Oleh: Jeannie Latumahina
Situasi tahun politik menuju 2019 semakin panas, dengan berbagai manuver dan strategi untuk memenangkan pemungutan suara baik untuk pemilihan legislatif maupun tentunya pemilihan presiden mendatang.
Masyarakat tentunya berharap bahwa dalam kontestansi akan terjadi persaingan dalam ide maupun gagasan untuk mewujudkan negara Indonesia yang lebih baik disegala bidang.
Namun hingga sejauh ini harapan tersebut belum nampak muncul ditawarkan oleh pihak berkompetisi, justru yang terjadi adalah sebaliknya yaitu maraknya penggunaan hoax untuk menyudutkan lawan.
Masyarakat mungkin tidak begitu peduli apakah percakapan atau argumentasi terutama pada media sosial atau medsos adalah hoax selama apa yang ditelan merupakan dukungan terhadap pilihan calon idolanya.
Hingga yang terakhir adalah adanya pemberitaan terjadinya tindak penganiayaan terhadap Ratna Sarumpaet, yang diyakini kebenarannya oleh pihak kubu Prabowo sehingga seketika melaksanakan jumpa pers untuk mempertanyakan dan meminta keadilan atas tindak penganiayaan terhadap anggota Tim Sukses yaitu Ratna Sarumpaet.
Aparatpun segera melakukan penyidikan kasus dengan cepat, dengan hasil lapangan menunjukkan bahwa tidak terjadi tindak penganiayaan tersebut. Publik juga dibuat makin terpana ketika kemudian Ratna Sarumpaet melakukan jumpa pers dengan menyatakan “Kebohongan Terbesar yang dilakukannya” pada ke-esokan harinya, serta permintaan maaf kepada Capres Prabowo beserta jajarannya.
Pengakuan yang sangat menghenyakkan siapapun, masih ditambah lagi dengan adanya penangkapan di bandara udara terhadap Ratna Sarumpaet yang diduga akan melarikan diri keluar negeri.
Tentunya kubu Prabowo segera memposisikan diri sebagai korban penipuan ulah dari Ratna Sarumpaet, dalam menghadapi tudingan dan serangan dari kubu Capres Jokowi. Dimana juga terjadi pengaduan terhadap hampir seluruh anggota Tim Sukses Prabowo yang dianggap dengan sengaja telah melakukan penipuan terhadap masyarakat, maupun kampanye hitam terhadap kubu Jokowi.
Situasi menjadi semakin tidak elok ketika dalam pemanggilan saksi yaitu Amien Rais, dalam kasus tersebut dengan membawa ratusan pendukungnya mengawal memenuhi pemanggilan oleh Polda Jaya. Ditambah dengan serangan balik yaitu mengadukan Tito Karnavian selaku Kapolri ada terlibat dalam kasus korupsi yang ditangani oleh KPK untuk ditindak lanjuti.
Masyarakat semakin menjadi bingung akibat berbagai manuver-manuver politik yang ada, dan tentu berdampak kepada ketidak percayaan antara fakta dan data saling bertabrakan. Siapa sebenarnya pelaku dari kegaduhan politik menuju tahun 2019 pemungutan suara.
Maka pertanyaan dari semua ini apa sebenarnya tujuan akhir dari kegaduhan politik, apakah hanya kampanye manuver politik atau lebih daripada manuver bagian dari dinamika politik.
Terlebih pada hari ini telah terjadi adanya penemuan proyektil peluru di gedung DPR pada ruangan anggota Fraksi Demokrat dan PAN, yang sebelumnya pada hari Senin 15/10 juga terjadi kejadian serupa yang mengenai ruangan anggota dari Fraksi Gerindra dan Golkar, dimana pihak aparat telah melakukan penangkapan terhadap dua orang terduga pelakunya bersama alat bukti berupa senjata api laras pendek jenis Glock 17.
Adapun kedua pelaku diduga melakukan ketidak sengajaan saat berlatih menembak di area “Perbakin yang terletak sekitar 400 meter dari gedung DPR”. Demikian juga dengan alat bukti berupa senjata laras pendek yang digunakan terhadap sasaran dengan jarak cukup jauh tersebut.
Maka tentunya masyarakat perlu mendapatkan edukasi lebih jauh untuk siapapun mulai sekarang “Berhenti menggunakan hoax dan mendapatkan kejelasan Data”.
Masyarakat tentu mengingat juga pernyataan dari Luhut Binsar Panjaitan pada bulan Mei 2018, akan adanya tiga kelompok yang secara terus menerus melakukan upaya makar terhadap pemerintah dengan agenda yang bertentangan dengan asas yang berlaku di Negara Indonesia.
Tiga kelompok yang terdiri atas Kelompok Terancam Hukuman, Kelompok yang susah melakukan Korupsi serta Kelompok anti Pancasila dan NKRI.
Bagaimana juga kelompok-kelompok kejahatan tersebut harus dapat segera diungkap dan ditangkap oleh karena membahayakan kehidupan berbangsa dan bertanah air Indonesia.
Kemudian melihat dari narasi yang dibangun tampak mirip dengan yang disebut startegi “Kudeta Merangkak” secara perlahan menyusun kekuatan untuk menjadi semakin membesar, hingga mencapai tujuan pengambil alihan kekuasaan melalaui berbagai upaya memecah belah anak bangsa.
Hoax tentunya tidak saja sekedar berupa meme, manipulasi berita, editan gambar atau video, namun juga dapat manipulasi tindakan dengan harapan agar orang menjadi terpedayakan oleh apa yang dirasa, dilihat, atau didengarnya.
Tahun politik ini menjadi tidak sehat ketika yang dibangun adalah pesimistis, bukan harapan menjadi lebih baik, juga sangat tidak sehat jika diwarnai dengan kebohongan terencana, apalagi dengan cara menebarkan ketakutan akan masa depan yang lebih baik.
Menghentikan dan mencegah semua propaganda tidak benar dan manipulatif, adalah tanggung jawab bersama seluruh insan rakyat Indonesia untuk masa depan yang lebih baik.
Kediri, 17 Oktober 2018