Jakarta, Protestantpost.com
Jaringan Kerja Program Legislasi Pro Perempuan (JKP3) mengecam keras penyebaran hoax, berita bohong, dan disinformasi yang berkaitan dengan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) yang beredar di masyarakat.
Pada 27 Januari 2019 telah beredar seruan petisi untuk menolak RUU P-KS dengan judul yang provokatif “Tolak RUU Pro Zina”, penggagas petisi ini menuduh RUU P-KS melanggengkan “free sex”, juga membahas tentang pemakaian jilbab. Petisi penolakan RUU PK-S ini sama sekali tidak berdasar fakta, tidak ada satu pasalpun dalam RUU P-KS membahas mengenai ketiga hal tersebut di atas.
Petisi penolakan RUU P-KS ini mencerminkan tindakan tidak bertanggung jawab serta melukai perjuangan korban, menciderai para penyintas dan menihilkan kerja pendamping korban kekerasan seksual untuk mendapatkan keadilan dan pemulihan melalui RUU P-KS.
RUU P-KS lahir dari pengalaman korban yang mengalami penderitaan berkepanjangan tanpa mendapatkan keadilan dan pemulihan, karena belum ada Payung Hukum bagi kasusnya. Misalnya, banyak kasus yang tidak dapat diproses karena dianggap kurang alat bukti karena syarat alat bukti yang ada dalam peraturan perundangan yang sudah ada belum mengakomodasi situasi khusus korban kekerasan seksual. Sehingga dengan RUU P-KS yang telah menjadi inisiatif DPR RI ini diharapkan akan memberi akses keadilan dan pemulihan bagi korban kekerasan seksual serta pencegahannya.
Secara substansial, JKP3 mencatat ada 5 isu penting dalam RUU P-KS yang luput dari disukursus yang berkembang di masyarakat, yakni:
RUU P-KS mengisi kekosongan hukum terkait bentuk-bentuk kekerasan seksual yang selama ini tidak diakui oleh hukum. Terdapat Sembilan (9) bentuk kekerasan seksual yang diatur dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, Pasal 11,yakni:
a. pelecehan seksual; b. eksploitasi seksual; c. pemaksaan kontrasepsi; d. pemaksaan aborsi; e. perkosaan; f. pemaksaaan perkawinan; g. pemaksaan pelacuran; h. perbudakan seksual; dan i. penyiksaan seksual.
RUU P-KS memuat prosedur hukum termasuk sistem pembuktian yang sensitif dan memperhitungkan pengalaman korban.
RUU P-KS mengatur penanganan hukum yang terpadu dan terintegrasi dengan semua layanan bagi korban.
RUU P-KS mengakui dan mengedepankan hak-hak korban serta menekankan kewajiban negara untuk memenuhi hak-hak korban.
RUU P-KS juga menekankan perubahan kultur masyarakat dalam memandang kekerasan seksual dengan membangun kesadaran masyarakat untuk mencegah kekerasan seksual melalui upaya-upaya pendidikan, kebudayaan, sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan. Sehingga apapun bentuk kekerasan seksual yang dialami korban, masyarakat tidak lagi menganggap wajar.
Disinformasi muncul dari ketidaktahuan publik akan substansi RUU P-KS, sudah sepatutnya DPR RI, pemerintah, dan kelompok pengusung RUU P-KS memberikan penjelasan terkait pentingnya RUU P-KS. DPR RI dan pemerintah perlu memberi informasi kepada masyarakat tentang pentingnya RUU ini, demi menjamin kehadiran Negara dalam melindungi warga Negara dari Kekerasan Seksual.
Atas dasar hal tersebut di atas, JKP3 menuntut pemerintah dan DPR RI untuk:
Segera meluruskan disinformasi dengan memberikan informai terkait substansi RUU P-KS serta urgensinya bagi pencegahan kekerasan seksual, perlindungan dan pemulihan korban.
Segera membahas dan mengesahkan RUU PKS dg memuat lima isu penting usulan JKP3 dan kelompok masy sipil
Membuka ruang partisipasi masyarakat untuk memberikan masukan konstruktif pada RUU P-KS dengan dasar faktual dari Pengalaman Korban dan Keluarga Korban (anak, perempuan-laki2, disabilitas) belum adanya UU yang memadai tentang hal ini.
JKP3 mendukung DPR RI sebagai Lembaga Tinggi Negara, pengemban suara Rakyat, untuk membuktikan diri melalui manfaat kuasanya, melaui keberpihakan pada korban Kekerasan Seksual dengan Men-sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
Demikian Pers Rilis ini disampaikan, kiranya dapat mengajak rakyat Indonesia untuk bergandengan tangan bersama korban kekerasan seksual mendukung RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
Narahubung :
Inayah Wahid (Penggerak Keberagaman)
Ratna Batara Munti – Koordinator JKP3 (081318501072)
Riska Carolina – Perhimpunan Keluarga Berencana Indonesia/PKBI (081289886442)
Andi Komara LBH Jakarta – (081298220243)
#sahkanruupenghapusankekerasanseksual
Lembaga/Jaringan Pendukung :
Jaringan Kerja Program Legislasi Nasional Pro Perempuan (JKP3)
Masyarakat Pemantau Peradilan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (MAPPI FH UI)
LBH Jakarta
Perhimpunan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI)
Yayasan Peduli Sindroma Down Indonesia (Yapesdi)
Perempuan Mahardika
KePPak Perempuan
LBH Masyarakat
Kalyanamitra
Institut Perempuan
Asosiasi LBH APIK
LBH APIK Jakarta
LRC – KJHAM
Warta Feminis