketika masyarakat luas sudah sepakat bahwa terjemahan kata “track record” adalah “rekam jejak”, maka istilah itulah yang hingga kini dipergunakan.
Dunia kita ini sudah makin menyatu dan _sempit_ yang terhubung satu sama lain. Seorang figur yang hidup dan berkarya di wilayah B maka masyarakat umum di wilayah Y bisa sangat kenal dengan figur itu. Gerak gerik figur itu bahkan berbagai gosip yang berkembang diseputar figur itu di wilayah B mudah tersebar ke berbagai wilayah lainnya dengan ditambah bumbu-bumbu yang makin ‘menyedapkan’. Itu berarti bio data, curiculum vitae seseorang tidak bisa direkayasa, dibuat dengan tidak berbasis fakta dan kebenaran. Masyarakat melalui berbagai akses akan segera mengetahui apakah bio data dan atau CV seseorang benar atau tidak.
Dalam dunia yang sempit dan tanpa batas (borderless world) ketika figur seseorang bisa dengan mudah dicek di google atau wikipedia maka *kejujuran* menjadi kunci yang amat penting dalam menjalani kehidupan. Seseorang tak bisa lagi bersandiwara dan atau memanipulasi bio datanya demi kepentingan tertentu. Tranparansi, terus terang dan sikap jujur acapkali tidak mampu lagi mengemuka oleh karena berbagai faktor. Padahal sejak kecil orang tua atau guru kita telah menanamkan dengan sangat bagus bagaimana kita harus berlaku jujur dalam hidup ini. Guru kita kadang bertanya kepada salah seorang muridnya sehabis pelaksanaan Ulangan. “Budi kamu tidak nyontek dari teman waktu ulangan tadi?” “Tidak pak!” “Kamu harus jujur ya, suatu saat bapak akan tahu jika kamu ternyata berlaku tidak jujur”.
Ayah ibu juga secara sungguh sungguh menanamkan perilaku kejujuran kepada kita anak-anaknya baik melalui nasihat atau memberi teladan. Ayah ibu mengecek misalnya apakah kita sudah memohon maaf kepada teman yang tersakiti oleh kata kata kita; apakah benar kita tidak memindahkan susunan buku yang ada diatas meja kerja ayah. Penanaman kejujuran memang bisa melalui hal yang dianggap kecil dan sederhana tetapi juga bisa melalui hal yang besar dan _complicated_.
Kejujuran itu makin langka, tapi orang jujur adalah orang yang berhati mulia. Ada pesan tentang sikap jujur itu dari cerita zaman lampau. ‘Ketika Andrew Jackson berumur empat belas tahun ibunya pergi naik kapal perang ke Charleston untuk bekerja sebagai seorang perawat. Ia merasa kuatir bahwa ia tak akan kembali lagi maka ia meninggalkan catatan untuk anak laki-lakinya itu. “Andrew jika aku tak bisa lagi melihatmu aku harap kau mengingat dan menghargai beberapa hal penting. Di dunia ini kau harus menrmukan jalanmu srndiri. Untuk itu kau harus mrmiliki sahabat; kau bisa menjalin persahabatan dengan menjadi orang yang *jujur* dan menjaga persahabatan dengan sahabat-sahabatmu melalui kesetiaan”.
Pesan untuk hidup jujur adalah pesan yang standar yang selalu diungkapkan oleh orangtua kepada anak-anaknya dari bangsa manapun dan generasi manapun. Memang harus diakui bahwa dikalangan masyarakat umum ada pernyataan yang sangat populer bahwa “orang yang jujur itu sulit kaya dan sulit naik pangkat”. Dalam tradisi KKN, suap menyuap, primordialisme sempit memang orang yang jujur dan setia pada peraturan tidak mendapat ruang dan kesempatan. Sikap seperti ini yang mestinya harus direformasi total dalam kehidupan kita. Slogan kerja kerja kerja sebaiknya juga diikuti dengan tekad jujur jujur jujur.
Pepatah yang dikutip diawal bagian ini menyatakan bahwa “seseorang tak bisa bertindak benar di salah satu bagian kehidupan tatkala ia melakukan kesalahan dibagian yang lain krn kehidupan ini satu dan tak bisa dipisahkan”. Itu berarti rekam jejak kita harus baik dan tidak meninggalkan catatan hitam di wilayah manapun dan pada periode kapanpun karena semuanya akan terpantau bahkan terbuka drngan jelas. Mari dengan memohon kekuatan dari Tuhan YME, kita berupaya menampilkan pribadi yang baik, positif dan konstruktif sehingga dengan cara itu kita bisa mendedikasikan diri kita bagi kehidupan masyarakat luas.
Selamat Berjuang. God bless
*Weinata Sairin*